Bayangmu hingga kini selalu menyelimuti pikiranku, mengapa aku tidak pernah bosan untuk hal semacam itu. Terkadang aku suka membayangkan bagaimana matamu yang selalu terlihat bersinar, rambutmu yang tergerai indah, senyummu yang terlampau manis, bahkan sikapmu yang membuat hari-hariku semakin ceria dan bermakna. Namun aku hanya bisa mendeskripsikan sesuatu yang ada pada dirimu tanpa aku melihatmu langsung seperti dahulu. Bahkan aku suka berpikir apakah kau masih mengingatku atau tidak. Terkadang aku benar-benar ingin mengetahui bagaimana kabarmu. Apa kau baik? Semoga saja iya, tetapi apa kau tau aku disini tidak begitu baik. Memang fisikku terlihat masih sangat baik, namun tidak dengan hatiku yang benar-benar hancur. Dan akupun menutupi semua itu dengan topeng yang aku miliki.
“Hey Rick apa yang sedang kau lakukan?”, ucap salah satu teman erick bernama Arini yang tiba-tiba datang dan membuat erick terlonjak kaget. “Ah tidak”, sahut Erick cepat dan langsung membereskan buku-buku yang berada di atas meja termasuk buku yang salama ini ia simpan baik-baik dan ia gunakan ketika ingin menulis apa yang ingin ia tulis mengenai wanita tersebut ketika rindu yang sudah tidak bisa ia bendung. “Sepertinya tadi kau menulis sangat serius ketika kuperhatikan dari belakang”, jawab Arini merasa aneh terhadap Erick, tidak biasanya ia bersikap seperti itu. “Sudahlah, jangan terlalu mencampuri urusanku. Yang ada kau hanya membuatku merasa kesal”, balas Erick yang langsung bangkit dari kursinya dan meninggalkan Arini sendirian. “Ishh! Mengapa dia berkata seperti itu? Sedangkan aku hanya bertanya saja. Ada apa denganya?”, pekik Arini yang membuatnya merasa sangat penasaran.
—
Saat ini Erick dan kedua temannya yaitu Brian dan Doni berada di salah satu cafe terdekat kampus yang menjadi langganan para mahasiswa ketika mereka merasa suntuk setelah melewatkan beberapa mata kuliah yang membuat mereka harus mengistirahatkan otaknya.
“Rick apa kau sadar, sepertinya Arini menyukaimu”, ucap Brian spontan yang memecahkan keheningan. Erick menghela nafasnya ketika mendengar apa yang dibicarakan oleh Brian. “Ya aku sadar akan hal itu, tetapi kau tau kan aku tidak menyukainya.”, balas Erick merasa jengah. “Kau harusnya jangan terlalu dingin terhadap wanita. Cobalah untuk hal-hal baru tanpa melihat masa lalu, lihatlah dirimu. Bahkan aku saja merasa iri dengan ketampananmu, walaupun aku juga tak kalah tampan darimu”, jawab Brian santai sambil menyesap softdrinknya.
Doni pun yang mendengar perbincangan mereka akhirnya mengangguk setuju tentang apa yang Brian sudah katakan kepada Erick. Erick yang mencerna kalimat terakhir yang Brian lontarkan membuatnya hanya diam dan hanyut dalam pikirannya sendiri.
Tak lama kemudian, terlihat wanita yang saat ini baru memasuki cafe dengan membawa buku yang dipegang dengan tangannya sendiri.
Deg! Erick yang melihatnya hampir merasa ragu apakah wanita itu adalah wanita yang sampai saat ini Erick tunggu-tunggu kehadirannya. Erick mengusap matanya berkali-kali ia merasa penglihatannya mulai sedikit rusak akibat terlalu lama memandangi wanita tersebut hanya dalam sebuah album foto yang menjadi sebuah kenangan.
