“DITAAA…” teriak dari balik pintu “Woy Dita bangun” teriaknya lagi “Cekrek” suara seseorang membuka pintu kamarku “Woy bangun, lo gak mati kan?” Sambil mengguncang guncangkan tubuhku. Kupaksakan membuka mata dan melihat siapa yang pagi-pagi buta begini bertamu ke kamarku “masih pagi woy ngapain lo kesini?” Tanyaku. Lalu kupejamkan mata lagi. “Bangun atau akan kusiram?” tantangnya kepadaku. Tapi aku lebih memilih melanjutkan ritualku saat weekend seperti ini. “Buyurr” suara air yang tumpah di tubuhku, seketika aku loncat karena refleks. “Hahaha.. rasain lo kalo gua bilang bangun ya bangun” suaranya. “Gila lo, basah nih baju gua to” keluhku padanya. “Cepat mandi, gua mau ngajak lo olahraga nih” pintanya “Males gua, mending lo aja sana” jawabku “Atau mau kusiram lagi?” Ancamnya dengan menaikan gayung yang berisi air. “Ihh rese banget lo, udah sana lo nunggu di ruang tamu nanti gua turun” kataku yang sebenernya kesel.
Jadi dia itu Dimas Pradito, panggil aja Dito oh iya dia itu sahabat terbaikku, tapi mungkin aku telah jatuh hati padanya. Rasa yang bertahun-tahun sukses kupendam. Orangtua kami saling mengenal merekapun bersahabat baik sampai detik ini. Soal dia bisa seenaknya masuk kamarku, karena rumah dia berada di depan rumahku, keluargaku juga sudah mengenal baik dirinya begitupun sebaliknya. Fakta lain tentang kami usia kami beda tepat satu bulan, aku dan Dito lahir ditanggal yang sama tahun yang sama tapi tidak dengan bulannya. Namaku juga Sistya Pradita jadi itu alasan Dito tadi memanggilku Dita. Orangtua kami sengaja memberikan nama yang serasi kepada kami ya Dita dan Dito. Dan aku selalu berharap agar kami menjadi pasangan yang serasi. Tapii, baiklah lupakan saja. Alesan lain Dito panggil aku Dita karena bagi dia ini unik Dito ingin kami terlihat seperti anak kembar, karena selain sahabat dia juga menggap bahwa aku ini adiknya.
“Gila penuh baget nih taman” kataku, melihat di sekitarku begitu banyak orang yang sedang berolahraga. “Makannya lo jangan tidur aja kebo” balas Dito. “Lo tuh kebo” memberi tatapan sinis kepadanya.
Kami berlari mengelilingi taman ini, baru 5 putaran aku sudah sangat kelelahan. Kuputuskan untuk duduk di bawah pohon besar yang cukup lebat daunnya ini. “Nih” sambil menyodorkan sebuah air mineral. Tak lama akupun langsung mengambilnya lalu kunikmati. Betapa segarnya tubuhku kerongkongan yang tadi kering seketika sejuk. “Yee biasa aja kali” sambil menjitak palaku. Sekarang kami duduk berdampingan. “Hemm” sembari tersenyum kecut yang kubuat-buat. Lalu kami mulai bercakap cakap tentang semua hal, ini yang selalu kurindukan darinya.
Malam ini begitu indah, bulan yang setia memberi sinarnya kepada sang kegelapan bintang yang setia menemani sang petang. Kulihat keindahan malam ini dari balkon kamarku, kutatap lekat-lekat keatas sana lalu kupejamkan mata sejenak berbarengan dengan tarikan nafas yang sangat dalam, lalu kuhembuskan dan kemabali membuka mata. Kutatap rumah yang ada di hadapanku, lalu aku tersenyum untuk beberapa detik setelah itu aku masuk kembali ke dalam kamar.
