Toxic sebuah jerambah kecil, kumuh, kotor, dan menyakitkan. Peradaban yang kian lama kian memudar, saat itu toxic mulai berkembang sedemikian luasnya, di halaman kampus tercinta, hijau dan rimbun. Berawal dari kisah cinta antara “Man” yang menyukai seorang gadis lugu bercadar hitam pekat. Saat itu usia “Man” mulai beranjak 22 tahun, dengan kepribadian masa pubertasnya yang amat kelam. Kemunculan “Tia” seorang gadis desa dengan kebaya kebiru-biruan menjadikan pesona mata bagi “Man” yang hanya seorang kuli kontrak perabotan rumah tangga.
Sekitar pukul 04.02 Wib “Tia” duduk diantara “Ra” dan “Ka”. Tanpa sadar mata memandang dialah yang bernama “Tia”. “Tia” menoleh kepadaku, seolah memberikan perasaan denyut nadi yang hampir putus. Aku mulai memberanikan diri menyapanya dengan kalimat “Hai cantik”, kata itulah yang mampu terucap oleh bibir yang kian menghitam ini, karena pengaruh asap rokok surya. “Tia” tak membalas perkataan yang kulontarkan padanya, melainkan mengalihkan padangan terhadap “Ra” yang berada 200 cm berada di sampingnya. Aku mulai linglung, entah apa yang salah dari perkataan yang kulontarkan. Sehingga aku bertanya kepada bangku yang berada tidak jauh dari hadapanku. Selama bertahun-tahun lamanya hanya “Tia”lah yang mampu membuat hati ini bergetar sebegitu kuatnya. Waktu menunjukkan pukul 06.14 Wib.
Segerombolan wanita cantik hendak bersiap untuk pulang. Disaat bersamaan kulontarkan sebuah ujaran yang mungkin akan merasa geli saat mendengarnya “Cantik maukah engkau kuantar pulang, saat kulihat-lihat engkau tak punya teman untuk mengantarmu ke peradaban semula”. Saat itu dia mulai membalas ucapan yang kulontarkan dari hati yang amat dalam ini. “Maaf abang, bukannya aku tidak mau kalau abang mengantarkan aku pulang, tapi.. orangtuaku melarang untuk diantarkan oleh seorang cowok pada saat jam-jam segini. Timbul perasaan bahagia saat mendengar ocehan yang amat berguna itu, ocehan yang tak kenal lelah saat mendengarnya.
Seandainya saat itu telepon genggam “Iphone 12” milikiku tak kehabisan tenaganya, mungkin saja akan ku “Record” saat itu juga. Untuk kudengarkan sewaktu di gubuk tempat tinggalku. “Ok.. sipp. tak apalah. Kalau memang orangtuamu mengatakan sedemikian halnya, apalah dayaku dengan ucapan tersebut”. Seketika itu muncul pikiran kotor dalam benak yang kosong melempeng ini, “Kan kutunggu jandamu”. Ucapan dari hati yang tak mungkin terdengar oleh makhluk ciptaan Tuhan. Mungkin saja malaikat sudah mencatat amal keburukan yang terlontar dari hati itu tadi. “Tapi tak apalah, kan hanya sekali saja” ucapan yang sama terulang kembali.
“Tia” toxic duapuluh yang amat kudambakan selama ini. Mengapa bisa-bisanya kusebut toxic, karena hanya dialah wanita yang mampu menggerogoti di setiap belahan jantung yang kumiliki, hanya dialah yang mampu menyumbat setiap pembuluh darah yang mengalir tanpa hambatan ini. Toxic sang pujaan “Man”, seandainya ada hari esok, akan aku usahakan untuk terlelap lebih awal, agar dunia ini dapat lebih cepat berputar. Tak sabar rasanya ingin berjumpa dengan engkau di hari esok. Melihat senyumanmu yang sempat engkau tinggalkan sewaktu berkumpul tadi. Ingin rasanya kujemput kembali senyuman itu.
