Hari itu seorang gadis baru pindah ke sekolah SMA ku, semua orang menatap wajah dan tubuhnya yang indah, dengan potongan rambut zaman sekarang yang sangat cocok dengannya.
“Namaku adalah Rina, salam kenal semuanya” dia pun memperkenalkan dirinya di depan kelas. Pak guru menyuruh Rina untuk duduk di sebelahku, di baris paling belakang dekat dengan jendela. “Halo, namaku Rina, namamu siapa?” Tanya Rina kepadaku. “Ha.. halo, namaku Alex.” Jawabku kepadanya. Rina pun tersenyum kepadaku. dari situlah aku mendapat teman pertamaku di SMA, yaitu Rina.
Semua murid menyambut Rina dengan ramah, dan Rina pun dapat dengan mudah membaur di kelas. “Rina, ayo kita karaoke nanti.” Ajak temannya, dan dengan senang hati Rina pun menerima ajakan temannya. “Alex, kamu mau ikut karaoke sama yang lain?” Tanya Rina balik kepadaku. Aku melihat raut wajah teman-teman Rina yang benci karena Rina mengajakku untuk pergi karaoke, karena memang aku tidak mempunyai teman di kelas selain Rina. “Gak deh, aku gak bisa nyanyi.” Jawabku kepadanya, karena karaoke adalah hal paling tidak kusukai karena suaraku yang sumbang dan untuk meredam amarah teman-teman Rina.
Entah kenapa saat aku mengatakan hal itu raut wajah Rina sedikit berubah, seperti sedikit kekecewaan tercampur di dalamnya. Tetapi aku tetap bersikeras untuk tidak ikut dengan mereka, dan bel sekolah menandakan waktu pulang pun berbunyi. Aku melihat Rina dan teman-temannya pergi menuju tempat karaoke dekat sekolah, dengan Rina tertawa bersama teman-temannya. Aku pun berjalan sendirian pulang ke rumah.
Saat perjalanan pulang aku pergi ke cafe untuk menikmati secangkir kopi sendirian. Di café aku hanya duduk di lantai atas menikmati pemandangan gunung yang indah, dengan awan yang lembut seperti kapas menghiasi langit. aku bukan seperti kebanyakan orang yang datang dengan teman-temannya ke café untuk nongkrong dan bercanda, tapi aku hanya datang sendiri untuk melihat langit yang indah, mengagumi apa yang ada di sekitarku. Saat aku melihat matahari yang menyinari awan, aku teringat Rina yang ceria, ramah, dan popular layaknya matahari, dan aku anak pendiam dan tidak punya teman seperti awan yang menutup terang dari matahari itu sendiri.
Sesaat setelah aku memikirkan hal itu, terlihat Rina datang di depanku. “Alex, kebetulan banget, Kamu disini ternyata!” ucapnya. Aku terkejut karena Rina tiba-tiba muncul di depanku dan berbicara denganku. “Bukannya kamu ikut karaoke tadi?” aku berkata kepadanya. “kami sudah selesai karaoke, setelah selesai karaoke aku langsung kesini.” Aku merasa sedikit bingung dan senang karena bertemu dengan Rina disini, tidak menyangka bahwa dia akan datang ke café ini. “Kamu sering ke cafe ini?” Tanya Rina kepadaku. “iya, aku biasanya datang ke café ini, di sini pemandangannya bagus.” Ucapku. Rina pun duduk di kursi mejaku dan melihat pemandangan di luar café. “kamu benar, memang bagus sekali pemandangannya, terutama saat sore hari seperti ini ya. Tapi Alex, kamu datang kesini sendirian?” “i…iya, aku gak punya banyak teman, jadi aku datang kesini sendirian dan menghabiskan waktu.” Jawabku dengan sedikit rasa malu dalam diriku. Cemas Rina akan membenciku seperti teman-teman yang lain. “tapi aku kan temanmu? Kalo kamu mau ke café ajak aku aja, yang punya café ini pamanku, jadi aku sering datang kesini dan mungkin kamu bisa dapat potongan harga.” jawab Rina dengan senyum yang lebar kepadaku.
Sesaat setelah mendengar Rina rasa bahagia memenuhi diriku, bahwa ada yang mau menerima ku meski aku bukan orang yang mudah bergaul, tidak punya banyak teman, tidak popular, dan mendengar bahwa dia menganggapku sebagai temannya. Aku dan Rina pun berbincang-bincang dan tertawa bersama sampai sore dan akhirnya kami pun pulang ke rumah kami masing- masing.
Setelah hari itu Aku pun sering mengajaknya pergi ke café berdua, dan membicarakan banyak hal di sana sampai sore tiba, mengisi waktu luang dan berbahagia bersama. “Alex, sekarang kamu tulis apa yang kamu cita-citakan di masa depanmu, dan aku juga akan menuliskan apa cita-citaku dimasa depan, lalu kita tunjukkan bersama.” Kata Rina dengan antusias.
Kami pun menulis bersama apa yang kami cita-citakan di buku kami, setelah beberapa saat kami menunjukkan satu sama lain apa yang kami tulis. Di kertas kami berdua menuliskan hal yang sama, yaitu “mendirikan Panti Asuhan.” Kami berdua terkejut karena kami menuliskan hal yang sama di kertas masing-masing. “kamu juga ingin mendirikan panti asuhan?” ucap kami berdua bersama-sama. “hahahahahhahaha!!!” kami pun tertawa karena kami bahkan mengucapkan hal yang sama. “kenapa kamu ingin mendirikan panti asuhan Lex?” Aku pun menjelaskan alasanku ingin mendirikan panti asuhan. “hmm, karena aku merasa kasihan dengan anak-anak kecil yang tidak mempunyai orangtua, aku ingin menyediakan rumah untuk mereka agar mereka tidak kesepian, ya bayangin aja masih kecil udah kehilangan orangtua, mereka pasti kesepian.” “beneran? bahkan alasanmu juga sama denganku, ahahahha!” Rina tertawa lepas. Aku benar-benar bahagia karena aku bisa melihat Rina tertawa lepas di depanku, hatiku terasa hangat dan bahagia melihatnya. Saat itu aku pun menyadari, bahwa aku menyukai Rina.
