“Hai” sapa seseorang dari balik punggung Putri A. Putri Angelie membalikkan badannya dan menangkap sesosok lelaki yang asing. “Kau Putri Angelie, kan?” tanya lelaki itu. “Kau siapa?” tanpa menjawab pertanyaan lelaki itu Putri A. bertanya balik dengan sedikit dingin. “Kau tidak mengingatku? Aku Hars. Kita kan dulu berteman.” Kata lelaki yang bernama Hars itu dengan akrab. “Tentu saja aku mengingatmu. Tak ada satu pun yang kulupakan”. Putri Angelie lalu tersenyum sinis. “Teman?” “Sepertinya kau sudah salah paham tentang Nerent, dia tidak seperti yang kau lihat selama ini. Tolong dengarkan aku—“
Flashback on 8 tahun yang lalu, di ruang kelas 3B “Hey teman, kenapa kau jadi murung begini?” tanya Hars membuyarkan lamunan Nerent. “Apa ada yang mengganggumu teman?” sahut Joy yang juga merupakan sobatnya Nerent. “Kurasa aku tahu kenapa dia jadi begitu.” Ucap Randy sembari melipat kedua tangannya di depan dada. “Apa… karena dia?” tanya Hars pelan. “Apa aku ini bodoh? Apa karena aku dia jadi pergi? Aku hanya ingin setiap saat melihat wajah polosnya yang membuat setiap hariku berwarna.” kata Nerent dengan sedih. “Aku tidak habis pikir denganmu. Kau yang punya segalanya, tapi menyukai orang seperti Putri Angelie itu.” protes Joy. “Memang tidak akan ada yang pernah mengerti. Aku saja tidak pernah tahu kenapa bisa jadi begini, karena itulah aku marah dan bersikap seperti itu padanya. Kupikir ini hanya perasaan senang melihat dia menangis dan tersiksa, tapi ternyata…” Flashback off
Putri Angelie mendengarkan setiap kata yang diucapkan oleh Hars, ia terkejut tapi mencoba untuk menutupinya dengan memasang tampang datar. “Dia bilang… dia senang melihatmu dan dia ingin terus melihatmu. Dia suka wajah polosmu, dia senang saat kau merengek manja dan wajah merahmu saat kau menangis.” Hars menghentikan perkataannya dan menghela nafas sejenak, kemudian melanjutkan, “Pertama kali dia melihatmu, dia terus menatapmu dan tersenyum. Jujur, sebelum itu Nerent bukanlah anak ceria dan aktif, semenjak ia kehilangan ibunya. Aku baru melihat senyumnya yang penuh dengan kebahagiaan. Dia bilang kau lucu, imut, dan menggemaskan. Dia bilang—” “Cukup!” potong Putri A. dengan wajah bekunya yang kosong. “Apa dia menyuruhmu untuk melakukan ini? Mencoba meredakan amarahku? mencoba menutupi lukaku? Apa kau sedang menceritakan kisah murahan skarang? Katakan padanya bahwa aku tak pernah sudi untuk melihatnya walau hanya sekejap. Kau dengar itu?!!” ujar Putri A. dengan nada naik turun serta wajahnya yang memerah. Entah apa itu karena ia sangat marah atau mencoba menutupi perasaannya yang sebenarnya. Uuppsss, keceplosan.
Pasti kalian semua bertanya-tanya perasaan apa? Mm… sebenarnya Putri Angelie ini juga memiliki perasaan seperti Nerent. Tapi, ia tidak menyadarinya karena tertutup oleh ingatan masa lalu, ingatan yang membuatnya marah dan merasa tidak sanggup lagi membayangkan bagaimana menderitanya ia dulu. Dia pikir Nerent mengganggunya hanya untuk dekat dengannya tapi sepertinya perkiraannya salah sama sekali. Setiap detail hari yang ia lewatkan dengan siksaan Nerent tak pernah ia lupakan walau hal sekecil apapun.
Ketika melihat Nerent kembali, ia tidak berniat untuk membalas dendam, berharap ia tak lagi punya perasaan itu, entah, mungkin perasaan benci, marah, atau.. mungkin—
Tatapan Putri A. mematung pada sebuah meja yang tak berpenghuni yang terletak di pojok kanan barisan paling depan. matanya kosong menatap kursi itu, kursi yang setiap hari diduduki oleh Nerent. Aku tahu dia pasti merasa kosong, merasa perasaannya janggal karena ketidakhadiran Nerent selama dua hari ini.
