Satu pesan baru masuk dari nomor asing. Saat aku baca isi pesan itu, aku jadi tahu ternyata namamu Christin. Siang itu aku membayangkan seperti apa wujudmu. Apakah kamu bersedia menghadiri interview ini? Begitu isi pesan itu.
Awalnya aku berniat melamar kerja. Dan ternyata aku dipanggil. Kita bertemu disana. Saat itu aku memakai kaos hitam dipadukan dengan kemeja kesayanganku. Celana panjang hitam dan sepatu, begitu sederhana penampilanku. Kacamata hanya pemanis saja.
Aku menaiki setiap anak tangga dengan penuh percaya diri. Kamu berada di ujung sana. Dua orang temanmu memperhatikanku. Aku menangkap matamu, pandanganmu yang penuh rasa penasaran. Seorang temanmu membantuku, dia menggeser bangku itu. Sampai akhirnya aku duduk tepat berhadapan denganmu.
Aku mendengar jantungmu berdegup. Aku sengaja membuang pandanganku darimu. Segera tangkap, Christin! Perlahan aku membuka maskerku. Kamu mulai merekam di dalam memori ingatan jangka panjangmu. Aku masih saja tidak melihatmu.
“Ayo, lihat ke arahku!” Isi hatimu. Sampai akhirnya kamu memulainya… “Silahkan, perkenalkan dirimu..” perintahmu padaku.
Aku memperkenalkan diriku. Aku memandang kalian bertiga. Aku berhasil menangkap matamu lagi! Sepasang matamu menyembunyikan rahasia. Apakah aku boleh mengetahuinya? Senyummu mulai mekar seperti bunga di musim semi. Perbaiki kacamatamu, sayang! Dia hampir jatuh.
Pandanganmu terpusat pada senyumku yang penuh percaya diri. Percayalah, aku berlatih semalaman untuk itu. Kalian terlalu banyak. Kalian bertiga sedangkan aku sendirian. Aku introvert. Aku merasa sedikit kesulitan untuk sebuah keramaian. Aku butuh sedikit ruang untuk kita.
Jantungku pun mulai berdegup kencang saat kamu berhasil menangkap mataku. Ah, sial! Aku langsung melempar pandanganku sambil curi pandang ke arahmu. Suaramu yang indah itu masih saja terngiang sampai sekarang. Bisakah kamu musnah dari alam pikiranku? Kau berhasil melumpuhkanku!
Iya, aku menyukaimu sejak pandangan pertama!
Sesekali aku memberanikan diriku untuk memandangmu lebih lama lagi. Sial, aku tak mampu! Aku menundukkan kepalaku. Memalingkan wajahku dari pandanganmu. Aku tak mampu memandangmu. Aku sangat malu karna aku menyukaimu.
Setengah jam kemudian… Kita semua berada dipenghujung obrolan kita. Aku memberanikan diriku melempar umpan itu. Kali ini aku harus berani menatapmu, ucapku dalam hati. Aku bisa!
“Aku pernah melihatmu tapi dimana ya?” Aku sambil berpura-pura terlihat sedang berpikir. Kita saling menangkap pandangan itu. Senyummu sedikit merekah dan tertawa saat aku mengatakan aku adalah office boy di gerejamu. Itu lelucon konyol yang pernah aku katakan pada seorang wanita, demi mendapatkan perhatianmu.
Tawa kecilmu itu berhasil meluluhkan hatiku yang dingin ini. Bertahun lamanya, aku tidak pernah mendekati wanita manapun setelah mantanku berhasil mematahkan aku. Terimakasih telah menghancurkanku berkeping-keping. Aku menjadi tidak percaya diri. Semua wanita sama aja. Siapapun yang ingin mendekat, aku berpikir mereka akan menghancurkanku kembali.
“Hati-hati di jalan ya!” teriakmu setelah aku meninggalkan bangkuku. Ayolah, aku tahu itu pasti kamu. Terimakasih telah berteriak saat itu. Sekarang aku sangat mencintaimu. Sekalipun aku tidak berusaha mendekatimu, hatiku tetap menyimpan rasa cinta untukmu. Aku tahu ini terdengar seperti omong kosong saja. Tapi ini serius.
Andai kamu membaca tulisan ini, ingatlah, aku adalah salah satu kandidat yang pada saat itu kamu wawancara. Dan sekarang kamu menyimpan nomorku. Awalnya, aku penasaran membaca ulang pesan undanganmu itu. Fotomu muncul begitu saja. Memang jodoh tidak akan lari. Ini memang untukku. Apa betul begitu?
Jika aku diterima sebagai Barista disana, maka kamu adalah atasanku. Jika tidak, kamu adalah gebetanku. Tertawa sekeras mungkin, aku mengharapkan hal itu. Namun sialnya aku tidak percaya diri. Sebelumnya aku didekati seorang wanita, sayangnya tidak berjalan mulus. Aku takut jika kita harus kembali menjadi asing hanya karna perasaanku yang tidak terbalaskan.
Aku cinta kamu, sedangkan kamu tidak. Atau apakah kamu merasakan perasaan yang sama? Tolong katakan padaku, jangan memendamnya. Aku sangat pemalu meski seharusnya aku yang memulai duluan.
Khayalku terlalu tinggi. Apakah kita bisa bertemu kembali, Christin? Biar aku tebak, apakah kamu pecinta kopi? Ada kedai kopi disana yang baru saja buka. Kita harus mencobanya.
Dan saat kamu memposting sebuah gambar di media sosialmu, aku memutarnya berulang kali. Memperhatikan secara detail isinya. Aku menebak kepribadianmu. Aku ingin mengenalmu bukan di dunia maya. Adakah kesempatan untukku?
Aku pengecut! Itu memang benar. Baru saja meninggalkan komentar singkat pada postinganmu, aku langsung kabur. Cemas apakah kamu akan membalasnya atau malah hanya mendiamkanku disini.
Obrolan itu selalu terhentikan olehku. Aku tidak mampu merangkai kata walaupun aku seorang penulis. Bisakah kamu membantuku, Christin?
Mengapa ini menjadi sangat sulit bagiku sekarang untuk mendekati seorang wanita? Ulah mantanku, aku jadi tidak percaya diri.
Christin…
Aku pernah ditolak oleh wanita yang aku sukai. Jika aku diam dan hanya memperhatikanmu dari kejauhan saja, percayalah inginku sangat besar. Namun terkalahkan oleh rasa traumaku di masa lampau. Penolakan memang tidak mengenakkan. Itu kenapa sekarang aku memilih untuk menulis tentangmu bukan malah menghampirimu yang sedang sendirian duduk di kursi itu.
Dari seseorang yang hanya bisa mengagumimu secara diam-diam…
Cerpen Karangan: Acha Hallatu Instagram @achahallatu Seorang Penulis muda berasal dari Kota Medan.