“Aku memandang Pak Tony lagi dan berdebar lagi, kuulangi lagi dan lagi tapi anehnya aku masih saja berdebar kencang. Apa ini? Apa aku sedang jatuh cinta pada guruku sendiri?” tanya gadis SMA yang bernama Tania itu pada dirinya sendiri. “Ah tidak mungkin…. tidak mungkin…. mungkin aku hanya kagum saja dengan beliau atau bisa jadi aku terlalu memikirkan perkataan teman-teman bahwa Pak Tony menyukaiku,” kata Tania pada diri sendiri.
Ya, sedari tadi Tania tak bisa fokus mendengarkan Pak Tony yang sedang menerangkan perihal Matematika. Guru muda berusia 24 tahun itu memang jadi idola bagi para gadis di sekolahnya. Sebelum mengajar di sekolah, Tania memang sudah mengenal Pak Tony sebagai guru les privatnya. Walaupun sudah lama tak mengajar Tania lagi di rumahnya karena sudah mempunyai pekerjaan, Pak Tony masih tetap sering berkunjung ke rumah Tania untuk bersilaturahmi, kadang juga memberi masukan membangun untuk Tania. Ya, dia sudah seperti keluarga sendiri, seperti Kakak yang selalu perhatian pada Tania dan perhatiannya itu yang membuat orang-orang di sekiar Tania menjadi berasumsi bahwa Pak Tony menyukainya karena Pak Tony memang bukan tipikal orang yang perhatian lebih pada semua orang.
Waktu pulang sekolah akhirnya tiba. Pak Tony memanggil Tania sebelum dia keluar dari kelas bersama yang lainnya. “Tania,” panggil Pak Tony setengah berteriak. Tania mendekat dengan alis yang terangkat ke atas. “Iya ada apa Pak?” “Mau pulang bareng Bapak sekalian? Mamah kamu kalau hari senin bukannya sering gak bisa jemput?” “Em..ah… Kok Pak Tony tahu kalo Mamah memang sering gak jemput hari senin?” tanya Tania tak bisa menutupi kegugupannya. Pak Tony hanya menjawab dengan senyuman. “Ayo bareng Bapak sekalian.” Pak Tony berjalan begitu saja tanpa menunggu respon dari Tania. Merekapun duduk bersebelahan di dalam mobil berwarna hitam.
“Pak Tony kapan Nikah?” tanya Tania tiba-tiba. “Loh kamu itu kok tiba-tiba tanya Nikah sih,” kata Pak Tony setelah menyelesaikan tawanya. “Kan Tania bisa siap-siap nabung dulu buat ngasih kado Pak Tony,” kata Tania membuat alasan logis. “Bapak pacar aja gak punya kok.” “Loh masa sih Pak? Kalo seseorang yang disukai pasti ada lah…” Tania mencoba memancing gurunya itu untuk mendapat jawaban yang selama ini membuatnya penasaran. “Ada.” Senyum Pak Tony di akhir ucapannya. Hati Tania berdegup kencang mendengar penyataan itu. “Si.. si apa Pak?” Tania menatap gurunya itu, menuntut jawaban. “Rahasia,” jawab Pak Tony setengah berbisik lalu tawanya meledak.
“Tania kenal sama orang itu?” tanya Tania serius. “Iya. Deket malah sama kamu,” jawab Pak Tony yang membuat Tania semakin penasaran. “Temen sekolah aku?” “Bukan.” “Pak Tony kan gak kenal temenku di rumah,” fikir Tania “Aku gak bilang temen kamu,” kata Pak Tony menggoda Tania. “Bu guru?” “Bukan.” “Lha terus siapa kalo temen Tania bukan, Bu guru juga bukan!” “Ya adalah pokonya, ini Pak Tony lagi mencoba deketin dia. Pak Tony takut aja dia nolak karena masalah perbedaan umur, doakan saja bapak diterima nanti.” Pak Tony tersenyum memandang Tania. “Perbedaan umur dan aku kenal sama orang itu? Apa mungkin yang difikirkan teman-teman benar bahwa Pak Tony menyukaiku? Aku harus bagaimana ini?” batin Tania.
“Sebentar lagi kan valentine Pak, ucapin aja langsung ke dia. Setahu Tania orang-orang yang Tania kenal suka kok sama hal romantis.” Pancing Tania. “Em… ide yang bagus tuh, Ya… Bapak akan mengungkapkannya di valentine mendatang.”
Hari Valentine pun tiba, pas sekali jatuh pada hari Minggu. Tania berdandan sedari pagi berharap Pak Tony datang ke rumahnya. Mamahnya heran dengan sikap Tania yang tak biasa ini. Ya, biasanya di hari libur jangankan berdandan, Tania mandi saja Mamahnya sudah bersyukur.