Keesokan harinya Hari ini Putri Angelie datang lebih awal dari biasanya. Sekolah masih kelihatan sangat sepi, belum ada satu pun siswa yang datang kecuali dirinya. Kupikir ada sesuatu yang penting yang ingin dia kerjakan, tapi nyatanya dia hanya merenung tidak jelas, meletakkan kepalanya di atas meja dan mengarahkannya pada jendela. Tapi… sekarang dia duduk di bangku paling pojok di sebelah kanan di barisan depan. kau tahu bangku siapa itu? Yap! Tepat sekali. Bangkunya Nerent.
“Apa kau akan terus menyiksa dirimu seperti ini?” sahut seseorang secara tiba-tiba yang seketika mengagetkan Putri A. dan membuatnya menoleh untuk memastikan siapa sebenarnya yang mengganggunya itu. “Apa maksudmu Ney?” kata Putri A. dengan nada heran. “Maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk mencampuri kehidupan pribadimu. Tapi izinkan aku untuk menyatakan sebuah kebenaran.” Ujar Ney dengan lembut. “Kebenaran apa?” tanya Putri A. sembari mengerutkan keningnya. “Mm…”
Flashback on “Apa? Dia Putri Angelie? Yang benar saja. Tapi tidak mungkin Putri Angelie itu kan?” tanya Hars kaget setengah mati. “Ya, itu dia” jawab Nerent, hampir tak terdengar. “Bagaimana mungkin. Mm… apa masih seperti dulu?” “Tidak. Kau bisa lihat sendiri kan. Semua yang ada pada dirinya berubah. Tak ada lagi Angel yang manja, lucu, manis, lembut, dan ceria” kata Nerent dengan sedih. “Maksudku… perasaanmu. Apa… masih sama seperti dulu?” “Tidak. Perasaan itu sudah menjadi sangat besar dan kuat. Kau tahu apa yang kukatakan dulu kan?” lirih Nerent. Hars mengangguk dengan pelan. “Aku selalu menyukainya. Aku selalu mencintainya. Bagaimana pun rupanya aku selalu menempatkannya di suatu tempat dalam hatiku. Hanya dia” “Tapi… apa dia membencimu?” tanya Hars. “Ya. Dia sangat membenciku” “Lalu kenapa kau tidak menceritakan kebenarannya padanya? Kenapa kau hanya diam!” tukas Hars. “Aku mengingat Angelku yang dulu. Angelku yang lembut. Kupikir dia telah melupakanku, melupakan semua yang terjadi. Tapi… tidak ada satu pun yang ia lupakan. Ia berpikir aku sekarang bersikap manis padanya karena dia sudah kembali dengan rupa yang berbeda. Ia pikir aku melihatnya hanya dari bentuk fisiknya saja” Hars menghembuskan nafas dengan lemah. Mengingat sahabatnya yang sejak 8 tahun bersikap bak orang yang tidak punya arti hidup.
Tak jauh dari sana, di balik sebuah pohon yang berdaun lebat. Tampak seseorang yang sedang mengamati dan mendengarkan mereka berdua. Wajahnya memunculkan ekspresi kaget, haru, dan seolah tidak percaya, ia tampak bingung dengan cerita Nerent dan putri Angelie. Flashback off
Matanya berkaca-kaca, mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Ney. “Aku melihat dan mendengarnya sendiri. Aku sedikit bisa mengerti.” Lirih Ney. “Apa kau bisa mengerti perasaanku?” tanya Putri A. dengan beku. “Aku tidak mengerti. Tapi cobalah percaya pada takdir.” “Takdir? Takdir apa?” kata-kata itu terus melayang dalam pikirannya seiring dengan langkahnya yang meninggalkan kelas saat itu juga. Entah dia mau pergi ke mana.
“Pak, Nerent sudah datang?” tanya Putri A. kepada penjaga pintu gerbang. “Belum.” Jawab si penjaga pintu gerbang. “Apa bapak tahu di mana rumahnya?” tanya Putri lagi. “Wah, maaf kalo soal itu saya tidak tahu.” “Mm… boleh kupinjam ponselnya pak?” pinta Putri. “Oh iya. Ini” kata pak penjaga sambil menyodorkan hpnya ke Putri. “Terima kasih. Tapi apa kau punya nomor ponselnya Nerent?” “Mm… sepertinya ada. Tapi, hanya nomor telepon rumahnya, nomor ponselnya saya tidak punya.”
