Hari hariku berjalan selayaknya anak anak seumuranku, tapi banyak sekali perbedaanku dengan mereka karena aku tidak sempurna seperti mereka.
“Syani awas nak” suara perempuan yang berada di seberang jalan. “Bruuk” suara hantaman mobil di jalan. Keadaan jalanan seketika macet, riuh, ramai memenuhi jalan dan terlihat seorang anak kecil di pinggir jalan.
Sejak kecelakaan itu aku memiliki kekurangan dari segi fisik, aku cacat, kakiku harus diamputasi dan sekarang aku memakai kaki palsu. Sulit memang rasanya menerima keadaan, tapi hari demi hari aku mencoba menerima. Walau sudah mulai menerima akan tetapi banyak sekali gangguan dalam hidupku.
“Syani buntung, Syani buntung” suara mereka terngiang ngiang di kepalaku.
Hari ini adalah hari pertama aku memasuki SMA, hari yang menurutku sih biasa biasa saja. “Hai nama gue Ocha” sapa teman sebamgku ku sambil mengulurkan tangannya. “Hai juga aku Syani” kataku yang tengah menjabat tangannya. Hari Hariku berjalan seperti biasanya, sungguh membosankan dan tidak terasa waktu berjalan dengan cepat.
Satu tahun kemudian “Woy woy ada anak baru” kata ketua kelasku dengan hebohnya, kemudian yang kulihat Pa Husein memasuki kelas bersama orang lain yang mengikutinya dari belakang. Pak Husein mengenalkan anak baru itu pada anak anak sekelas, tak kusangka anak baru yang kutahu namanya Marco akan duduk di sampingku karena selama ini aku duduk sendiri. “Hai Syani” sapa Marco yang membuatku justru bingung.
Tiga bulan telah berlalu aku semakin dekat dengan Marco, entah kenapa aku merasakan hal yang berbeda darinya. Marco selalu menyapaku di pagi hari, mengajakku pulang bersama, dan keanehan lainnya.
“Syan ke kantin yuk!” ajak Ocha padaku yang ke balas dengan anggukan. Saat aku dan Ocha di kantin aku merasa Marco sedang memperhatikan aku, entah kenapa jantungku berdegup kencang dan aku menjadi salah tingkah. “Syan lu kenapa si?” tanya Ocha padaku. “Engga kok” kataku padanya dengan gugup, kutaruh sendok makanku di meja dan bergegas pergi ke kelas.
Saat aku tiba di rumah ponselku bergetar, segera kujawab panggilan masuk dari ponselku. “Hai Syan, udah nyampe rumah?” tanya Marco padaku. “Udah emang kenapa?” tanyaku pada Marco. “Engga papah khawatir aja” jawabnya padaku lalu sambungan teleponku pun terputus.
Tak terasa aku dan Marco semakin dekat, aku hanya berharap Marco akan menyatakan cintanya padaku, dan Ocha pun sudah kenal dengan Marco bahkan Ocha sudah akrab dengan Marco.
Hari ini kulihat wajah Ocha sangat bergembira dan ia bilang ia ingin mentraktirku di kafe, melihatnya bahagia aku pun sangat bahagia karena dia adalah sahabatku satu satunya.
“Hai Syan” sapa Marco padaku, awalnya aku bingung kenapa Marco juga ikut. Aku melihat bahwa kami bertiga telah berkumpul dam akhirnya Ocha memulai pembicaraan. “Syan gua mau ngomong” kata Ocha dengan serius, entah kenapa perasaanku tidak enak. “Kalo gua udah jadian sama Marco, ya kan sayang?” kata Ocha dengan wajah bergembira. “Ini juga semua berkat lo, karena lewat lo gua bisa deket dengan Ocha” kata Marco padaku. “Oh iya Syan gue nemuin surat ini di buku lo dan gua udah tau lo suka juga kan sama Marco? Gua minta lo jauhin Marco ya! karena Marco lebih pantes sama gue karena gue sempurna nggak cacat” Kata Ocha.
Tak tahan lagi aku pergi dari kafe itu dengan sejuta air mata menetes di pipi, dan tak ada satu pun dari mereka yang mengejarku keluar. Kulihat dari jauh mereka juga keluar, saat kulihat Ocha hendak menyeberang jalan saat kulihat dari jauh ada mobil yang berjalan dengan cepat dan ngebut.
Darah mengalir deras, terdengar jeritan seseorang kerumunan orang mengerubungi seorang wanita yang tergelatak di tengah jalan dengan bersimbah darah. Aku hanya dapat melihat Ocha dan Marco samar samar, perlahan kupingku berdengung sekujur tubuh kaku dan aku merasakan sunyi menghampiriku, mungkin ini akhir dari hidupku dengan menukar nyawa diriku dengan sahabat yang telah mengkhianatiku.
Usai pemakaman terjadi keributan yang disebabkan kehadiran Ocha dan Marco. “Mau apa kamu kemari? Kamu telah membunuh anak saya, tega ya kamu sama anak saya” Teriak Mama Syani pada Marco dan berusaha mendorong dorong mereka. “Syani maafin gue! Gua udah jahat sama lo” kata Ocha. “Gua juga minta maaf karena gua udah dimaanfaatin lo” kata Marco, mereka berdua berlutut di makam Syani sambil menangis meratapi apa yang telah mereka perbuat. “Ingat kata kata saya karma tidak akan pernah salah tempat” kata Mamah Syani.
Cerpen Karangan: Fitri Suwandari Blog: fitrisuwandari-91.blogspot.com