Dikarenakan hari sudah mulai hujan, kuurungkan niat untuk menjemput senyuman itu. Sebab apa?, sebab aku tak ingin suatu ketika aku jatuh sakit dan tidak akan berjumpa dengan engkau kembali di hari esok. Sewaktu “Tia” hendak sampai di tempat peradabannya. Aku diperjumpakan kembali oleh sang maha kuasa, dengan iming-iming dia menyapaku “Abang Man, hati-hati di jalan”. Tersentak dan terkejut, saat motor yang kukendarai melaju dengan kecepatan 70km/jam. Mendengar ucapan itu, hati mulai terbayang-bayang. Apakah mungkin toxic ini memiliki perasaan yang sama terhadapku. Selama 2 jam lamanya di perjalanan. Tak sepatah katapun kualihkan dari ucapan toxic ini. Sekarang aku baru sadar, ternyata ada yang berbahaya dari racun sianida. Apa itu? Itu adalah perkataan wanita toxic sang pujaan duapuluh.
Keesokan harinya, aku berjumpa kembali dengannya. Ingin rasanya kutanyakan perihal kalimat yang dia lontarkan sewaktu berselisih di jalan. Namun aku tidak memiliki keberanian sedikitpun. Sehingga aku mempertanyakan terhadap diriku sendiri “Aku ini sebenarnya pria atau wanita”. Tapi aku tidak mempermasalahkan pria atau wanitanya. Menjadi permasalahannya adalah keberanian untuk mendekati wanita. Itu adalah inti yang paling mendasar yang harus kuhadapi.
“Tap” tersendak dalam tidurku. “Sial, ternyata ini semua hanyalah mimpi semata”. Toxic yang selama ini kuidamkan hanyalah bunga mimpi yang kulalui selama ini. Sempat terpikir olehku. Sial rasanya, seharusnya aku tidak terbangun dari tidur yang kujalani selama seling waktu beberapa jam ini. Ingin rasanya kusambung tidur itu kembali, melanjutkan mimpi indah yang telah terpotong, karena lolongan Anjing di depan rumahku. Entah apa yang membuat Anjing itu bersuara begitu keras. Namun aku hanya bisa positif thinking saja, mungkin itu adalah manusia keji yang ingin merampas harta yang tersembunyi di rumah ini.
Seling beberapa waktu, sial rasanya. Tidurku tidak dapat tersambungkan lagi, mimpi bertemu toxic yang kuidamkan akan sirna sampai di sini. Kecuali aku menelan pil pengantar tidur yang telah disarankan “Ji” terhadapku. Aku tidak tahu bahwasanya mimpi itu akan muncul kembali, namun apa salahnya untuk dicoba dahulu. Kuasa Tuhan siapa yang tahu, siapa tahu aku bertemu dengan toxic sang pujaan duapuluh itu kembali. Aku mulai beranjak melintasi meja-meja yang menghalangi jalanku. ku ambil segelas air hangat dan satu pil yang telah disarankan “Ji” terhadapku, sewaktu bekerja sebagai pengusaha “Binomo”. Seteguk air putih mulai menjulur ke batang tenggorokan. “Gila.. rasanya pahit sekali” terlontar dari bibir manis yang selama ini kububuhi yang katanya “Libbam”.
Menyambung tidur kembali, di atas kasur empuk dengan harga sekitar 20 jutaan. Berharap toxic yang kuidamkan bertemu kembali, dengan kalimat-kalimat indah yang terlontar, dengan ranah yang berbeda, dengan senyuman yang lebih tajam dari biasanya. Selang beberapa menit, ternyata pil yang sudah berada di dalam organ tubuh ini mulai berproses. Sehingga tanpa sadar aku terlelap tanpa menghiraukan apapun yang berada di sekitarku.
Cerpen Karangan: Yusriman Blog / Facebook: Yusriman Nst Biodata Penulis Sebelumnya perkenalkan nama saya Yusriman, sebut saja Pria Tampan asal Pasaman. Saya kelahiran Desember yang hobi menulis karya sastra. Itu semua tidak luput dari doa kedua orangtua saya, menulis adalah sebahagian nyawa yang selalu mengalir di sela-sela nadi saya. Anggap saja semua hanyalah ilusi belaka.