Wanita itu pun duduk sendiri yang tak jauh dari tempat yang Erick, Brian dan Doni tempati saat ini. Erick tidak ingin membuatnya merasa bodoh di depan teman-temannya ketika secara tiba-tiba langsung menghampiri wanita tersebut. Sehingga Erick harus menahan dirinya sendiri, dan yang bisa ia lakukan hanyalah memandangi wanita tersebut.
“Apa aku tak salah lihat bahwa itu dirimu? Bahkan aku tidak pernah lupa sedikitpun tentang wajahmu, kau masih tetap sama. Hanya saja kini kau terlihat dua kali lipat lebih cantik dan sepertinya kau juga sudah dewasa, berbeda dengan dirimu yang dulu ketika kau masih sangat polos dan tentunya masih sangat menggemaskan. Namun sekarang kau malah lebih menggemaskan. Aku senang ketika melihatmu lagi”, batin Erick dan tetap memfokuskan untuk tetap menatapnya yang kini sedang membaca buku entah itu sebuah novel atau buku yang lainnya.
“Erick kenapa kau diam saja dari tadi? Apa kau sedang memikirkan ucapan Brian? Tumben sekali kau seperti ini”, ucap Doni yang menepuk pundak Erick cukup keras membuat Erick bangun dalam lamunannya. “Tidak, aku sedang memperhatikan wanita itu”, unjuk Erick yang membuat Brian dan Doni mengikuti arah telunjuk tangannya. “Kenapa kau memperhatikannya? Aku tahu dia cantik, apa jangan-jangan kau mengikuti saranku tadi heh?”, ucap Brian. “Iya dia cantik, bahkan sangat cantik. Aku jadi ingin mendekatinya”, sahut Dion yang memuji wanita tersebut di depan Erick. “Dia milikku, jangan coba-coba mendekatinya!”, jawab Erick tegas dan langsung berdiri untuk menghampiri wanita tersebut, Brian dan Doni dibuat menganga dengan apa yang Erick katakan dan sebuah tindakannya itu.
Erick saat ini sedang berjalan menuju meja yang wanita itu tempati, dengan perasaan yang bercampur aduk menjadi satu dan detak jantung yang berdegup kencang. Namun yang mendominasi perasaannya saat ini hanya satu kata yaitu rindu. Rasanya ia ingin sekali memeluknya. “Aku merindukanmu”, batin Erick.
Kini Erick sudah berada di depannya, wanita itu pun merasa seperti dihampiri oleh seseorang ketika ia sedang membaca buku. Wanita itu pun mendongak untuk mengetahui siapa yang saat ini sedang berdiri di depannya.
Deg! “Dia? Oh tuhan, betapa rindunya diriku kepada sosok yang saat ini sedang menatapku dengan intens”, batin Clarysta. “Clarysta?”, panggil Erick, namun Clarysta masih menatap Erick yang saat ini sudah duduk berhadapan dengan Clarysta. Tak lama dalam hitungan beberapa detik Clarysta pun sadar dalam lamunannya. “Ah iya? Bagaimana kau tahu namaku?”, sahut Clarysta yang membuat ia merutuki dirinya sendiri ketika ia harus pura-pura lupa bahkan tidak mengenal sosok lelaki yang berada di hadapannya. “Kau lupa denganku?”, balas Erick yang mengubah raut wajahnya. “Lupa? Apa aku dulu mengenalmu? Ah maaf sepertinya aku terlalu banyak kenalan, aku juga orang yang gampang pelupa. Memang benar namaku Clarysta, entah kau tahu darimana aku pun tak tahu. Tapi sepertinya kau salah orang, karena memang aku tidak mengenalmu. Kalau begitu aku permisi” jawab clarysta dengan tambahan senyuman diakhir kalimatnya dan langsung meninggalkan Erick yang masih terpaku dan tak percaya apa yang telah Clarysta katakan padanya. Sehingga membuat hatinya saat ini lebih hancur berkeping-keping tanpa ia bayangkan sebelumnya.
“Ternyata kau melupakanku, mudah sekali rupanya”, ucap Erick lirih disertai senyuman kecutnya namun tak terasa matanya pun kini sudah berkaca-kaca.
