Pagi yang cerah, dan suasana hangat yang menenangkan jiwa. Ku terbangun dari tidurku yang nyenyak. Segera ku mandi dan bergegas ke Sekolah. Oh ya namaku Dela, aku baru duduk di kelas X IA di sekolah Swasta berbasis Islam.
Seperti biasa, aku berangkat sekolah dengan kawan karibku, Rizki. Kami berdua berangkat dengan berjalan kaki.
Sepulang sekolah biasanya kami selalu membeli sebungkus kuaci untuk lalu dimakan bersama di lapangan. Iya… kami selalu menghabiskan waktu bersama, mulai dari sekolah, belajar, bermain. Kami selalu bersama sejak kecil. Tak terasa sih kami sudah beranjak dewasa dan mulai mengenal arti kata cinta.
HaHaHa… Aku mulai merasakan rasa aneh yang mendiami hatiku, begitu pula Rizki, diapun merasakan hal yang sama denganku. Tapi, diantara kami tidak ada yang mampu menuturkan satu kata apapun. Semua itu karena kami takut untuk saling mengungkapkan, mungkin kami takut kan terjadi perpisahan bahkan kehancuran pada persahabatan kita.
Hari demi hari berganti, dan tak terasa kami sudah duduk di kelas XII IA, sebulan lagi UN dan setelah itu kamipun akan berpisah. Aku dan Rizki mengambil jurusan yang berbeda, Aku mengambil jurusan kedokteran dan dia mengambil fakultas hukum.
Sebulan kemudian UN pun berlangsung dan prosesi wisuda pun dilaksanakan. Tepat saat itu, aku dan Rizki foto bersama dan kamipun pergi ke halaman belakang sekolah. Tak kusangka, Rizki menyatakan semua persaannya padaku. Ternyata hari yang aku tunggu-tunggu benar-benar terjadi.
“Del, aku mau ngungkapin tentang semua perasaanku selama ini” Terangnya “Iya, Ada apa?” Sahutku “Aku mencintaimu Del, maukah kamu menerima cintaku?” Ungkapnya saambil memberikan sebingkis hadiah kecil. “Sebenarnnya… akupun begitu, tapi…” “Tapi kenapa?? apakah ada orang lain yang dijodohkan denganmu?” “Tidak, bukan seperti itu, aku mau cinta kita uci, aku nggak mau cinta kita ternoda karena nafsu, aku mau kamu menugguku setelah kita lulus S1 nanti, dan punya penghasilan tetap, aku mau kita bangun sebuah keluarga kecil di dalamnya yang penuh kehangatan dan kebahagiaan.” Jelasku dengan nada sedih “Baik, jika itu maumu, aku akan menunggu, InsyaAllah” jawabnya Aku sangat bahagia, karena dialah selama ini yang aku tunggu.
Setelah itu kami pergi ke pasar swalayan untuk membeli dua bungkus kuaci, dan seperti biasa, kami memakannnya dan bersenang-senang.
Tak lama kemudian, Rizki mengingatkanku akan sesuatu, Iya… kami pernah bermain nikah-nikahan dia suamiku dan aku istrinya, dengan sebungkus kuaci kami dan sebuah bungah matahari kecil sebagai maharnya. HaHaHa… memang kehidupan anak-anak memang sangat menyenangkan. Dan yang membuatku lebih bahagia adalah dunia kecilku menjadi masa depanku dengan kuaci sebagai medianya.
Sejak saat itu ketika aku jauh dari Rizki, kubawa sebungkus kuaci sebagai penangkal rinduku padanya. Dia pun seperti itu. Empat tahun kemudian kami menikah dan membangun sebuah rumah sederhana dengan penuh kehangatan dan kebahagiaan di dalamnya, tak lupa pula dengan sebungkus kuaci dan sebingkis cinta dan kasih sayang.
Tamattt
Cerpen Karangan: Zidni Elma Blog / Facebook: Zidni Elma Namaku: Zidni Elma Kelas: X MIPA Tempat, tanggal lahir: Gresik, 29 November 2001 Kota Asal: Ujungpangkah, Gresik, Jawa Timur