Kubuka binder ini dengan tujuan akan kutulis waktu sehari penuh yang kuhabiskan denganmu. Selain hobi membaca, aku juga tertarik untuk menulis, hampir sejak 3 tahun yang lalu binder ini menjadi saksinya, ia adalah sahabat bisuku, kucurahkan semua yang kurasa padanya karena aku tidak pernah bisa memendam. Hampir setiap kisahnya menceritakan aku dan Dito, lalu mulai kugores kertas ini dengan pulpen yang sedari tadi kupengang. Pulpen ini mulai menari-nari di atas kertas dan sekita senyum di wajahku kembali mengembang. Kuambil satu kertas origami dan kutuliskan -semoga aku dan kamu akan tetap seperti ini- lalu kulipat lipat hingga menjadi burung kertas. Kumasukan burung itu ditempatnya, di dalam toples sana, aku menamainya burung harapan. Ya beberapa darinya sudah terwujud seperti Rudy yang tak jahil lagi, hidupku yang penuh kebahagiaan dan lainnya.
Sekarang Elga dan Dito resmi jadia. Mereka beberapa kali tak sengaja bertemu, waktu itu Dito sering mengantarku ke sekolah atau tiba-tiba udah ada di depan gerbang menantiku untuk pulang. Awalnya kukira rasamu padaku sama seperti rasaku untukmu. Tapi aku salah, kau hanya ingin mengenalnya lebih dekat dengan menjadikan aku sebagai jembatan diantara kalian, yang kurasa itu sangat menyiksa batinku. Berulang kali hatiku rapuh bahkan sedikit demi sedikit mulai retak berjatuhan tak berbentuk. Tapi aku menyembunyikan rasa sakit ini dengan begitu rapat dan begitu rapi hingga kamu tidak menyadarinya. Kumohon Dito jagan kau beri aku sesak seperti ini.
Kutarik napas dalam-dalam lalu kubuang. Itulah yang bisa kulakukan ketika rasa sesek ini datang, ketika sosok dua orang yang terlihat begitu akrab melintas di pikiranku. Iya itu adalah Elga dan Dito dua orang yang kukenal dengan baik. Tapi mengapa? Mengapa harus mereka menjalin hubungan yang jelas sangat membuat aku terluka.
Kubuka buku ini lalu kutuliskan perasaan yang kurasakan akhir-akhir ini tak terasa mataku mulai berkaca-kaca, sekali saja mengedipkan mata pasti cairan ini akan tumpah, sayangnya itu sudah terjadi kertas binderpun menjadi korban air mataku. “Hey” sapanya sembari menepuk pundakku. Aku langsung memasukkan binder itu ke dalam tasku lalu menghapus air mataku dengan kedua punggung tangan. “Ngagetin aja lo dy” balasku “Kamu kenapa?” Tanyanya “Biasanya juga lo gua kenapa sekarang jadi aku kamu?” Kataku sambil sedikit tertawa “Emm eng-gak kok” jawab Rudy begitu gugup hingga membuat aku tertawa dan diapun menertawakan dirinya sendiri jadilah kami tertawa bersama.
Sudah beberapa kali kuhabiskan waktu beristirahat di rumah pohon ini bersama Rudy si kutu kupret. Malah sekarang aku merasa lebih dekat dengan Rudy dibandingkan dengan Dito. Ketika Dito dan Elga resmi jadian, Dito jadi tak memiliki waktu banyak untukku, detik demi detik yang Dito habiskan hanya bersama dengan Elga, aku begitu menyesal telah memperkenalkan mereka hingga Dito melupakanku. Tapi aku tidak boleh terlalu larut dengan perasaan ini, aku harus bisa menerimanya. Mengingat bahwa Dito lebih memilih Elga untuk menjadi kekasihnya dibandingkan dengan diriku.
