Pemandangan begitu indah menggugah rasa untukku merasakannya. Aku rasakan sejuk angin seraya sapa menyapa dan aku sentuh kening serasa sentuhnya. Di embusan napas aku merasakan cinta, Di setiap detak jantung merasakan yang seharusnya untuk terjadi. Di ujung mata terlihat adalah parasnya, sejauh mengkhayal, sejuta indah menimpa ragu walau menunggu adalah gelisah yang terasa.
Berharap semua akan terjadi seperti ingin yang selalu aku khayalkan dan ucapnya yang terjanjikan. Mencoba tegar dan membuang jauh rasa ragu karena keyakinan yang berkata dia akan datang di taman kota ini seperti janjinya. “Aku akan menemuimu di minggu pagi untuk menanyakan cinta karena aku ingin bunga merah darimu.”
Duduk dan sesekali memandangi bunga mawar yang aku pegang. Semerbak harumnya menguatkan bahwa bahagianya nanti bila tersembahkan. Intan, begitulah aku sebut namanya, wanita cantik yang aku kenal lewat fb(facebook). Hari ini kita sepakat untuk bertemu di taman kota ini untuk saling menanyakan kebenaran cinta yang telah diungkapkan lewat fb.
Memegangi wajah memastikan ini adalah penampilan terbaik dan tak ingin mengecewakannya karena aku terlanjur cinta. Jatuh cinta adalah perasaan yang kini aku rasakan dan hari ini adalah pertama kalinya akan bertatap muka. Ingin kusentuh keningnya dan mangatakan “I love you,” seperti yang selama ini aku katakan lewat fb.
Detik mengganti menit dan tak dapat dipungkiri jam pun berganti angka. Matahari yang berarak meninggalkan timur walau panasnya tak terasa karena awan pekat menyelimuti. Gerimis mulai turun dan mencoba menggoyahkan keyakinan.
“Hei,” sapa seorang wanita berjaket dan berhelem yang menghampiriku dan duduk di sebelahku. “Nunggu siapa Mas?” tanyanya. “Nunggu seseorang yang menginginkan bunga merah ini,” jawabku sambil menunjukkan bunga mawar. “Gerimis sudah turun dan sebentar lagi hujan akan menggantinya. Mahkota bunga itu akan jatuh dan terseret air hujan sebelum tersampaikan,” tanyanya. “Tidak. Aku takkan ingkar janji dan tak mungkin berpaling walau nantinya gerimis ini akan berubah hujan. Aku tetap bertahan di sini,” jawabku. “Tapi, apakah bunga itu tak kau suntingkan pada orang lain sebelum layu?” Tanyanya lagi. “Tidak. Aku terkesan pada parasnya dan itu membuat aku mencintai sepenuhnya karena susahku menjumpai seseorang selain dirinya. Walau pun selama ini kita hanya berinteraksi lewat fb tapi aku yakin itu adalah nyata dan dia akan datang menemuiku di sini,” jawabku. “Mas, bukannya fb hanyalah dunia maya yang belum tentu kebenarannya. Mengapa mas tidak berusaha menemuinya sebelum menyatakan cinta?” katanya. “Pertemuan akan menyisahkan penasaran dan penasaran itu akan menumbuhkan rasa rindu dan aku tak ingin merindu sebelum ada ikatan cinta. Aku mencintanya dalam ketulusan walau tak pernah bertatap muka dan yang terpenting aku harus berusaha merubah takdir seperti inginku. Sudahlah tak usah kamu mencoba meruntuhkan keyakinanku, lebih baik kamu tinggalkan tempat ini sebelum hujan turun!” “Aku salut kapada keteguhanmu, semoga Tuhan mempertemukan kita lagi jikalau cintamu itu tak sesuai takdirmu,” katanya dan setelah itu dia pergi meninggalkanku.
Rintik yang berganti dan hujanpun mulai turun, aku tetap bertahan dan duduk menunggu Intan sambil menyembunyikan bunga mawar di dalam jaket melindungi dari derasnya hujan. Sekitar sepertiga jam akhirnya hujan mulai reda dan meningglkan genangan-genanga air, begitu pula denganku yang merasakan dingin air hujan yang tersisa di tubuhku.
Teringat bunga dan mengeluarkannya dari dalam jaket. Layu, begitulah yang aku lihat dari warna yang mulai memudar dan sebagian mahkota terlepas terjatuh menyentuh tanah dan akupun mengambilnya. “Boleh aku mengambilnya,” kata wanita yang tadi. “Kamu, kenapa kembali lagi?” kataku. “Apakah kamu masih menunggunya?” Katanya sambil membuka jaket serta helemnya. Menatap, menyetuh dan memegangi wajahnya memastikan ini bukan mimpi dan Intanlah yang ada di hadapanku. “Intan, kamu?.” “Intan, aku Intanmu. Maafkan aku, aku hanya ingin tahu seberapa besar dan memastikan bahwa cintamu adalah ketulusan dan bukan main-main,” katanya sambil memelukku. “Kamu jahat membiarkan aku lama menunggu dan kedinginan seperti ini,” kataku dan setelah itu aku melepaskan pelukannya dan berlari mengambil bunga warna merah yang aku lihat di pojok taman kota dan mempersembahkannya. “Maafkan aku, bunga mawarnya telah layu dan rusak. Aku mohon terimalah bunga ini sebagai gantinya.” “Raka, bunga apapun itu hayalah umpama. Bunga itu sebenarnya telah ada dan mekar merakah seiring ketulusan cinta yang tumbuh di hatimu dan merah telah aku temukan dari keberanianmu melawan ragu dan tetap bertahan dengan satu cinta. Teruslah mencintaiku dengan ketulusan sampai saatnya nanti ada ikatan halal yang akan menjadikan bunga merah itu adalah takdir cinta untuk dapat aku miliki selamanya,” tegasnya.
Senyum, begitulah kita seolah betah saling menatap, ini adalah ungkapan dari bahagia yang menyatakan bahwasanya pertemuan tak akan meninggalkan rasa penasaran karena cinta ini adalah nyata dan kita berjanji untuk saling setia selamanya.
Cerpen Karangan: Benny Can Facebook: facebook.com/benny.can Benny Can (Benny Candra Adinata)