Senyum malu dalam sepi, gelap kamar hanya cahaya ponsel menyinari. Jika saja dilihat orang-orang, malu mungkin dirasa kala rona pipi terus bertambah. Senyum malu suatu malam, tiap untaian kata selalu berputar dalam pikiran, entah bercanda atau tidak, terlanjur baper itulah dia.
Setiap chat dinanti, padahal entah pihak seberang ogah-ogahan untuk membalas. Dia terus menanti, tak tau apa yang dinanti. Hanya diam dan menikmati, terus menanti, perempuan itu berguling kala nontif berbunyi, tetapi helaan nafas kecewa terdengar karena bukan itu yang dinanti.
Sebaris kata, mulai tertulis sambil menanti, dalam gelapnya kamar, lampu yang telah dipadamkan banyak hal dalam pikiran, tetapi tak bisa tertuang.
Lidahku kelu
Begitu tulisnya di catatan, entah permainan apa yang sedang diikuti, dia hanya bisa menanti dengan debaran. Setiap gombalan murahan yang dilantunkan dari seberang, dibalas sebisa mungkin agar tak terlalu ketaran. Ya, dia menikmati gombalan, tetapi keyboard ponselnya dengan lihai menyembunyikan, menggelikan.
Ku merindu, namun tak sampai
Lanjutnya semakin menggila seorang diri. Padahal dirinya tau, dunia nyata dan chat sangatlah berbeda, esok akan dipertemukan, hanya 3 hari singkat berkomunikasi dalam virtual dan kenyataan tak lah sama kala bertemu. Meski begitu, dia menanti, ingin bicara lebih, walau tak tau apa yang ingin dibicarakan.
Dalam gelap, termenung seorang diri. Termenung dengan perasaan berat yang diderita, pada kebingungan yang sebetulnya sudah jelas. Dia terjatuh, mungkin sudah cukup dalam, tetapi tak sadar pada kenyataan, atau mencoba tidak ketaran.
Pikiranku buntu Kosong Bagai cangkang kehilangan tuan
‘Jangan terlalu jauh terjatuh, khawatir tak sanggup bangkit,’ bisiknya pada diri. Sambil menatap layar dengan tak henti, ia membuka beberapa sajak puisi, kegemaran yang tak pernah usai, membaca dan menanti.
Disini Sendiri Aku merindu Tak ada dia, tuan Perebut hati tak disini
Tak ada yang datang, tak satu pun notifikasi muncul. Perasaan kecewa telah hadir, mungkin sudah larut pikirnya menyemangati diri. Berharap pada sesuatu yang abu-abu begitu menyakitkan, seolah dia berkata ya, padahal hanya bercanda. Percaya dirinya telah luntur, menghadapi ‘dia’ yang seperti ini hanya bisa dengan candaan. Serius tak begitu perlu, tidak meyakinkan. Tapi terlanjut serius perasaan yang dialami, seolah tak dapat lepas. Terus dan terus mengikuti permainan perasaan yang sungguhnya menyakitkan, lemah, tertawalah karena ia begitu lemah dibuat permainannya. Si Tuan Perebut hati, telah sukses menengelamkannya di dasar laut sana.
Jarak, ku merindu Waktu, tak bisakah cepat berlalu? Hati, dipenuhi kamu Pikir hanya dirimu
Tertawa dalam hati, ingin bertemu, walau sebetulnya tak ada yang dilakukan ketika bertemu. Ingin sekedar melihat, walau nyatanya tak kuat bersitatap. Ingin berbincang, tapi tak tau apa topik pembicaraan. Salahkah dia telah memenuhi pikirannya, merebut hatinya hingga dunianya yang tersisa hanya untuk memikirkannya. Selamat sukses, tuan Perebut hati, tidak ada konsentrasi yang dimiliki kini, penuh dengan dirimulah dirinya, ya hanya dirimu.
Dasar, padahal bukan sabu, kenapa dirimu candu?
Cerpen Karangan: Aynxyzz Ig: @aynxyzz Aku Ayn, jika ingin tau tentang ku, silahkan lihat akun insta ini @aynxyzz