Aku mungkin tak lebih dari seorang pengecut, yang hanya bisa mengagumimu dari jauh, karena bagiku kau terlalu indah untuk kumiliki. Lagipula aku ini seorang wanita, tak ada nyali untuk mengatakan lebih dulu tentang apa yang hati ini alami.
Sejak pertama kali melihatmu di masa orientasi sekolah waktu itu, hatiku selalu bergetar melihat senyum yang merekah di wajahmu. Awalnya aku hanya mengira rasa ini adalah kekagumanku semata akan parasmu yang rupawan. Terlintas dalam benakku berharap Tuhan menyatukanmu denganku di kelas yang sama, tanpa kuduga harapan itu menjadi nyata.
Aku duduk tepat di depan bangkumu, menjabat tanganmu, memperkenalkan diri “Hai, kenalin aku Hani dan ini temanku Fila” ucapku lantang sambil mengenalkan sahabatku dari SD yang sampai sekarang selalu sekelas denganku. “Faisal, oh dan ini Andy si cungkring” ucapmu menyodorkan tangan sahabatmu padaku dan lebih memilih untuk menggenggam tangan Fila lebih lama. Entah kenapa hatiku merasa sakit, tapi sudahlah, mungkin hanya pikiranku saja aku melupakannya.
Hari demi hari aku mengenalmu lebih jauh, rupanya kau tak sebaik dugaanku, kau selalu merayu para gadis, membuat mereka bertekuk lutut padamu lalu kau memanfaatkan mereka untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah dan memberikan contekan setiap kali ujian. JIJIK. Itu yang aku rasakan tiap kali melihatmu menjalankan aksimu kepada teman-temanku.
Sampai suatu hari kau mulai merayuku, kau pikir aku sama seperti mereka, sayangnya kau salah, bagiku tidak ada kesuksesan yang instan, “kalau kamu ingin berhasil, belajar! Bukan nyontek, memangnya kalau kamu udah lulus nanti kamu mau jadi apa? Kamu itu laki-laki, suatu saat kamu harus kerja dan bertanggung jawab sama keluarga kamu. Kamu pikir ganteng aja cukup? Kamu gak kasihan apa, orangtua kamu banting tulang nyekolahin anaknya biar pinter tapi anaknya di sekolah malah nyontek” ucapku panjang lebar “kenapa lo jadi kayak nenek-nenek sih? Bilang aja pelit” balasmu sambil mengambil kotak pensilku “balikin!” ucapku “ambil aja sendiri” ucapmu menaruh kotak pensilku di atas pintu yang tinggi.
Kau benar-benar membuatku kesal saat itu. Aku harus berusaha keras mengambilnya dengan menaiki sebuah kursi. Kamu pikir cuma kamu yang bisa menjahiliku, tapi kamu salah, aku pun diam-diam mengambil tasmu dan menyangkutkannya ke gerobak sampah. Sejak hari itu kita seperti kucing dan tikus, tak pernah akur tiap kali bertemu, saling mengejek, tapi entah kenapa hatiku masih selalu bergetar setiap kali matamu menatap ke dalam mataku. Aku berusaha menampik perasaan aneh ini, tapi setiap kali kau di dekatku aku masih salah tingkah.
Kamu sakit dan beberapa hari absen, rasanya sepi banget. Cuma ada Andy yang selalu berhasil menghiburku dengan banyolannya. Keesokan harinya kamu masuk sekolah, entah kesambet setan mana tiba-tiba kamu berubah lebih pendiam di kelas dan menghampiriku di perpustakaan seorang diri. Mengambil buku bahasa inggris dan duduk di sampingku.
“Han, ajarin gue bahasa inggris, lo kan jago, besok gue harus ujian susulan gara-gara gak masuk kemaren. Lo mau kan ajarin gue?” ucapmu menyodorkan buku itu ke arahku. Aku hanya menatapmu bingung dan mengetok kepalamu dengan buku. “Kamu masih sakit ya?” tanyaku tidak percaya apa yang baru saja kudengar dari mulutnya. Kamu balas mengetok kepalaku lebih keras “Sakit bego! Coba lo rasain sendiri sakit kan?” ucapmu tertawa jahat, aku pun pura-pura kesakitan memegangi keningku dan kau mulai ketakutan lalu berusaha mengusap keningku dan menutup mulutku dengan jemarimu. “sstt… Lo gak papa kan?” ucapmu menatapku sangat dekat.
Hari itu kamu bilang apa yang aku katakan itu benar, dan kamu mulai mau belajar sendiri. Hari demi hari kamu berubah menjadi sahabat terbaik yang kumiliki. Entah mengapa namamu kini selalu ada dalam doaku. Dan Tuhan selalu mempertemukan kita dalam berbagai hal. Kelas yang sama, ekstrakulikuler yang sama, organisasi yang sama, dan club belajar yang sama. Kata orang jawa ‘tresno jalaran soko kulino’ yang artinya cinta datang karena terbiasa.
Aku baru menyadarinya saat kamu memilih orang lain sebagai kekasihmu, hatiku terluka, tapi air mata ini selalu berubah jadi senyuman setiap kali melihatmu tersenyum. Meskipun kamu memilih yang lain, cuma namamu yang ada dalam doaku.
Sampai suatu hari kamu tahu pacarmu selingkuh, kamu putus dengannya, membuang semua hadiah darinya, dan sahabatku diam-diam memberitahumu tentang rasa yang kupendam selama tiga tahun padamu.
Kamu mulai mendekatiku dengan cara yang tak biasa dan justru membuatku merasa aneh dan menjauh. Sampai akhirnya kita terpisah sebelum rahasia ini terungkap.
Tujuh tahun berlalu, doa itu tetap sama, dengan nama yang sama, dan Tuhan mendengarnya. Ia kembali mempertemukan kita disini, di bawah ribuan bintang dengan ribuan harapan yang menjadi kenyataan.
Disana aku mengerti bahwa tiada doa yang sia-sia. Tuhan lebih tahu waktu yang terbaik untuk menyatukan yang terbaik.
Nama saya Hani wahyu nuning vawziah, seorang penulis amatiran yang berusaha menyalurkan pengalaman dalam bentuk tulisan. Semoga bisa bermanfaat
Cerpen Karangan: Hani Wahyu Blog / Facebook: Hanigam78[-at-]gmail.com