Cahaya matahari yang masuk lewat ventilasi menandakan hari telah pagi. Duta yang baru bangun terkejut melihat Adel sudah bangun dan menatapnya sambil tersenyum. Sontak Duta langsung berdiri, mengucek matanya, tak percaya.
“Lo udah sadar? Sejak kapan? Padahal dokter bilang butuh 2 hari lo baru sadar?” berderet pertanyaan dari Duta. “Ciee… Khawatir banget lo sama gue.” goda Adel sambil tersenyum menunjukkan rentetan gigi putihnya. “Makasih ya, Dut. Udah mau nganterin gue ke rumah sakit, terus jagain gue disini semaleman.” “Sama-sama, lagian gue kan temen lo! Masa iya gue ninggalin lo di cafe gitu aja. Ya nggak mungkinlah!” “Ciee… Perhatian banget lo sama gue.” goda Adel lagi. “Lebay lo, gitu doang mah biasa. Ya udah ayo pulang! Udah dapet izin dari dokter.” “Gendong..?” pinta Adel dengan wajah memelas. “Nggak mau! Lo berat. Ayo cepet!” setelah itu, Duta langsung keluar dari ruangan meninggalkan Adel sendiri. “Tungguin.. Duta!”
Sesampainya di kost-an Adel Adel keluar, berdiri di depan gerbang. “Istirahat, jangan lupa diminum obatnya!” perintah Duta. “Siaapp.. MUHAMMAD DUTA AL-AKHDIYAT!” penuh penekanan. “Ya udah sana masuk, ADELIA MAHARANI!” balas Duta. “Gue pamit dulu, bye.” lanjut Duta. Menyalakan mobil lalu Duta pergi, menghilang di kelokan jalan. “Kalo lo udah punya pasangan, pasti pasangan lo hidupnya bahagia.” ucap Adel lirih lalu bergegas masuk ke dalam karena awan gelap serta gemuruh tanda ingin hujan.
2 minggu kemudian, Adel yang sudah sehat kembali beraktivitas seperti biasanya. Duta juga sudah kembali kuliah lagi, disibukkan dengan banyaknya tugas dari dosen membuat Duta ingin berhenti kuliah tapi tanggung sudah setengah jalan. Lagian sudah jadi resikonya memilih jurusan sastra, itupun demi meraih impiannya.
Duta yang sedang asik main instagram, scroll beranda dari atas sampai bawah. Tiba-tiba ada seseorang yang meneleponnya. Sontak membuat Duta kesal, “Oh tuhan.. cobaan apalagi yang kau berikan pada hambamu ini!” karena terpaksa Duta langsung mengangkatnya.
“Halo, Duta. Lo lagi sibuk nggak?” “Banget!” “Sok sibuk lo. Btw, temenin gue nonton yuk!” “Harus banget ngajak gue ya? Emang cowok lo kemana?” “Katanya ada kerjaan di luar kota, temen-temen gue juga nggak ada yang bisa. Please.. ayo Dut! Ada lanjutan film favorit gue di bioskop.” “Nonton sendiri juga bisa kali.” “Nggak mau nanti dikira jomblo. Please.. Dut! Please… Mau ya?” “Maksa banget sih! Ya udah gue mau, tapi gue nggak mau kalo nungguin lo.” “Ok gampang itu mah. Makasih, Dut.”
Panggilan dimatikan oleh Adel. Duta masih sedikit kesal karena ajakan Adel yang sangat tiba-tiba. Tetapi, sebenarnya Duta juga senang bisa pergi nonton bareng Adel. Duta yang sudah berpakaian rapih, bergegas mengambil kunci mobilnya, lalu pergi menjemput Adel.
Saat tiba di bioskop, Adel pergi membeli minuman sedangkan Duta memesan tiket. Setelah itu, mereka berdua masuk ke studionya.
2 jam kemudian, film selesai. Adel keluar dengan wajah puas bisa menyaksikan film favoritnya yang pertama kali tayang di bioskop. Sedangkan Duta frustasi karena ia tidak paham bagaimana alur ceritanya tadi. Ketika mereka sedang berjalan menuju parkiran, tiba-tiba Adel berhenti sambil memegang perutnya. “Kenapa? Kok berhenti.” tanya Duta. “Gue laper..” jawab Adel cemberut. “Mau makan dulu?” tawar Duta. Adel mengangguk semangat. “Ya udah. Ayo!”
Ketika sampai di restoran dekat bioskop. “Kenapa lagi? Ayo! Katanya mau makan.” tanya Duta heran karena Adel tiba-tiba berhenti lagi. “Nggak jadi. Pulang aja yuk!” ajak Adel balik badan lalu pergi meninggalkan Duta. “Cewek mah gitu, hidupnya plin plan.” ucap Duta dalam hati. Mereka masuk ke mobil, lalu bergegas pulang.
