Masih terbayang olehku, hari dimana kita masih saling menggenggam tangan dengan erat… hari dimana kau dan aku menjadi kita… hari dimana terciptanya mimpi-mimpi indah… kita yang saat itu adalah kau dan aku… Hari itu hari yang indah, cuaca yang cerah, langit yang biru dihiasi oleh awan-awan putih seperti kapas. Aku duduk terdiam membaca novel kesukaanku ‘Lupus Kecil’ halaman demi halaman kubaca, raut wajah serius menahan tawa mulai terlihat sehingga akhirnya telepas bebas…
“Hahahaha!” seruku sambil terkekeh membaca buku. “Lucu banget kan?” tanya teman seangkatan denganku. “Bener Yas! Ceritanya lucu banget, ampe sakit perut nahan ketawa!” seruku lagi. “Makanya, kalo baca novel itu dihayati dong, Fan!” tegas Yasni. “Oh ya? Oke deh! Tapi jangan sampai aku juga bakalan jadi nangis kayak kamu kalo baca novel!” aku tekekeh begitu pun Yasni.
Tap… tap… tap! Suara langkahan kaki terdengar jelas di telinga. Tap! Langkah terakhir tepat berada di depanku… aku yang sedang duduk mendongak menghadap akan kedatangannya. Yasni yang sebelumnya duduk di sebelahku secepat mungkin beranjak meninggalkanku berdua dengannya.
“Yasni!” teriakku memanggilnya, namun hanya dibalas dengan tatapan punggunggnya yang semakin menghilang. Aku berusaha mengejarnya namun langkahku ditahan olehnya. “Fany… Aku mau ngomong sama kamu.” Ucap seorang Pria yang sedang menggenggam tanganku. “Hah? Ngomong? Ngo..ngomong apa? Bicara aja.” Ucapku terbata-bata menahan malu dan gugup. “Kamu… aku… Kamu mau gak jadi pacarku?” ucapnya mencoba tenang namun masih terlihat jelas dia sedang gugup. ‘Deg, deg, deg’ seketika jantungku berdebar lebih kencang dari biasanya. Oh tidak, mungkinkah ini mimpi? Lelaki yang selama ini aku idam-idamkan… yang selama ini aku impi-impikan dalam mimpiku kini… menyatakan perasaannya kepadaku? aku.. aku merasa sangat beruntung! Wandy! Love you! “Y.. Ya” jawabku singat “Beneran?” tanyanya lagi. “Iya… aku mau kok jadi pacar kamu!” tegasku lagi…
Seketika aku dikejutkan oleh teman-teman dari belakang seraya memberikan ucapan selamat… mendoakan agar kami tetap bersama… aku hanya tersenyum lebar dengan pipi cubbyku yang mulai memerah menahan malu. “Imuut…!!” Ucap Yasni yang segera mencubit pipiku dengan gemes. “Aww! Yas sakiit…” ucapku cemberut. “Hahaha! Maaf ya Marmut!” ucap Yasni sambil tertawa lepas.
Beberapa saat setelah aku dan teman-temanku berbincang-bincang tentang aku yang telah melepas status jombloku, mereka tertawa lepas termasuk ‘dia’ yang sejak dari awal menatapku dengan senyumannya yang sangaat maniss…
‘Kriiinggg’ suara bel yang berbunyi bertanda masuk, pelajaran akan segara dimulai… teman temanku segera beranjak untuk memasuku kelas, begitu pun aku yang segera mengambil novelku dan melangkah… ‘Tap tap tap, tuk!’ langkahku terhenti seketika. Dia menggenggam tanganku lagi. Aku berbalik dan menatapnya heran. “Ada apa?” tanyaku penasaran “Nanti malam kamu ada acara gak?” tanyanya sambil tesenyum “Kayaknya gak deh, kan soalnya malam ini kita takbiran kan? Aku kayaknya bakalan di rumah aja, soalnya malas keluar! Gak ada temen.” Jawabku jujur. “Kalo gitu aku bakalan ajak kamu jalan, di malam pertama jadian kita” ucapnya dengan senyuman tulus. Aku membalasnya dengan senyuman manis. “I… iya, aku tunggu” jawabku malu-malu. Aku segera beranjak menuju ke kelas…
Malam itu pun tiba… aku berada tepat di belakangnya, merasakan aroma harum yang membuatku nyaman. Hembusan angin menerpa rambut panjangku yang digerai. Menggunakan motor beat sederhana. Tetapi, aku suka… cetusku dalam hati beteriak ‘Yaa ampuun! Kamu wangi banget sih! Malam ini rasanya ketemu pangeran!’ tanpa sadar aku memeluknya dari belakang.