Putri Angelie langsung berlari dari keramaian dan mencari tempat yang sepi. Setelah dapat, dia mencari nomor telepon rumahnya Nerent dan meneleponnya. “Halo” terdengar suara lembut seorang pria sepertinya suaranya Nerent. “HEY BODOH!!!” teriak Putri A. “heh, siapa ini?” tanya Nerent dengan nada kaget. “Kau adalah orang bodoh yang pernah ada di muka bumi ini. KAU BODOH!!!” masih dengan berteriak. “Apa aku mengenalmu?” tanya Nerent dari seberang telpone. “Yah, kau mengenalku sejak 11 tahun yang lalu. Aku adalah orang yang kau suka tetapi kau siksa habis-habisan. Apa itu masuk akal?” “Ka… kau. Angel?” katanya dengan tersendat. “Aku tidak mau tahu kau harus ke sini sekarang juga. Kalau tidak aku akan datang ke rumahmu dan mencekikmu sampai mati. Kau dengar?” wao sadis sekali. Aku hampir tuli mendengarnya. Nerent kaget setengah mati. Barusan itu apa? Dia mematung sekitar 10 menit. Dan spontan berlari ke kamarnya untuk bersiap-siap. 30 menit, ia sudah keluar dari kamarnya dengan berpakaian lengkap.
Nerent memarkirkan sepeda motornya dengan tergesa. Ia segera berlari menuju kelasnya. “Ney, apa kau lihat Angel?” tanyanya dengan nafas terengah-engah. “Dia di taman belakang”
Nerent kembali berlari dengan kecepatan penuh. Apa aku bisa dapat kesempatan, batinnya. Perasaannya kini campur aduk. Dan setelah sampai di taman, ia melihat seorang gadis duduk di bawah pohon mangga. “Angel” panggilnya dengan lembut. Wanita itu menoleh, pipinya penuh dengan bulir air mata, matanya yang abu-abu bening kini menjadi merah. Ia menatap Nerent dengan manja. Nerent mendekatinya dan berjongkok di hadapannya. “Apa aku terlambat?” katanya dengan cool. Putri Angelie terisak pelan. Wajahnya polos sekali, bagai anak kecil yang es krimnya jatuh. Nerent tersenyum memandangnya.
“Apa kau senang melihatku menangis!!!” teriaknya. “Kenapa kau tersenyum!!” “Kau adalah malaikatku” bisik Nerent “yang menerangi hatiku. Entah kenapa aku suka melihatmu menangis. Karena saat itu, kau adalah Angelku yang manis, Angelku yang manja, Angelku yang polos, Angelku yang lembut.” “Apa aku harus terus menangis untuk menjadi Angelmu yang seperti itu” katanya dengan nada polos dan manja sembari sedikit cemberut. Nerent menghela nafas. “Kalau kau mau kau juga boleh menyiksaku seperti yang aku lakukan dulu” tawarnya dengan semangat.
“Ini,” Nerent kemudian menyodorkan sebuah bungkusan. Putri Angelie menatapnya dengan penuh tanya. “Mm… walau pun aku menulisnya selama dua hari. Mm… kupikir akan terlambat. Tapi, aku berharap kau bisa enyahkan rasa benci itu dari bola matamu.”
OHH… jadi itu, dia tidak ke sekolah selama dua hari karena menuliskan semua terbitan buku Harry Potter. Waw… kurang kerjaan sekali. kupikir dia berada di rumah sakit karena percobaan bunuh diri hihihi. “Hah?” Putri Angelie terenyum dengan sangat manis, Nerent mengusap pipinya yang penuh dengan air mata.
Tak ada pegangan tangan, pelukan, dan kata cinta seperti I love you atau aku menyayangimu. Mereka sudah tahu bahwa mereka adalah dua hati yang disatukan oleh cinta. Mereka berdua duduk berdampingan di bawah pohon rindang itu, melepas rindu, menampakkan senyum masing-masing.
Tiba-tiba pintu ruangan terbuka, Nerent dan Putri Angelie masuk secara bersamaan dengan menenteng tas mereka masing-masing. Bu Linda menatap mereka dengan sedikit kesal, apalagi kalau bukan terlambat. Sedangkan mata anak-anak terlihat heran dan bertanya-tanya. “Lho, kok mereka masuk berdua. Apa mereka…” terlebih lagi senyum merekah yang ditampakkan keduanya yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.
End
Cerpen Karangan: Herlisa Cikis Blog / Facebook: Herlisa Cikis T.T.L: Barru, 15 september 1999 Facebook: Herlisa Cikis Hai… aku HERLISA. Lahir pada 15 September 1999, dengan hobby membaca, mengkhayal, dan melamun. Seorang manusia yang tidak begitu berguna, hanya ingin membagi imajinasi lewat sebuah karya tulis. Aku benci cerita dengan akhir yang menyedihkan. Apalagi kalau ditinggal mati oleh orang yang dicintai. Parah!! Karena percaya akan sebuah kalimat sederhana “Semua akan indah pada akhirnya”. THANKS.