Mendung sore ini begitu sendu, aku tenggelam dalam lamunan rintik hujan. Merindu seseorang yang sudah tak ada di sampingku, teringat memori dimana aku dan kamu berlari untuk mencari tempat teduh.
Pecah lamunanku merindukan seseorang yang tak akan kembali di sisiku. Terdengar suara sapa dan tepuk dari belakang punggungku.
“Masih memikirkan dia?” Sapa sahabat Arian. “Enggak sih, hanya terpintas saja ingatan tentangnya,” Jawabku. “Jangan terlalu terpuruk dalam masa lalu yang sudah terlewat, sekarang saatnya mengubur baik-baik kenangan itu dengan membangun kenangan baru yang lebih menyenangkan,” “Iya bro, terkadang ego menghasutku untuk kembali padanya, namun logika menamparku agar aku bisa melupakannya dan menjauh,”
Arian berbalik badan dan memandangi ruang kantor dan mengatakan sesuatu yang benar-benar mengejutkan.
“Le, ada orang bijak pernah berkata padaku, seorang lelaki boleh menyerah untuk satu hal, namun harus bangkit dengan sesuatu yang lebih baik nantinya. Jadi kamu tak perlu khawatir akan masa lalu yang sudah terlewat,”
Aku terdiam setelah mendengarkan ucapan dari anak bodoh yang bahkan menurutku itu cukup bijak dan masuk akal. Secara tak sadar aku pun mengiyakan perkataannya.
Kunikmati tipis-tipis kopiku yang masih hangat, sedangkan Arian kembali ke mejanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Bersama air hujan yang mengalir di kaca, aku pun berencana untuk terus maju. Tekat sudah aku bulatkan, lupakan semua tentang dia yang belum tentu mengingatku. Fokus dan mengikuti logika yang memang seharusnya dari awal aku ikuti.
Jarum jam menunjukkan tepat pukul lima sore yang dimana waktu kami para pekerja untuk pulang, namun semua tertahan oleh hujan deras di luar jendela. Teman-teman ada yang memilih tinggal ada juga yang memaksa pulang walau hujan mengguyur bumi dengan begitu derasnya, bahkan Arian pun menegurku untuk pulang, namun aku hanya menggelengkan kepala.
Tempat duduk yang tepat di samping jendela membuatku nyaman dalam menikmati indah hujan senja itu.
“Lho, Mas Ale nggak pulang?” Tegur Elisa salah satu anak magang. “Eh Elis, iya nih tapi hujannya deres banget, apalagi jalanan arah ke rumahku juga rawan banjir, jadi nanti aja deh,” Jawabku sambil melihat hujan dan memainkan bulpoint di jariku.
Crankkkk… Crankkkk… Crankkkk… Aku terkejut, namun tak menggubris handphone yang berkali-kali berbunyi yang ternyata telepon dari Nadia, mantanku.
“Eh Mas, handphonenya bunyi tuh!” “Biarin aja, cuma alarm kok,” Tidak tahu kenapa, tiba-tiba mulut mengucap kata bohong pada Elis yang juga masih melajang sepertiku.
“Oalah, Mas… Aku mau tanya sesuatu ke Mas Ale, boleh?” “Iya, mau nanya apa El?” “Maaf dulu sebelumnya Mas, soalnya penasaran banget aku,” “Halah, pakai minta maaf segala loh. Udah tanya aja,” “Akhir-akhir ini, aku lihat kok sepertinya Mas Ale kayak lagi banyak masalah? Wajahnya terlihat kelipet-lipet gitu,” “Oh ya? Kelihatan banget yah?” “Iya Mas, banget,” “Hmmm… Oke sedikit cerita aja ya, tapi kayaknya satu kantor udah tau deh,” “Oalah, iya paham Mas, tapi kan udah lama banget itu, sudah setahun yang lalu toh kejadiannya, kata orang-orang sih Mas, aku kan belum magang waktu itu hehehe,” “Iya, tapi gak tahu kenapa malah akhir-akhir ini baru ngaruhnya di hati aku hehehe,” “Hmmmm… Cara move on paling gampang yah, harus dapet yang baru Mas hehehe,” Ucapnya sambil mengaduk kopi. “Hahaha iya sih, tapi siapa yang mau sama orang kayak aku El? Udah tua, kerjaan ya gini-gini aja plus gak ganteng pula kayak oppa oppa Korea hahaha, ” “Aku mau kok mas. Oooops,” Langsung menutup mulutnya dengan tangan. “Hah?”
Sontak sejenak hening dalam satu ruangan dan hanya suara rintikan hujan yang terdengar. Elis menahan mulutnya untuk tidak berkata sembrono, sedangkan Aku terkejut dengan omongannya Elis.
“Aduh maaf Mas, cuma canda kok hehehe,” Dengan wajah yang mulai memerah. “Beneran juga gakpapa loh El, santai aja kalau misalnya kamu masih single aku juga mau kok,” “Beneran Mas?” “Iya beneran, kalau masalah mau kenal lebih dalam, biar kita pelajari perlahan-lahan sambil jalan sebulan,” Jawabku tegas. “Terus kalau lebih sebulan, akunya terlanjur baper sama Mas, gimana?” “Iya bagus dong, tinggal ajak kamu nikah aja,” “Ringan banget ngajak nikahnya Mas, Mas Ale ini becanda aja,” Dengan muka memerah Elis berkata.
“Berdiri deh El,” “Hah? Kenapa Mas?” Elis berdiri. Aku pun memeluknya dan berkata “Aku serius kok, kalau kamu mau serius, bulan depan aku nikahin,”
Elis terdiam sejenak dalam pelukanku, mungkin karena dia gugup dan terkejut dari ucapan yang langsung keluar dari mulutku. Spontan aku pun mencium keningnya dan berkata “hati-hati kalau pulang ke rumah, apalagi jalanan hujan,”. Kemudian dia pun keluar ruangan dan pulang.
