Malam semakin larut. Suasana semakin sepi ditelan malam yang gelap dan dingin. Di kamarnya, Andi terbaring dengan gelisahnya. Tiada lain yang ada di pikirannya, kecuali gadis yang tadi sore dijumpainya. Diana. Ya, hanya nama itulah yang saat ini meracuni pikiran Andi, sehingga sampai malam selarut ini Andi sekejapun tidak mampu memejamkan matanya. Ya, betapa Andi masih terbayang wajah Diana yang menurutnya sangat cantik itu.
Tadi sore, waktu Andi latihan band di studio musik, Bram datang dengan tiba-tiba. Cowok itulah yang mengenalkan Diana pada Andi dan kawan-kawannya, personil Jenamu band. Rencananya, Diana akan masuk di band itu sebagai gitaris, menggantikan Aryo yang belum lama ini keluar dari Jenamu band karena ada masalah yang tidak bisa teratasi. “Meskipun cewek, tapi Diana sangat pandai bermain guitar, sob. Nggak kalah sama Aryo yang sombong itu.” Ucap Bram sore itu, saat mengenalkan Diana pada semua personil Jenamu band. Dan setelah diuji, memang Diana begitu pandai bermain guitar, sehingga anak-anak Jenamu band memutuskan untuk menerima Diana sebagai gitaris di band itu. Dengan hadirnya Diana bersama mereka, maka hanya Diana satu-satunya anggota band itu yang cewek. Sedangkan anak-anak yang lain semuanya cowok yaitu: Andi di vokalis, Rian bertugas menggebuk drum, Dimas membetot bass, dan Doni bermain keyboard. Mereka semua senang menyambut kehadiran Diana di tengah-tengah perjuangan mereka didalam bermusik. Tanpa terkecuali Andi, vokalis Jenamu band.
Sampai hampir dini hari cowok itu tidak dapat tidur karena memikirkan Diana. “Dia personil baru di band aku, aku mempunyai kesempatan yang banyak untuk mendekatinya.” Ucap Andi dalam hati. Andi mencoba menenangkan pikirannya, sehingga tidak lama kemudian cowok itu dapat memejamkan matanya dan membawa Diana ke dalam mimpinya yang indah.
Semakin hari, semakin sering Andi dan Diana bertemu diwaktu latihan, rupanya rasa cinta Andi terhadap Diana tumbuh semakin subur. Begitupun Diana, yang rupanya juga menyimpan perasaan terhadap Andi. Meskipun mereka belum sempat mengungkapkan perasaan mereka masing-masing, namun mereka dapat saling mengerti isi hati masing-masing melalui sorot mata yang memancarkan sejuta pesona cinta. Dianapun selalu menanti Andi mengungkapkan perasaannya, karena Diana begitu yakin, bahwa Andi juga mencintainya. Andipun menantikan waktu yang tepat, untuk mengungkapkan perasaannya terhadap Diana.
Namun yang sungguh menyiksa perasaan Andi saat sore itu sebelum mereka latihan, Dimas mengajak Andi untuk berbicara 4 mata. “Aku tunggu kamu di kantin, Bro, ada yang mau aku omongin nih.” Ucap Dimas sore itu sambil cengar cengir malu. “Emangnya ada Apa, Dim?” Tanya Andi penasaran. “Ah, tunggu saja nanti, ada yang mau aku omongin, makannya datang nanti setelah latihan, di kantin biasa kita nongkrong. Tapi jangan membawa teman ya, aku cuma pengin ngomong berdua sama kamu.” Jawab Dimas, lalu cowok itu ngeloyor pergi ke dalam studio musik.
Sore itu, setelah Jenamu band selesai latihan, Andi memenuhi panggilan Dimas, yaitu ke kantin studio untuk menemui Dimas di sana. Ternyata suasana kantin sangat ramai sore itu, sehingga Dimas memutuskan mengajak Andi bicara di tempat lain, yang suasananya sepi. Ternyata Dimas mengajak Andi ke taman di belakang studio.