“Selamat sore sayang” sapa Dito kepada Elga. “Ih kamu apaan sih” jawabnya malu-malu karena kutau disini ada aku dan juga Rudy yang menjadi orang asing diatara mereka. “gak papa dong kamu kan pacar aku” tangannya membelai halus pipi Elga “Iya gak ta?” Katanya lagi sambil melihat ke arahku meminta jawaban. Lalu aku tersenyum dan menganggukan kepala memberikan jawaban atas pertanyaan Dito. Berulang kali mereka menujukan keharmonisan dihubungannya, tapi berulang kali juga hatiku hancur, rapuh setiap hal itu terlihat jelas di mataku. Aku hanya berharap semoga diri ini kuat jangan sampai ada tetesan yang keluar dari mataku di depan mereka.
Hal yang rutin kulakukan setiap hari kini sedang aku lakukan. Menuliskan semua tentang waktu yang kuhabiskan tanpa dirimu lagi. Beberapa kali mataku terasa panas dadaku terasa sesak batinku berteriak dia sangat tersiksa. Beberapa kali kubiarkan mereka jatuh, sedikit membuat keadaanku terasa lebih baik. Lalu beberpa kertas origami kuambil dan kutulis -aku ingin kamu kembali- lalu kulipat hingga berbentuk dan jadilah burung kertas. -aku mohon jangan siksa aku, aku sangatlah lemah- lalu kulakukan hal yang sama hingga menjadi burung kertas dan kumasukan mereka ke dalam toples dengan lebel burung harapan.
Aku merasa sekarang aku benar-benar rapuh. Aku salah telah membiarkanmu masuk ke dalam hatiku bahkan lebih dalam aku yang memaksamu untuk tetap disini sementara kamu ingin berlabupun tidak? Kamu ingin pergi tapi aku yang menghalangimu. Ditengah kegelapan tanpa sang bintang hampa hatiku saat teringat dirimu, kucoba meyakinkan diri aku tidak boleh goyah, tapi tembok yang sudah kubangun kokoh kini hancur dengan badai yang kubuat sendiri. Aku menginginkanmu Dito aku menyayangimu lebih dari seorang sahabat aku begitu sangat ingin memilikimu. Sedikit kata yang kutulis di binderku.
“Sis?” Tanya Rudy kepadaku Tapi aku hanya menatap langit-langit di rumah pohon ini. Tatapanku kosong entah kemana raga ini pergi. “Sistya?” Tanyanya lagi “gua gak papa, sumpah” jawabku dengan to the point “Aku rasa tidak” katanya “Mengapa?” Tanyaku padanya “Hanya kamu yang tau, dan aku harap kamu bisa lebih terbuka denganku, aku ini sahabatmu sis” balas Rudy. Kutarik napas dalam-dalam lalu kubuang dan tersenyum palsu di hadapan Rudy.
Elga akan berulng tahun tepat weekend besok. Aku tidak tau apa aku kuat akan melihat kemesraan mereka, sementara aku begitu lemah bahkan hatiku terus menerus terluka. Aku bingung harus memberinya hadiah apa, sedangkan aku telah memberinya satu masa depan yang bertahun-tahun membuatku sangat bahagia. Biar nanti kupikirkan akan kuberi apa sahabatku itu.
Ucapan selamat ulang tahun, datang begitu banyak kepada Elga tak terkecuali aku. Diacara ultah Elga juga Dito sukses membuat aku sadar bahwa dirinya bukanlah untukku. Saat itu Dito yang datang membawa boneka besar, ternyata di dalam boneka yang berbentuk hati itu terdapat cincin dan surat cinta darinya. Kejadian itu sangat membuat aku jatuh ke dalam kegelapan yang semakin dalam. Aku sudah tidak tahan mataku begitu panas tapi aku tidak ingin merusak semuanya. “Aduh, mataku kelilipan aku ke belakang dulu ya” dustaku kepada mereka. Lalu aku pergi meninggalkan mereka.
Cerpen Karangan: Lilis Ulfah Andriyani Blog / Facebook: Lilis Ulfah