Entahlah apa yang barusan aku katakan dan aku lakukan, Elis dengan ekspresi wajah yang masih terkejut dan sedikit bingung keluar dari ruangan, melupakan kopinya dan berjalan pulang. Tiba-tiba aku teringat satu hal, kemudian aku mengejar Elis dengan cepat.
Puk.. Tepukku dari belakang ke pundak Elis, dia menoleh dengan wajah yang masih bingung.
“Hei, kamu masih bingung?” “Iya Mas, gak nyangka aja Mas Ale malah bilang gitu ke aku,” “Gak perlu memaksakan diri El, ayo aku antar pulang,” Ajakku sekalian kenalan lebih dalam. “Lho, saya sudah pesan ojek online Mas,” Ucapnya dengan nada melambat seakan belum percaya. “Ya udah gakpapa, nanti Aku yang bayar ojolnya,”
Tidak sampai lima menit, Pak Ojolnya datang. Aku menghampiri bapak itu dan memberikan uang lebih dari yang harusnya di bayar, aku juga menyuruhnya berangkat tanpa penumpang.
“Lho Mas?” Ucap Elis. “Yuk, sama abang ojek yang ini aja hehehe,”
Di sepanjang perjalanan dengan ditemani motor butut dan rintik-rintik gerimis yang langsung menabrak ke sekujur tubuh, tiba-tiba dia ingin diceritakan semua kisahku dengan mantanku. Aku menceritakannya dengan cukup detail tentang permasalahan pada waktu itu, kemudian tanpa aku menyuruh dia langsung memelukku.
Sontak aku terkejut dan dia berkata. “Tenang saja Mas, aku tidak akan melakukan hal buruk seperti itu ke Mas Ale. Aku juga bakal berusaha jadi pasangan yang baik buat Mas Ale,” “Ah iya, terima kasih El, semoga aja hubungan ini bisa baik kedepannya,” Jawabku dengan senyum bahagia.
Kami berdua menjalani hubungan dengan normal, bahkan banyak orang-orang kantor yang mengetahui hubunganku dengan Elis setelah itu.
Keesokan harinya. Saat aku makan berdua dengan sahabatku Arian, dia pun geleng-geleng kepala saat aku tiba-tiba jadian dengan Elis.
“Haha, permainan apa lagi yang kamu mainkan kali ini? Sampai temen-temen kantor tahu semua kayak gini lo?” Ucap Arian yang masih terheran. “Aku gak main-main loh ini, aku serius sama dia dan lagi ditahap saling kenal lebih dalam,” Jawabku. “Terus mau dikemanain si Nadia yang tiba-tiba mencarimu lagi, setelah ditinggal selingkuhannya? Hahaha gila… gila… Emang beneran gokil sahabatku ini,” Rangkulnya. “Gimana ya bro, saat denger ucapanmu pas hujan itu, aku kepikiran bahwa memang ini saat yang tepat untukku bangkit dengan kekuatan baru. Lagian kan aku juga tidak pernah membuka hatiku lagi ke dia, buktinya aku gak pernah mau diajak keluar kan!” Ucapku yang sambil menyalahkan rokok. “Oh iya juga ya, ya sudah langsung nikahin aja bree,” “Yah, nantilah,”
Setengah jam istirahat telah berlalu, Elis datang ke kantin dan duduk di depan kami berdua. “Eh El, sudah kelar kerjaannya?” Sapaku. “Iya Mas, capek banget… Programnya susah dijalankan,” Ucapnya cemberut sambil menempelkan pipinya ke Meja. “Heiii… Wanita hebatku, kalau kamu mau minta bantuan ngomong aja, nanti aku bantuin,” Ucapku sambil mengelus kepalanya. “Ah iya, Mas gak usah dibantu soal kerjaan,” Jawabnya tiba-tiba semangat. “Iya, terus?” “Nanti malam kan ada konser Sheila On 7, temenin aku ya!!!” Dengan memasang wajah imut Elis meminta. “Iya, nanti aku temenin, eh tapi aku belum punya tiketnya,” “Taraaaaa… Aku punya dua dong, kan Andin gak jadi ikut, jadi aku ajak Mas Ale aja,” Dengan sumringahnya dia menunjukkan tiketnya. “Waduuuh, aku cadangan dong hahaha,” Jawabku.
“Heeeee… Kelen berdua ini yah, haduh dasar pasangan bucin, padahal aku sudah beli dua buat kita hangout loh bro, ” Sambar Arian di sampingku. “Hmmmm jangan jeles dong Mas Arian, kan Mas Arian bisa ajak istrinya nonton konser juga, kita bisa ketemu disana, yeey,” Jawabnya penuh semangat. “Hahaha kalian kayak adek kakak yang rebutan permen ya,” Sahutku sambil menggelengkan kepala. “Enak aja, kan kamu punyaku ya Mas sekarang,” Ucapnya langsung menarik tanganku seperti anak kecil yang benar-benar rebutan permen. “Hadeh, iya deh ambil aja pria bangkotanmu ini, aku nanti ajak istriku aja. Huuuh jadi gak bisa minum-minuman beralkohol nih,” Ucap lesu Arian. “Hmmm nakal ya ternyata, nanti aku laporin ke istrinya loh,” Jawab Elis.
Hatiku menjadi sedikit berwarna dengan adanya mereka berdua disampingku. Kenangan kelam masa laluku perlahan-lahan mulai terkikis dengan kenangan baru bersama Elis yang periang.
Cerpen Karangan: Sahaq Alby Facebook: facebook.com/bhie.allbee