“Ada yang pengin aku omongin sama kamu, An.” Ucap Dimas mulai membuka suara. “Sebenarnya apa yang pengin kamu omongin si Dim? Bikin penasaran aja deh.” Ucap Andi nggak sabar. “Langsung aja deh, An. Kamu kan deket sama gitaris kita.” “Maksud kamu, Diana?” Tanya Andi memotong perkataan Dimas. “Iya, selama ini kamu kan deket sama dia, aku pengin minta tolong sama kamu, An.” Ucap Dimas. “Iya, aku tolong kamu selama aku mampu menolongmu, Dim” Jawab Andi. “Aku suka sama Diana, An. Tapi aku nggak mempunyai keberanian buat mengutarakan perasaanku. Jika kamu berkenan, tolong An, sampaikan perasaanku kepadanya.” Ucapan Dimas laksana badai yang melanda hati Andi hingga hancur berantakan. Diana, cewek yang selama ini dicintai dan selalu menghiasi mimpi-mimpi Andi, ternyata Dimas, sahabat yang selama ini satu perjuangan dalam bermusik, juga memendam cinta pada gadis yang sama. “Aku akan menuruti permintaanmu, Dim.” Ucap Andi dengan gemetar. “Jadi maksud kamu, kamu bisa menolong aku, An?” Tanya Dimas sambil tersenyum cerah. Andi hanya mengangguk menjawab pertanyaan Dimas. “Terimakasih, An, terimakasih.” Ucap Dimas sambil memeluk Andi dengan erat.
Ya, Andi memang berniat menolong Dimas, yaitu mengungkapkan perasaannya pada Diana. Tapi yang membuat Andi semakin Terluka, Andi tidak mengungkapkan perasaannya sendiri, melainkan perasaan Dimas pada Diana. Namun Andi juga dalam hati mengucapkan syukur, karena Andi belum sempatp mengutarakan perasaannya sendiri terhadap Diana. Demi persahabatannya dengan Dimas, Andi merelakan perasaannya terluka. Biarlah Dimas membahagiakan Diana, asalkan persahabatan Andi dengan Dimas utuh, tanpa tergoyahkan oleh apapun.
Malam Minggu yang cerah, beribu bintang menghiasi langit yang megah, cahaya bulanpun tersenyum dengan indahnya. Malam itu, Diana masih sibuk merias diri di depan kaca. Hatinya terasa berdebar tak menentu, angan-angannya terbang tinggi seakan ingin menggapai bintang di angkasaraya.
Ya, betapa hati Diana nggak berbunga-bunga malam itu. Andi, seorang cowok yang selama ini menemani harinya, mengisi setiap hayalnya, menjadi bunga yang indah dalam tidurnya, di malam Minggu yang indah ini dia mengajak jalan untuk yang pertamakalinya.
Diana sudah membayangkan, apa yang akan di katakan Andi nanti. Memang, Diana sudah lama menantikan saat-saat itu, saat-saat dimana Andi mengungkapkan perasaan cinta terhadapnya. Diana sudah sangat mengerti, apa yang selama ini di rasakan Andi, dan Dianapun yakin, bahwa Andipun mengerti apa yang selama ini ada di dalam hati Diana.
Namun sebagai seorang gadis, tak mungkin jika Diana yang memulai. Tapi malam ini, Diana yakin, semuanya akan terjawab. Andi akan mengungkapkan segala perasaan yang selama ini terpendam, dan Dianapun akan dengan senantiasa menyambut cinta Andi yang selama ini memang semakin mekar di hatinya.
Pukul 7 malam, Andi tiba di rumah Diana dengan penampilan yang keren. Hati Andi berdebar tak menentu dikala melihat Diana keluar dari kamarnya. Senyuman gadis itu merekah menyambut kedatangan Andi. Mereka saling bertatapan sejenak.
“Kalian mau main ke mana, nak?” Ucapan Papahnya Diana mengejutkan sepasang manusia yang lagi saling mengagumi itu. “Eh, Diana mau izin main sama Andi, Pah.” Jawab Diana sambil tersenyum manis sama Papahhnya. “Iya Om, saya mau minta izin untuk mengajak Diana main. Itupun kalau Om dan Tante mengizinkan.” Timpal Andi dengan ramah dan sopan. “Hati-hati nak, pulangnya jangan terlalu malam.” Kali ini Mamah Diana yang membuka suara. Papah menghisap rokok di tangannya, lalu Papahpun berkata: “Om mengizinkan kamu mengajak Diana, tapi om minta, sebelum jam 9 malam kalian sudah pulang.” Ucap Papah dengan lembut, namun bernada tegas. “Baik, Om.” Jawab Andi dengan kepala yang menunduk sopan. “Diana pergi dulu Mah, Pah.” Ucap Diana berpamitan sama kedua orangtuanya. “Hati-hati, nak? Tante titip Diana Nak Andi.” Ucap Mamahnya Diana dengan lembut.
