Saat itu aku yang tengah sendiri mengendarai motor standar kesayanganku. Di perjalanan tepatnya di sebuah taman yang cukup sepi kulihat seorang gadis yang tengah diganggu oleh 3 orang preman. Seketika aku pun turun dari motor itu dan menghajar satu persatu preman hingga babak belur. Karena ketakutan, ketiga preman itu pun lari terbirit birit setelah kuhajar. Kemudian aku pun menoleh kepada gadis itu, entah kenapa ia menutup wajahnya dengan kedua tanganya mungkin karna takut.
“Hey! Kamu nggak diapa apain kan?” Tanyaku. Mendengarnya gadis itu pun menyingkirkan tangan yang menutupi wajahnya itu. Ia memang benar benar gadis yang sangat cantik. Kulitnya putih, mata lebar, hidungnya mancung, rambut yang lebat dan panjang sampai pinggang serta bibirnya berisi. Tak lupa postur tubunya yang indah menambah kecantikanya.
“Aku baik baik saja” suara lembut gadis itu berhasil memecah lamunanku “Gimana kalau kamu aku antar pulang biar preman itu gak ganggu kamu lagi?” Tanyaku namun gadis itu hanya terdiam. “Jangan takut aku bukan orang jahat kok” lalu gadis itu pun menganguk dan naik ke motor standarku
“Siapa namamu?” Tanya gadis itu “Namaku Muhammad Raja Suryawulan. Kau bisa memanggilku dengan sebutan Raja”
Motor pun terus melaju hingga sampai di rumah gadis itu ternyata rumahnya sangat megah bagaikan istana. Setelah mengucapkan terima kasih gadis itu langsung masuk ke dalam rumahnya tak lupa gadis itu juga menyuruhku untuk masuk namun aku menolak karena kak Dava menyuruhku untuk segera pulang. Satu hal yang aku sesali dari pertemuan itu adalah aku lupa tidak menanyakan namanya.
Malamnya di kamarku aku melamun sambil berfikir ‘Siapa nama gadis itu mungkin namanya Ayu, eh gak mungkin, barang kali namanya bunga, tapi kayaknya Bintang deh’ aku terus saja berfikir siapa namanya hingga… “Woi melamun aja nih. Mikirin apa sih sampai dipanggil nggak nyaut nyaut” ucap kak Dava mengagetkanku. Ia kakak kandung sekaligus sahabat dan teman curhatku. Kak Dava segala galanya bagiku. “Emang tadi kakak manggil kok aku nggak denger ya” “Dasar budeg. Keasyikan ngelamun sih. Udah sekarang kamu tidur! Udah malem nih besok kan hari pertama kamu di sekolah barumu kalau sampe telat gimana kan nanti kamu juga yang repot” “Iya kak Dava sayang, bawel amat udah kayak emak emak aja”
Pagi pun telah tiba dan hari ini adalah hari pertamaku untuk memasuki sekolah baru di kota yang baru pula. Kali ini papa membedakan sekolahku dangan kak Dava agar aku lebih mandiri.
“Hai perkenalkan namaku Muhammad Raja Suryawulan kalian bisa memanggilku dengan sebutan Raja. Aku pindah dari Jakarta ke Bogor karena perpindahan tugas papaku Aku harap kita semua bisa berteman dengan baik” itulah yang kuucapkan saat perkenalan di kelas baru yaitu kelas X IPA 1. “Baiklah Raja kamu bisa duduk di bangku ketiga paling kanan” ucap bu Ara wali kelasku. Kulihat di bangku yang kududuki kosong, mungkinkah aku duduk sendiri?.
Lima menit setelah pelajaran dimulai ada seorang gadis yang masuk, nafasnya tersendat sendat mungkin dia habis lari larian namun aku tidak begitu memperhatikan, aku hanya fokus pada tugas yang diberikan ibu Ara. Hingga tak kusadari gadis itu duduk disampingku.
“Raja! jadi anak baru yang kemarin bu Ara ceritakan itu ternyata kamu” ucap gadis itu. Lalu kuperhatikan gadis itu lekat lekat, hingga aku pun ingat kalau dia adalah gadis yang kemarin aku antar pulang. “Kamu yang kutemui kemarin kan? Kamu masih ingat aku?” “Aku tidak akan pernah melupakan orang sebaik dirimu Raja”. Entah mengapa jantungku berdetak lebih cepat saat mendengarnya. “Oiya kemarin aku belum sempat menanyakan namamu. Siapa namamu?” “Namaku Divya Kumar (dibaca: Divia Kumar)” “Kok namamu aneh sih?”
“Raja, Divya dari tadi kalian ngobrol terus mau ibu hukum” ucap bu Ara sedikit marah “Maaf bu” ucap aku dan Divya berbarengan dan diiringi oleh suara riuh anak kelas X IPA 1 yang mengatakan “Cieeee”
Sejak saat itu Aku dan Divya berteman baik bukan hanya dengan Divya saja sih tapi masih ada kok sahabatku yang lain seperti Arya si playboy paling terkenal dan Jaka yang terkenal telminya (telat mikir). Divya juga tidak selalu bersamaku ia juga punya sahabat yang lain seperti Chika alias musuh bebuyutanya Arya dan Ira si baik hati yang bersuara merdu. Tapi walau begitu Divya adalah satu satunya teman curhatku selain kak Dava. Kami sering sekali berbagi cerita wajar saja sih kalau aku curhatnya selalu sama Divya soalnya kalau sama Arya dan Jaka kan bikin kesel. Kalau Arya selalu menggangap lucu curhatanku sedangkan sama Jaka rasanya sia sia saja aku bicara panjang labar tapi ia nggak ngerti semua yang kuucapkan.
