Krriiinnnggg!! (nahh.. udah bel nih..) dalam benakku sambil melirik ke arah dillah.
“ratih, aku ke kantin dulu yaa..” sambil tersenyum. Aku pun tersenyum dan mengangguk. Saat itu aku tidak mengeluh karena dia ke kantin duluan, malah aku membiarkan dia pergi.
Beberapa menit kemudian aku langsung berjalan ke arah kantin. Sesampainya di sana, aku sama sekali tak melihat dillah. ‘kok dillah ga ada yaa.. kemana sih dia’ bisikku sambil menengok ke kanan dan ke kiri. Karena dia tidak ada di kantin, aku pun berniat untuk kembali ke kelas. Saat ku balik badan.. “aduuhh..” ada seseorang yang tak sengaja kutabrak. Saat kulihat dia.. (degh…) dia adalah ikhwan itu. Seketika badanku lemas dan gugup. “maaf maaf..” aku pun mengambil barang barang yang ia bawa karena tadi aku telah menjatuhkannya. “gapapa ko.. makasih ya.. permisi” dia seperti orang yang sedang tergesa-gesa. Aku hanya terdiam melihat dia pergi. Kutundukkan kepalaku dengan perasaan kecewa.
Saat kulangkahkan kakiku “druukk..” seperti ada sesuatu yang kuinjak. aku pun segera melihatnya dan ternyata itu adalah obat tablet. “masyaallah.. obat siapa ini?” kuambil obat itu dan kuperhatikan. Di plastik obat itu ada nama pasien dan takaran dosisnya. Nama pasien tersebut adalah Aris. “Aris? Siapa Aris? Hmm.. Ya udah aku simpan dulu aja obat ini tetapi aku harus segera cari tau siapa Aris” dengan hati yang tak ragu aku langsung kembali ke kelas.
Saat sampai di kelas, dillah belum kembali ke kelas. Aku pun memikirkan kejadian tadi, saat aku tak sengaja menabrak ikhwan itu.
Tiba tiba saja jantungku berdegup dengan kencang dan pikiran pun semakin penasaran antara obat dan ikhwan itu. Aku pun sudah tak sabar menunggu dillah untuk menanyakan nama ikhwan itu. Tapi dillah tak datang juga sampai pelajaran berlanjut.
Beberapa jam kemudian.. Tok.. tokk.. tokk.. Ada seseorang orang yang mengetuk pintu kelasku. Salah satu temanku membuka pintunya. Temanku pun tiba-tiba mengahampiri mejaku dan mengambil tas dillah. “mau dibawa kemana?” tanyaku khawatir. “bu Dea menyuruhku mengambil tas dillah.. katanya dillah mau izin.. jadi tasnya mau dibawa saja” jawabnya. “Ohh ya sudah.. silahkan” dengan wajah yang heran, aku pun mempersilahkan temanku mengambil tas tersebut. Dan aku merasa kecewa karena Aku tak bisa menanyakan nama ikhwan itu.
Malam hari.. Aku mencoba menghubungi dillah untuk menanyakan nama ikhwan itu. Dan ternyata benar, ikhwan itu bernama Aris. Saat itu, aku terus menerus memperhatikan obat yang tadi kutemukan. ‘obat apa ya ini? aku baru lihat obat yang seperti ini?’ Dengan rasa penasaran aku pun membuka internet dan mencari tau tentang obat itu.
Saat kucari dan kubaca artikelnya. Air mataku tiba tiba menetes dan hati pun membisu. Ternyata itu adalah obat penahan rasa sakit untuk penyakit Hati. “Astaghfirullah.. Aris.. Ternyata selama ini kamu sakit. Dan penyakit kamu itu berbahaya sekali.” Aku menangis tak tertahankan. Rasa kagumku telah menjadi rasa yang terpendam. Entah kenapa rasanya aku takut kehilangannya sekarang.
Keesokan harinya, aku berniat untuk mengembalikan obat itu padanya. Saat waktu sholat dzuhur aku menunggunya di depan mesjid, tetapi dia tak ada. Kemudian kutunggu dia di gerbang sekolah saat pulang, tapi dia masih tak ada. “Apa dia ga masuk sekolah? Kenapa dia?” perasaanku sangat khawatir. Aku begitu gelisah saat itu. “Apa gara gara dia belum minum obat ini, dia jadi sakit? Yaa Allah.. Aku benar-benar tak tenang. Aku takut dia kenapa napa.. Hari ini dillah pun tak masuk sekolah. Kenapa mereka tidak masuk diwaktu yang bersamaan?”