Andi menghentikan motornya di Pantai Alam Indah Kota Tegal. Suasana di pantai malam itu sangat romantis. Angin yang semilir lembut, bintang yang bertaburan di langit, bulan yang terang, dan debur ombak di lautan lepas yang tak henti-hentinya membuat hati Diana semakin hanyut dengan apa yang saat ini Diana rasakan. Diana turun dari motor Andi, dan gadis itu tersenyum manis pada Andi. Ingin rasanya Andi memeluk gadis yang saat ini ada di depannya, membelai rambutnya, dan membisikan kata cinta padanya. Namun Andi menyadari, bahwa dirinya mengajak Diana ke tempat ini bukan untuk Andi sendiri, melainkan untuk Dimas, sahabatnya.
Mereka duduk sambil memainkan pasir pantai yang lembut. Mereka masih saling berdiam diri, hanyut pada perasaan mereka masing-masing. “Di, kamu melihat bintang itu nggak?” Ucap Andi membuka suara. Diana menengadahkan wajahnya, untuk melihat bintang yang di tunjuk Andi. “Iya, aku melihat bintang itu.” Jawab Diana, saat Diana melihat satu bintang yang paling terang di langit. “Aku pengin deh, memeluk bintang itu.” Celetuk Andi seakan berbicara sendiri. “Ih, apaan si kakak? Masa pengin meluk bintang? Ya sampai kakak mati nggak bakal terwujud lah.” Andi mengerutkan dahi mendengar ucapan Diana. “Maaf, Kak.” Ucap Diana merasa bersalah atas ucapannya. “Nggak papa, Di, ya kamu bener lah, sampai mati aku nggak bakalan berhasil memeluk bintang, jangankan meluk, mendekat aja aku nggak mungkin bisa.” Ucap Andi sambil tersenyum pada Diana. Bagi Diana, senyuman Andi adalah senyuman yang sangat menyejukan. Senyuman itu laksana air yang menyiram benih cinta di hatinya sehingga semakin subur tumbuh di taman hati.
“Kamu tahu nggak, kenapa aku mengajak kamu ke sini?” Tanya Andi sambil menatap wajah Diana yang cantik. “Nggak.” Jawab Diana sambil menundukkan wajahnya karena pandangan matanya bertabrakan dengan tatapan Andi yang tajam. “Aku mengajak kamu ke sini, karena aku ingin berbicara serius sama kamu.” Jantung Diana semakin berdebar tak menentu mendengar ucapan Andi. Akhirnya, kata-kata yang selama ini dinantikan oleh Diana akan terucap dari bibir Andi. “Aku membawa pesan dari Dimas, buat kamu.” Diana mengerutkan dahi. Diana heran, mengapa Andi harus membawa-bawa nama Dimas? “Maksud Kakak apa?” Pertanyaan itu akhirnya keluar dari mulut Diana karena Diana begitu bingung. “Baiklah aku langsung katakan, Di. Aku membawa pesan dari Dimas, bahwa Dimas sebenarnya selama ini suka sama kamu. Apa kamu belum punya pacar? Dan apa kamu berkenan menerima Dimas di hati kamu? Jawaban kamu Dimas tunggu sampai minggu depan. Mungkin malam Minggu depan Dimas yang akan main ke rumah kamu, dan menagih jawaban kamu.” Ucapan yang keluar dari mulut Andi laksana angin badai yang menerbangkan dan memporakporandakan seluruh harapan yang telah tersusun begitu indahnya.
Harapan untuk memupuk bunga cinta yang semakin tumbuh di hati Diana bersama Andi, kini terhempas jauh dan hancur berantakan. Rupanya Andi mengutarakan perasaannya terhadap Diana bukan perasaannya sendiri, melainkan perasaan sahabatnya, Dimas. Diana tidak mampu lagi membendung airmatanya. Rasa sakit, kecewa, serta berjuta rasa kini telah menggilas hatinya hingga remuk.
Sebegitu murahnya harga diri Diana sehingga dalam 2 malam Minggu dirinya akan diajak jalan oleh 2 cowok? Sebegitu bancinya Dimas sehingga dia tidak memiliki keberanian untuk mengutarakan perasaannya sendiri? Dan, sebegitu setianya Andi sama sahabatnya sehingga Andi rela mengutarakan perasaan sahabatnya pada seorang wanita yang juga dicintainya? Diana masih sangat yakin, bahwa Andi sangat mencintainya. Tapi apa yang membuat Andi begitu tega terhadap hatinya sendiri dan hati wanita yang dicintainya demi kebahagiaan hati sahabatnya?
Cerpen Karangan: Muhammad Ainul Yaqin Blog: geriacerita.blogspot.com Seorang tunanetra dari Tegal yang sangat hobby menulis