7 hari kemudian Sudah satu minggu ini Duta tidak melihat Adel. Biasanya dia yang selalu muncul atau setelah pulang dia di depan gerbang menunggu Fildan menjemputnya. Sekarang batang hidungnya saja tidak terlihat. Aneh. Sebenarnya Duta juga khawatir dengannya karena dia bisa saja melakukan hal yang tak terduga. “Ah ya sudahlah. Itu hidupnya, nggak ada urusannya denganku.” gumam Duta padahal dia juga khawatir dengan keadaannya.
Beberapa jam kemudian Duta mendapat pesan, dia buka, ternyata dari Adel. “Duta, lo sibuk nggak? Kalo nggak, gue mau ketemu sama lo. Please.. datang ya! Gue mau ngomong penting sama lo. Nanti gue sharelock tempatnya. HARUS DATANG!!” pesan dari Adel. Duta bergegas pulang untuk ganti pakaian, lalu pergi ke tempat yang dijanjikan Adel.
Duta datang di taman dekat danau. Duta mencari keberadaan Adel, akhirnya ketemu, dia duduk dibawah pepohonan sambil memandangi senja Duta langsung menghampirinya.
“HAI, DEL!” seru Duta membuat Adel terkejut. “Issshh.. nggak usah ngagetin juga kali!” ucap Adel sambil memukul pelan Duta dengan ekspresi cemberut. “Maaf.. lagian kenapa ngelamun disini sih? Terus tadi lo mau ngomong apa?” Pertanyaan Duta membuat Adel terlihat sedih. “Gue putus sama Fildan.” ucap Adel datar. “Hah!! Kenapa? Bukannya hubungan lo selama ini baik-baik ya sama dia.” “Dia selingkuh. Pertama, pas kita abis nonton terus gue laper mau makan, kita pergi ke restoran, gue lihat dia sama cewek, positive thinking gue kira dia saudaranya. Kedua, gue lihat dia di cafe sama cewek itu lagi.” ucap Adel tanpa disadari dia meneteskan air mata, memeluk erat Duta lalu menangis sekuat-kuatnya di bahunya. Duta bingung tak bisa berkata apa-apa, dia hanya bisa membalas pelukan Adel.
Beberapa menit mereka berpelukan, Duta melepaskan pelukannya, mengusap air mata Adel. “Udah jangan nangis. Gue bakal nemenin lo, kalo lo pengen curhat, gue siap kok buat dengerin.” ucap Duta sambil menenangkan Adel. “Dah.. jangan nangis lagi!”
Hampir setengah jam mereka bincang-bincang, Adel mengajak Duta pulang, karena hari mulai malam. Duta mengantarkan Adel pulang, lalu pulang ke rumahnya.
Hari-hari berlalu, Adel sudah melupakan masa lalunya bersama Fildan. Sekarang Adel selalu bersama Duta. Mulai dari berangkat kuliah, pulang kuliah, ke cafe selalu bersama. Yang penting jangan ke kamar bareng. Bahaya! Mungkin sudah saatnya seseorang masuk ke kehidupan Adel. Duta ada di posisi teratas. Tetapi apakah Adel mau dengan Duta yang sudah dia anggap sebagai kakak dia sendiri.
“Adel, nanti sore gue jemput lo, gue mau ngomong penting sama lo.” pesan Duta buat Adel. “Semoga aja dia mau.” batin Duta. “OK” balas Adel singkat. Duta mempersiapkan diri untuk menyatakan cintanya ke Adel.
Duta menjemput Adel, membawanya ke sebuah tempat. 1 jam kemudian, sampai di tempat tujuan. “Ohh.. lo ngajak gue ke pantai.” Duta hanya mengangguk. “Ada lagi, sini ikut gue!” Duta menggaet tangan Adel, menuju tempat yang Duta maksud. Mereka berdua sudah ada di tepi pantai. Melihat keindahan sebuah mahakarya tuhan yang tak tertandingi. “Gimana?” tanya Duta. Adel terdiam dan tak berkedip melihat indahnya sunset sore ini. Duta memegang tangan Adel, membuat Adel menghadap ke arah Duta.
“Sebenarnya, gue takut perasaan gue ini, bakal merusak persahabatan kita. Tapi kalo gue nggak ungkapin, gue bakal menyesal seumur hidup.” ucap Duta ambigu. “Maksud lo apa sih?” tanya Adel. Duta melepas tangan Adel, mengalihkan pandangannya ke sunset. “Gue sayang sama lo, Del.” ucap Duta. “HAH!” kaget Adel. “Lo serius?” lanjutnya. ”Gue itu ibarat figuran di film favorit lo, gue selalu ada buat dia disaat pemeran utamanya tidak ada disana.” jelas Duta. “Dan selama ini, gue selalu ada buat lo. Jadi, mau nggak.. jadi teman hidup gue?” Adel mengangguk sembari berkata. “Iya, gue mau jadi teman hidup lo.” ucap Adel membuat Duta senang. Duta memeluk Adel. Adel menyandarkan kepalanya pada bahu Duta dan mereka memandangi sunset bersama.
Cerpen Karangan: Sella Andre Fateha Blog: andrefateha.blogspot.com IG: @_andresf11