Karena menunggu lama.. aku memutuskan untuk pulang. Sesampainya di rumah, adzan maghrib sudah berkumandang. Aku pun sholat dan mengaji sampai isya. Kemudian mata pun mulai mengantuk dan tidur terlelap.
Malam ini aku bermimpi sangat Indah, aku bertemu ikhwan itu lagi. Ikhwan yang selama ini menghantuiku. Ikhwan itu seperti Aris. Atau mungkin itu memang benar-benar Aris. Saat itu Aris memanggilku, tapi bukan untuk menyampaikan surat lagi pada dillah.. Melainkan dia telah membuatkan surat untukku. Aku tersenyum malu saat dia memberikan surat itu. “apa surat ini benar untukku?” tanyaku padanya. “iyaa.. itu untuk kamu. Baca yaa.. aku pergi dulu, sampai jumpa lagi” tiba tiba dia hilang dalam mimpiku.
Subuh subuh aku terbangun. Hpku berdering karna ada telpon yang masuk. Ternyata dillah yang meneleponku. “Assalamu’alaikum ratih..” “Waalaikumussalam.. ada apa dil?” “Maaf yaa ganggu.. Aku mau ngasih kabar duka sama kamu. Kakak aku meninggal. Pagi ini kamu bisa ke rumah aku ga, pliss” dengan suara yang mendesah dan tangis. “Innalillahi wainna ilaihi roji’un.. Yaudah aku langsung ke rumah kamu ya dil. Tapi kok aku baru tau ya, sejak kapan kamu punya kakak?” “Nanti aku ceritain sama kamu.. ya udah udah dulu yaa.. Wassalamualaikum” “Waalaikumussalam..” Mendengar kabar itu, aku langsung mandi, sholat dan bersiap siap pergi ke rumah dillah.
Saat memasuki daerah rumah dillah, ku lihat ada bendera warna kuning. Aku mempercepat jalanku untuk sampai ke rumah dillah. Beberapa menit kemudian, aku pun sampai dan di rumah dillah sudah banyak tetangga yang melayat. Aku pun masuk dan menemui dillah. “dil..” aku menepuk pundak nya dengan halus. Dia menengok ke arahku dan memelukku begitu erat. Dillah menangis di pundakku. Aku pun mencoba menenangkannya. “dil, sejak kapan kamu punya kakak? kamu ga pernah cerita kalo kamu punya kaka” tanyaku dengan rasa penasaran. Dillah tak menjawab pertanyaanku, dia masih terus menangis.
Aku pun mencoba memberanikan diri untuk membuka kain yang menutupi wajah jenazah kaka dillah. Saat kubuka kain itu.. (degh..) dadaku lemas, aku benar-benar terkejut. Jenazah itu adalah Aris. Ikhwan yang selama ini aku kagumi bahkan rasa kagum itu telah menjadi sebuah perasaan yang terpendam. Mulutku tak bisa berkata kata. Hanya air mata yang mewakili semuanya. ‘Arisss… kamuu?? kakak nya dillah? Ariss.. kenapa kamu meninggalkanku disaat aku mencintaimu. Kenapaa?’ Hatiku berteriak dan menangis.
“ratihh.. sebelum kakakku meninggal. Dia menitipkan surat ini untuk kamu. Baca ya..” Kuhapus air mataku dan membaca surat itu.
Isi surat itu..
Ratih.. Terimakasih kamu sudah menyempatkan dirimu untuk membaca surat ini.. Maaf.. Aku tak memberikan surat ini secara langsung.. Seperti dalam mimpimu.. Karena aku harus pergi.. Tuhan telah memanggilku untuk kembali.. Aku begitu kesakitan saat aku kehilangan obatku.. Aku tak kuasa menahan rasa sakit itu sampai akhirnya aku masuk ICU. Kini aku sudah lelah melawan penyakitku.. Ratih.. Sebenarnya ikhwan misterius itu aku.. Aku tau semua kisah mimpimu dari adikku.. dillah.. Sejujurnya aku telah jatuh hati padamu saat aku membantu mengobati lukamu pada hari itu.. Dan kamu lah satu-satunya alasan ku untuk bertahan melawan penyakitku. Terimakasih Ratih..
Aris.
Cerpen Karangan: Diah Ksuma Nalaratih Blog / Facebook: Diah Ksuma Nalaratih Instagram: @diah.nalaratih