“Mamah mau ke Makam Papah hari ini, kamu mau ikut?” tanya Mamahnya pada putri semata wayangnya itu. “Tania mau di rumah aja seharian ini, Mamah romantis banget tiap hari Valentine selalu inget Papah,” kata Tania senyum-senyum sendiri. Mereka memang sudah ditinggal Papahnya lama. Saat Tania masih duduk di bangku SD dan sampai sekarang Mamahnya belum pernah membicarakan tentang Papah baru kepada Tania. “Iya dong Mamah gitu loh, tumben gak pergi kamu udah mandi, rapi, cantik kayak gitu?” “Nanti kenalan Tania ada yang mau dateng katanya,” jawab Tania seadanya. “Siapa? Cowok? Jam berapa? Cie … Anak Mamah udah ngerti cinta-cintaan sekarang.” Tania malu dengan ucapan Mamahnya itu. “Em … Belum tahu jam berapa, bisa aja sore datangnya. Baru kali ini Tania suka sama cowok Mah, Mamah tahu sendiri Tania gak pernah mikirin cinta-cintaan,” jawab Tania jujur. “Cowoknya kayak gimana sih bisa buat anak mamah ini jatuh cinta pertama kalinya?” tanya Sang Mamah penasaran. “Yang pasti Mamah pasti suka. Kalo dia beneran nembak Tania hari ini. Tania bakal cerita sama Mamah deh.” Tania senyum-senyum sendiri layaknya orang yang dimabuk cinta. “Ya udah deh, Mamah pulangnya malam aja nanti, Nanti kalo dia datangnya sore ada Mamah malah gak leluasa, jadi Mamah nanti mampir dulu ke rumah Nenek sama Kakek kamu, biar kamu puas ngobrolnya,” kata Mamanya dengan senyum lebar. “Makasih pengertiannya Mamahku sayang.” Tania memeluk Sang Mamah. Merekapun saling tertawa mengakhiri perbincangan di pagi itu.
Setelah Mamahnya pergi, Tania pun menunggu dengan penuh harap dan khawatir. Akankah Pak Tony benar-benar akan datang menemuinya atau yang dirasakannya selama ini ternyata hanya cinta yang bertepuk sebelah tangan? Semakin lama menunggu semakin resah hatinya. Setiap jam yang terlewat seperti menggugurkan harapannya. Akhirnya saat matahari mulai terbenam, suara mobilpun terdengar dan dia langsung bergegas mengintip dari jendela kamarnya. Betapa bahagianya Tania mendapati orang yang dinantinya sedari tadi turun dari mobil tersebut. Pak Tony memakai kaos putih polos dan celana levis hitam dengan membawa sebuket bunga, coklat dan boneka seukuran tangan. Sungguh dia terlihat mempesona sekali.
Dia berjalan menuju rumah Tania, di setiap langkahnya menginjak tanah di setiap itu pula degupan di hati Tania semakin kencang. Tania tersadar mendengar ketukan di pintu rumahnya. Tania melihat kaca dan merapikan diri sebelum membuka pintu. Pak Tony seperti terkejut melihat Tania yang telah berdandan tak seperti biasanya.
“Tumben kamu dandan,” kata Pak Tony langsung tanpa memberi kesempatan Tania yang sudah membuka mulut. “Hehe … Lagi pengen tampil beda aja Pak,” jawab Tania malu-malu. “Oh begitu … Ya, lebih bagus kamu sering-sering dandan cantik seperti ini,” kata Pak Tony dengan senyuman ramahnya. “Iya, Pak Tony ada urusan apa ya kemari?” tanya Tania pura-pura bodoh. “Mamah kamu ada?” Pak Tony terlihat gugup. Tania mengangkat kedua alisnya. “Ada urusan apa nyari Mamah?” tanya Tania bingung. “Apa dia gak pengen ketahuan Mamah kalo mau nembak aku?” batin Tania. “Kan ini Valentine. Kamu bilang aku sebaiknya mengungkapkan perasaan saat Valentine,” kata Pak Tony penuh maksud dibalik kata-katanya. “Iya makanya kenapa nyari Mam …” Tania berhenti tanpa menyelesaikan ucapannya. Dia tersadar dengan maksud dari perkataan Pak Tony. Tania mengenalnya dan perbedaan umur, jangan-jangan Pak Tony menyukai Mamahnya? Tania terkejut dengan jawaban dari pemikirannya.
“Iya benar, Bapak suka sama Mamah kamu.” Mata Tania seakan ingin melompat. Pak Tony seperti bisa membaca isi fikiran Tania. “Jadi selama ini perhatian Pak Tony adalah perhatian Ayah kepada Anaknya bukan perhatian laki-laki kepada perempuan?” batin Tania setengah tak percaya.
“Mamah kamu sekarang dimana?” Tania masih mematung, dia masih mencerna perkataan Gurunya tadi. “Tan ….” Pak Tony mencoba membangungkan Tania dari lamunannya. Tania menatap Pak Tony dengan wajah datar. “Gak masuk akal banget Pak Tony suka sama Mamah. Usia kalian beda 13 tahun loh Pak!” seru Tania dengan wajah merah. “Kamu akan mengerti saat dewasa nanti, saat kamu sudah jatuh cinta. Bahwa cinta datang tanpa alasan bahkan tanpa kita sadar untuk memilih, cinta sudah ada.” Tania tersenyum lara matanya mulai merah. “Mamah pergi, pulangnya nanti agak malam,” kata Tania cepat tanpa menatap Gurunya sama sekali. “Oh gitu, Ya udah nanti Bapak balik lagi. Makasih ya infonya.” Pak Tony beranjak pergi setelah memperlihatkan senyumannya.
“Tunggu Pak,” tahan Tania dengan suara serak. “Iya?” Pak Tony berbalik dengan alis terangkat. “Tania suka sama Bapak dan Pak Tony adalah cinta pertama Tania.” Tania menutup pintu begitu saja setelah berucap, meninggalkan Gurunya yang kini mematung karena terkejut dan bingung harus bagaimana kemudian.
Cerpen Karangan: Desy Puspitasari Blog / Facebook: DesyPuspitasari