Divya pernah bercerita sedikit padaku tentang kisah hidupnya “Aku sebenarnya bukan orang Indonesia asli Raja. Ayahku asli orang Delhi (India) ia meninggal saat aku berumur lima tahun. Ia meniggalkan aku, Ibuku dan Amrita adiku yang masih dalam kandungan. Kalau ibuku sih asli Bandung aku juga lahir di Bandung. Untuk menafkahi aku dan Amrita ia berkerja sebagai pembantu rumah tangga di kota ini sejak aku berumur enam tahun. Majikannya juga punya anak yang berumur satu tahun lebih tua denganku loh dan anak itu sudah menggangapku dan Amrita seperti adiknya sendiri bahkan terkadang kami bertiga dibelikan barang yang sama oleh orangtuanya. Aku dan Amrita juga bisa sekolah karena mereka. Kau tau rumah yang bagai istana itu adalah rumahnya bukan rumahku namun aku selalu kesana karena membantu ibuku” ucap Divya panjang lebar.
“Pantas saja kamu cantik sekali ternyata kamu turunan India toh” “Raja ah ada ada saja” jawabnya senyum dengan muka yang memerah.
Entah menggapa saat bersama Divya rasanya nyaman sekali. Kalau tidak bertemu sehari saja rasanya ada yang kurang dari hariku itu. Mungkinkah aku jatuh cinta padanya?. Itu semualah yang selalu memenuhi pikiranku.
“Jadi lo suka sama Divya bro yang bener ah.” ucap Arya cengengesan saat mendengar curhatanku. “Jangan keras keras ngomongnya kalau Divya tau gimana” jawabku kesal. “Biarin. Kan kalau Divya tau hati kamu jadi lebih tenang kan” saat itu aku nggak langsung jawab tapi hanya menatap Arya dengan tatapan sinis. “Hahaha. Aduh Baginda Raja mau marah nih takut ah” “Lo bisa nggak sih ngertiin gue dikit, gue tuh ngomong serius, coba jangan lo anggap bercanda” ucapku ngegas. “Iya deh maaf, oiya FYI gue kenal sama Divya tuh sejak SMP, tapi nih ya selama gue kenal sama Divya baru kali ini gue liat dia deket sama cowok apalagi ia sampai cerita kisah hidupnya sama lo dia tuh nggak pernah sembarang curhat sama orang berarti itu tandanya ia tuh percaya sama lo. Parahnya nih ya diantara belasan cowok yang naksir sama dia cuma ada tiga cowok yang berhasil jadi pacarnya tapi dia tuh cuek banget sama tiap pacarnya itu gak perhatian kayak sama lo. Jujur aja, gue yang selalu berhasil dapetin cewek aja gak bisa naklukin hati Divya. Belasan kali gue deketin selalu dicuekin. Tapi anehnya kok dia bisa perhatian banget ya sama kamu.”
Kata kata dari Arya itu telah memenuhi pikiranku selama 3 hari ini. Hari ini aku tengah melamun sendiri di tempat favoritku yaitu halaman belakang rumahku dibawah pohon mangga tiba tiba seseorang menutup kedua mataku dengan tanganya aku sempat kaget dan marah.
“Kak Dava…! Bisa gak sih gak ganggu aku sehari aja” “Jadi kamu pikir aku ini kak Dava? Dasar Raja” ucap orang itu sambil tersenyum dengan sangat manis. “Divya kok kamu ada disini. Aku ini sebenarnya ngekhayal atau mimpi sih” “Kamu itu gak ngekhayal apalagi mimpi” ucapnya sambil mencubit pipiku dengan keras. “Aww sakit tau. Eh berarti nyata dong. Kamu kesini sama siapa? Kok tau rumah aku?” “Jadi aku tuh kesini sama Soniya dia tuh maksa banget nyuruh aku nemenin dia. Saat sampai sini aku liat foto kamu dan kakak kamu tertera besar di ruang tamu terus aku tanya deh ke kakak kamu kamu dimana ternyata kamu disini”.
“Oiya Raja kamu tadi kenapa sih kok aku pangil gak nyaut nyaut?” “Mikirin kamu” seperti biasa Divya tersenyum dengan pipi merah “Oooh jadi anak majikan kamu itu Soniya, kalau dia sih aku kenal. Dia sering kesini kakakku juga sering cerita tentang dia tapi kok dia gak pernah cerita tentang kamu ya” “Aku kan baru kenalan tadi dengan kakakmu” ucapnya.”By the way gelang yang kamu pakai bagus juga, tukar sama punyaku dong” “Buat kamu aja deh anggap aja hadiah persahabatan dariku” “Beneran nih. Makasih ya Raja. Pakein dong” “Udah minta pengen dipakein lagi. Becanda. Mana tanganmu sini aku pakein” “Makasih ya Raja. Oiya gelangku yang satu ini untuk Raja saja deh. Hari ini kita tuker gelang mungkin suatu hari nanti kita akan tuker cincin. Ups sorry ya Raja aku tadi salah ngomong” Rasanya jantungku mau copot mendengar ucapan Divya itu.
Cerpen Karangan: Kirana BFK Blog / Facebook: Kirana Beta Fratu Karimah