Hai, salam kenal. Perkenalkan namaku Elma Irena Nurjanah Hapsari. keluargaku biasa panggil aku Elma. Tapi teman-teman memanggilku Irena.
Sebuah nama indah pemberian dari Almarhum Ayah dan Bunda. Iya, mereka sudah meninggal. Ayah sejak aku masih Bayi dan Bunda ketika usia ku 6 tahun. Ayahku keturunan Arab, tinggal di Jawa sejak kecil sementara Bundaku blasteran Jawa dan Belanda. Dulunya bunda tinggal di Amsterdam tapi balik lagi ke Jawa.
Usiaku sekarang sudah 15 tahun alias Kelas 9 SMP. Hehehe, iya masih bocah kok.
Dari kecil aku dirawat sama pasangan suami istri asli Jawa dan mereka menyayangiku karena tidak memiliki anak perempuan. Di sekolah, aku satu kelas dengan anak dari salah satu kerabat besannya Bunda. Serta ada pula anak dari kenalan lama Ayah yang sekelas denganku.
Di sekolah aku populer kok. Kata mereka aku ini; Cantik, cerdas dan sangat sopan. Mungkin karena aku memakai kata aku-kamu kepada yang lebih muda?
—
“Gue mau ke kantin sama Reksa dulu. Mau ikut?” tanya cewek dengan lesung pipi. Dia teman sekelas Irena, Adika Ayumi Ningtyas. Mantan wakil ketua OSIS. Di sebelahnya ada pacar Ayumi, yakni Keenan Reksa Mubarak. Dengan cepat, Elma menggeleng. “Mau jadiin aku obat nyamuk?” Ayumi cengengesan. Meskipun sudah berpacaran hampir dua tahun, ia masih malu kepada adik kelasnya. Bukan karena status atau apa, karena anak kelas lain juga tidak mempermasalahkannya.
Irena membawa bekalnya sendiri dari rumah. Tidak terlalu mewah, hanya spaghetti carbonara saja. Mi nya sudah dingin tapi tetap enak menurut Irena.
Setelah selesai, Irena meminum Susu Stroberi nya sambil mengawasi sekelilingnya. Takut akan mendengar suara seseorang.
“Na, bagi susunya!” Dan yang Irena takutkan terjadi. Ketika menoleh ke belakang, muncul seorang laki-laki dengan rambut klimis. Badge name tag nya tertulis Zidane Kaisar Langit.
“Strawberry, you want it?” Irena tersenyum membuat Zidane cemberut. “Ih, jahat banget sih Lo.” Zidane memajukan bibirnya beberapa mili. Padahal ia sendiri tidak sadar.
Brak! “LO NGGAK SELAMA INI SELALU MINTA KE GUE KARENA YANG GUE BAWA RASA FULL CREAM, HAH?!” “URAT MALU LO DI MANA, BESTIE?”
Selang beberapa detik, mereka tertawa. Kenyataanya, Zidane adalah sahabat cowok pertama Irena. Mereka dekat, sering terlihat satu kelompok. Zidane dengan kurang ajarnya seringkali meminta Bekal yang dibawa oleh Irena. Modus yang sudah menjadi kesehariannya sejak kelas Tujuh.
Sebenarnya, Zidane menyimpan suatu perasaan terhadap Irena. Sejak pertama kali bertemu, Zidane terpesona terhadap kecantikan Irena. Wajah blasteran yang khas dengan matanya yang berwarna cukup ‘Langka’ berwarna biru yang agak gelap. Begitu indah dipandang, begitupun dengan bulu mata lentik nan lebat. Kulit putih bersih dan hidung mancung serta bibir berwarna pink alami.
Zidane semakin jatuh cinta dengan segala sifat Irena disertai kecerdasannya. Yang bisa Zidane lakukan, hanya bersikap seolah menjadi teman Irena. Tidak kurang ataupun lebih.
“Pacaran mulu kalian,” sindir dua orang gadis bersamaan. “Eh, Ka, keluar aja yuk. Jadi obat nyamuk kita di sini.” Chaya Nalendra, gadis dengan postur tinggi itu menarik sahabatnya keluar dari kelas. Irena menggebrak mejanya. “Kita nggak pacaran, wahai ayangnya anak kelas sebelah.” ucapnya seraya menyindir Chaya.
Rizka Farzana, yang ditarik oleh Chaya berteriak. Sang ‘bandarwati 9A’ pemilik otak mes*m itu tersenyum simpul. “Pacaran jangan kelewat batas woi, kalau bisa sampe bikinin gue ponakan aja.” Baik Zidane maupun Irena berpandangan. “Anj*ng lo anaknya Wijayanto!”
—
Rumah Zidane dekat dengan sekolah, sebaliknya rumah Irena jauh. Biasanya, Zidane akan menaiki sepeda gunung kesayangannya menuju sekolah.
Hari ini Irena diantar, biasanya naik sepeda motor. Gadis itu menunggu di gerbang. Zidane memperhatikannya dari jauh, ingin sekali mengantarnya pulang tapi gengsi.
Sampai ia melihat cowok berambut agak gondrong dan berantakan. Tampilannya berbeda dengan Zidan. Cowok itu kemejanya dikeluarkan. Ia tampak mengendarai motor Vixion biru. Tidak salah lagi… “Loh, Marvel? Ngapain tuh anak.” pikir Zidan.
Mereka terlihat berbincang. Tapi Zidan segera mengepalkan tangannya dan membanting sepedanya. Ia cemburu melihat Irena berboncengan dengan Marvel. Untungnya sekolah sudah mulai sepi, sehingga Zidan tidak ragu. “Kenapa gue ngerasa sakit?”
Zidan pulang ke rumahnya, dengan perasaan cemburu bercampur kesal. Dalam pikirannya, Kenapa harus seorang Marvel Ikram Nugraha?
“Loh, Dan, sepeda kamu kenapa?” Zidan tidak menjawab pertanyaan dari sang Ibu. Ia langsung merebahkan diri di ranjang kamarnya. Mengunci pintu dan meluapkan emosinya tanpa mengetahui kejadian aslinya …
“Ibu lama bener sih,” gumam Irena. Gadis itu sibuk memainkan handphonenya sembari menunggu ibu angkatnya datang menjemput. Lalu, terdengar suara motor Vixion. Tampak Marvel, yang berhenti di hadapannya. “Mau gue anterin, El?” tawar Marvel.
Marvel, satu-satunya siswa di Sekolah ini yang sering memanggil Irena dengan nama depannya. Jika kalian bertanya mengapa, karena Marvel mempunyai hubungan darah jauh dengan Irena.
Mungkin itulah yang pihak Irena pikirkan. Tapi, lain halnya dengan Marvel. Baginya, Elma adalah sebuah panggilan kasih sayang. Marvel menyayangi Irena, sangat menyayangi dan rela berkorban untuk Irena.
Irena segera mengangguk. “Thanks, Vel.” Gadis itu menaiki motor Marvel dengan hati-hati. Senyum Irena mengembang tanpa mengetahui seseorang yang tengah cemburu kepadanya.
Bersambung…
Cerpen Karangan: El Sarah Jinan