‘Deg deg deeg!’ jantungnya terasa berdegup kencang di setiap detik aku menyentuh dadanya yang kekar. Aku hanya nyengir dan merasakan kenyamanan. “Ada konser ya di dalam?” tanyaku menggodanya. “Hahaha… Udah lah, jadi makin kenceng deh.” Ucapnya menahan malu… aku hanya tetawa dan kembali terhanyut dalam kenyamananku lagi.
Hari demi hari kami lalui dengan sedikit demi sedikit rasa betambah akan bumbu-bumbu cinta yang semakin tebal… berpegangan tangan yang erat… panggilan sayang selalu menghiasi kata-kata. Kecupan selamat tinggal di pipi dan kening terhias. Curhatan dari semua masalah selalu diberi pelukan hangat… rasa takut akan kehilangan pun telah terukir jelas karena akan adanya rasa cemburu… dan kini telah 1 tahun 3 bulan hubungan antara kami bertahan. Konflik dan konflik seiring berjalannya waktu terus singgah sebentar. Tapi kali ini… Konflik di antara kami semakin menebal… aku hanya bisa menangis takut akan kehilangan.
“Sudahlah, kalo dia jodohmu dia pasti bakalan balik lagi!” tegas Yasni menghiburku. “Iya! Kayaknya aku udah mulai muak liat dia! Ikan di laut masih banyak Fan!” tegas Nani sambil menahan amarahnya. “Itu dia yang aku gak mau… hiks hiks… aku gak mau dia pegi!” aku mengeras dan berusaha untuk berbicara. Namun tangisan tak bisa tehenti. Seperti sungai yang selalu mengalir deras. “sudahlah!” ucap mereka lagi.
Keesokan harinya, aku pergi menemui Dinda adik sepupuku. Kulihat ia sedang berbincang sambil tertawa lepas dengan seorang pria yang tak asing lagi bagiku. langkah demi langkahku bejalan mendekati Dinda, dalam hati aku behaap bahwa itu bukanlah dia yang selalu kutangiskan! “Hahaha! Iya, aku suka banget sama warna pink! Mungkin karna warna itu untuk cewek!” tawa Dinda yang kesenangan bercerita dengan pria itu. “Hahaha iya, mayoritas warna dominan buat cewek itu pink kayak warna kesukaannya adek!” ucap pria itu. Aku semakin mendengar suaranya. ‘Gak mungkin! Dia gak mungkin Dia! Dia gak bakalan ninggalin aku!’ aku mengurungkan niat untuk menemui Dinda. Dan lebih memilih untuk kembali ke rumah beristirahat untuk menenangkan diri.
Keesokan harinya, aku pegi ke tempat dimana tempat yang sepi untuk menenangkan diri… subuah gedung olahraga yang tertutup. ‘Tennis For All’ aku duduk di subuah bangku. Ya hanya aku sendiri… temenung, menangis, bernyanyi dan melampiaskan semua sendiri… ‘Mungkin aku akan kembali bahagia’ Ucapku dalam hati dengan suara semangat, untuk menyemangati hati yang telah kusam ini.
Telah habis 2 jam waktuku untuk sendiri… merilekskan fikiran dan mengemasi barang-barang untuk kembali pulang… ‘Tap tap tap’ suara langkahku terdengan dalam ruangan berwana biru, tepatnya ruang pengganti pakaian peserta lomba di gedung ini. ‘Duk!’ suara detuman terdengar nyaring di telingaku. aku melangkah ke seluruh ruangan yang ada. ‘Tap tap tap’ aku melangkah masuk dalam sebuah ruangan ganti pakaian dengan loker warna merah. Sesampainya di sana kulihat Dinda… Wandy… mereka! Tidak! Tidak mungkin! Tuhaann… ini menyakitkan! Wandy! Jangan lakukan itu! Kau menciumnya! Kalian… berciuman!