Clarysta yang kini sudah berada di luar yang tetap melangkahkan jalannya dengan tergesa-gesa dan perasaan yang tidak karuan. Tak terasa butiran air matanya pun mengalir . “Maafkan aku Erick”, ucap Clarysta merasa bersalah dan segera menghapus airmata dengan jarinya sendiri.
Namun memang takdir membuat mereka harus bertemu kembali di sebuah toko buku yang sama-sama mereka kunjungi saat ini. Erick menyadari akan kehadiran Clarysta disini, ia merasa beruntung karena takdir masih membelanya saat ini. Sehingga ia bisa bertemu kembali dengan Clarysta secara kebetulan.
“Clarysta”, panggil Erick. Clarysta pun menoleh, namun tak disangka ia bertemu kembali dengan Erick. “Kau?”, pekik Clarysta “Jadi kau sudah ingat denganku hm?”, jawab Erick dan mendekat ke arah Clarysta. “Tentu saja aku ingat denganmu, waktu itu kita bertemu di sebuah cafe”, balas Clarysta dengan sedikit gugup. “Bukannya waktu itu kau bilang, jika kau orang yang gampang pelupa?”, Erick hanya ingin memancingnya. “Hmm”, Clarysta menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Aku tahu kau masih mengingatku, sudah cukup waktu itu kau jauh dariku. Dengan segala cara aku menghubungimu dan mencari tahu bagaimana kabarmu, tapi semuanya nihil. Seolah-olah kau memang ingin jauh dan pergi meninggalkanku. Itu membuatku cukup terluka, setiap harinya aku terus merindukannmu bahkan aku hanya bisa melihatmu dalam sebuah album foto. Terus sekarang kau bahkan pura-pura lupa denganku? Apa belum cukup luka yang kau berikan padaku clarysta?”, ucap Erick kata demi kata dan sedikit menuangkan isi hatinya bahkan belum sepenuhnya.
“Erick, aku minta maaf atas kesalahanku. Dan aku pun minta maaf atas kepura-puraan yang aku katakan bahwa aku tidak mengenalmu. Ada sesuatu yang tidak bisa kujelaskan. Aku tau kau pasti membenciku, tapi aku tidak bermaksud menyakitimu, aku benar-benar minta maaf atas hal itu Erick”, balas Clarysta yang saat ini sudah berderai air mata. “Aku sudah memaafkanmu, dan aku pun sama sekali tidak membencimu clarysta.” Jawab erick yang mengelus lembut pipi clarysta dan menghapus butiran airmata nya.
“Erick?”, panggil Clarysta lirih. “Apa Clarysta?”, sahut Erick yang masih mengelus pipi clarysta. “Aku minta maaf, aku hanya ingin mengatakan jika aku sudah memiliki tunangan”, jawab Clarysta kembali, ia pun tidak bisa menyembunyikan rasa sedihnya.
Erick yang mendengarnya merasa kini seperti ada yang menancapkan benda tajam tepat berada di hatinya dan itu amatlah sangat sakit. Dan seketika tangannya pun tak lagi mengelus pipi Clarysta, yang ada hanya tatapan tajam bak mata elang.
“Apa aku tidak salah dengar, kau sudah mempunyai tunangan?”, Erick pun tertawa hambar. Clarysta pun hanya mengangguk ia sungguh tak tega mengatakan itu kepada Erick. “Maafkan aku Erick, aku tahu pasti sekarang kau sangat membenciku”, Clarysta pun menatap mata erick yang mungkin bisa dikatakan di sana hanya tatapan hancur. “Semoga kau bahagia dengan tunanganmu, cepat-cepatlah menikah kalau bisa”, jawab Erick datar namun penuh rasa emosi dalam hatinya, kedua tangannya pun mengepal sangat kuat. Erick pun pergi meninggalkan Clarysta.
Cerpen Karangan: Jihan Habibah Blog / Facebook: Jihan Habibah