“Brak!” seketika bang-barangku tejatuh dari genggamanku. tubuhku mulai lemas, tak berdaya melihat semua ini. “Ma…Maafkan aku!” ucapku meneteskan air mata dan segera mengambil barang-barangku yang jatuh. “Fany…” terdengar suara yang lirih, suara lembut yang biasa aku dengarkan kini terasa begitu menyakitkan!. Aku melihatnya dengan senyuman yang dihiasi air mata. Dan berbalik melangkah meninggalkan mereka. “Kak Fany!” teriak Dinda, namun aku tak menghiraukan himbauan mereka.
Aku berjalan sempoyongan sambil menangis yang tiada hentinya mengalir. Langkah demi langkah menjauh dan sampai akhirnya di lapangan tenis kembali… ‘Bruk!’ aku terduduk di lapangan. Memeluk lutut dan menatap langit. Menangis sepuas yang aku bisa… “Hiks hiks hiks… kenapa… kenapa ini sakit sekali… tuhaann… ini sungguh menyakitkan!” teriakku sekuat mungkin “Huaaaa!!! Kenapa ini terjadi!? Aku tidak sanggup! Hiks hiks hiks…”
‘Tap!’ suara langkah yang tepat sudah di sampingku menunduk. Namun aku tidak mempedulikannya lagi… aku terhanyut dalam tangisku yang kian melimpah ruah. Seakan duri yang menusuk hatiku… seakan silet yang menyayat hatiku ini! Sakit sekali…
‘Bruk!’ kehangatan ini… kehangatan yang selalu dia beri, sekarang kau memelukku? Setelah semua yang kau lakukan? Aku ini apa? Sedikit demi sedikit aku melihatnya yang terpejam memelukku. Dan aku terus menangis berusaha melepaskan pelukannya.
‘Buk!’ ia terhempas ke tanah. Aku berdiri dan melangkah cepat sesekali mengusap mataku yang basah. Aku berada di luar gedung, berlai menuju motorku yang terparkir tepat di sebelah gedung. ‘Tap tap tap!’ suara langkah yang kian medekat dengan cepat. ‘Bruuummm!!!!’ aku menjauh… sangaaat jauh, sekencang mungkin aku membawa motoku dengan kecepatan 80 Km/jam.
“Kak Finaa!!!” terdengar suara dari kejauhan. “Fiiinnn!!!” aku tak mempedulikannya lagi. Aku terus melaju dengan kecepatan yang aku tak sadari akan bahaya apa yang akan terjadi pada kunanti. Yang aku tahu… aku sedang menahan sakit. ‘Tin tiiiinnnn!!!!’ ‘Brak!’ ‘Bruk!’ ‘krak!!’ Sebuah mobil mewah berwana merah beada tepat di depanku. aku yang sebelumnya beada di atas motorku kini tergeletak di jalan, terguling-guling di atas mobil merah itu dan jatuh tepat di atas aspal. Pemandanganku kian semakin hitam… aku tak yakin akan bisa betahan lama…
‘criittt!’ suara cakram rem motor terdengar jelas di telingaku dengan pemandangan yang kian gelap. “Fanii!!!” teriakan suara panggilan akan penyesalan terdengar jelas di telingaku, tapi sayang… pemandanganku, kini telah gelap…
Saat aku membuka mataku, tanpa sadar aku sudah berada di Rumah Sakit. Berbagai peralatan medis dipasangkan ke tubuhku… sakit… sakit sekali… Wandy datang mendekatiku, menggenggam tanganku dan sesekali mengecupnya. Aku tersenyum menatapnya dan menangis. Ia pun juga menangis. Mengusap kepalaku yang dipasangkan perban.
“Kau kurus sekali sayang… sudah 3 minggu kau tak sadarkan diri…” ucapnya kirih menahan tangis. “Tak apa, umurku takkan lama lagi.” Ucapku lirih dan meneteskan air mata seraya tersenyum tulus, sangat tulus. Ia menangis sambil memelukku. “Maafkan aku! Aku sayang kamu!” ucapnya lagi. “Tolong jaga dia, aku juga sayang kamu” senyumku dan berusaha mengelus pipi tirusnya. Kian pemandanganku telah pudar… memudar… dan hitam… maaf aku harus pergi dan meninggalkanmu dangannya.
“Semoga kau senang dan bahagia, aku akan selalu di hatimu…” bisik terakhirku dan pergi untuk selamanya…
Cerpen Karangan: Safitri Octavia Blog / Facebook: Safitri Octavia