“hei Lex, gimana kalo saat kita dewasa nanti, kita bikin panti asuhan bersama? Aku bisa jadi salah satu pengurus anak-anak disitu.” “kamu mau Rina? Ayo aja kalo aku, 2 orang lebih baik dari sendirian.” Sesaat setelah itu wajah Rina mulai malu-malu dan memerah, aku sempat bingung kenapa wajahnya seperti itu. Dan dengan gugup dia mulai berkata, “ya udah, kalo kamu mau kita bikin panti asuhan bersama, kamu harus jadi pacarku.” aku yang saat itu dengan santai menikmati kopi terkejut dan menumpahkan kopi yang kuminum. “Eh? Apa katamu tadi Ran?” “masa aku harus ngulangi lagi? Jadi cowok yang peka donk.” Dengan wajah Rina yang merah dan malu. Aku berusaha tenang dan memikirkan lagi apa yang Rina katakan, dan saat itu aku mulai sadar, bahwa Rina baru aja ingin aku jadi pacarnya. “k..kamu serius Rin?” “serius lah, jadi jawabanmu apa?” Aku benar-benar terkejut karena baru saja cewek nembak aku, dan tidak lain adalah cewek yang aku suka, Padahal seharusnya cowok yang nembak duluan. Aku benar-benar bahagia dan senang, lalu aku pun menjawab Rina. “aku gak mau Rin.” “k.. kamu gak mau?” wajah Rina mulai sedih. “aku gak mau kalo kamu yang nembak duluan, jadi aku yang bakalan nembak kamu, Rina mau gak kamu jadi pacarku?” Wajah Rina yang sedih berubah menjadi senyum lebar yang menandakan bahwa dia mau jadi pacarku.
Hari itu menjadi hari tidak terlupakan untukku, 18 Oktober 2017 hari aku mulai pacaran dengan Rina. Kami pun menjalani hubungan ini selama 1 tahun, dan Rina memutuskan untuk membawaku ke orangtuanya. Rasa takut dan cemas mulai muncul dalam diriku, aku belum siap menemui orangtuanya. “santai aja Lex, kamu kesana kan cuma kenalan sama orangtuaku, bukan mau aneh-aneh.” Kata-kata Rina mulai meyakinkanku dan memberiku keberanian. Aku pun pergi menemui orangtuanya.
Sesampainya disana, aku melihat orangtua Rina, ibunya yang sangat cantik dan lembut, menyambutku dengan ramah, dan ayah Rina yang bertubuh besar dan gagah duduk di sebelah ibu Rina. “ayah, ibu, ini pacarku, Alex.” Saat ayahnya mendengar bahwa aku adalah pacar rina wajahnya berubah menjadi serius dan bertanya kepadaku, “kamu bisa kasih apa ke Rina?” “ayah ngomong apa sih?” Rina terkejut mendengar kata-kata ayahnya. kalimat pendek dengan ratusan makna itu membuatku bingung dan ketakutan karena aku menyadari aku belum bisa memberikan apa-apa kepada Rina, karena aku sendiri masih siswa. Aku pun terdiam di depan mereka, menyadari batas kemampuanku. “kamu boleh jadi pacar Rina, jika kamu udah sukses, bisa cari uang sendiri, bisa cukupi kebutuhanmu dan Rina. Jika kamu bisa memenuhi kebutuhanmu dan Rina, jangankan jadi pacar, jadi suami Rina bapak bolehin. Tapi kalo kamu masih ingusan minta uang ke orangtua, jangan harap untuk menjadi pacar Rina.” “ayah, jangan terlalu kasar!” ibu Rina mulai marah. Tapi ayah Rina tetap keras kepala dan serius.
Kata-kata ayah Rina membuatku merasa seseorang menamparku dengan sangat keras. Aku memikirkan hubungan apa yang aku inginkan dengan Rina, hubungan yang serius, atau Cuma cinta monyet? Dari situ aku pun memutuskan aku akan menikahi Rina, tapi aku harus berusaha keras untuk Rina terlebih dahulu. “untuk sekarang saya memang tidak bisa memberikan apa-apa, tetapi saya berjanji dalam beberapa tahun kedepan saya akan menjadi orang yang sukses, untuk memenuhi kebutuhan saya dan Rina.” “ngomong aja gampang nak, kalo kamu emang serius, jangan hubungi Rina lagi sebelum kamu jadi sukses!” ayahnya menambahkan. “ayah!!!” jawab Rina dengan marah. “tenang aja Rina, aku bakal jadi orang yang sukses, jadi kita bisa mendirikan panti asuhan bersama. Tunggu aku, aku bakalan datang untuk kamu.” Wajah Rina terlihat sedih saat mendengar jawabanku. Aku tidak bisa melihat wajah sedihnya, tapi aku harus berjuang untuk dia demi masa depan kami. “jangan sedih, aku janji aku bakalan sukses, kamu disini baik-baik ya, karena nanti saat aku datang, aku akan langsung melamarmu.” Rina menangis dan berkata padaku, “aku akan menunggumu, sampai kapanpun aku akan menunggumu.”
Sejak itu kami pun tidak berhubungan lagi, kami menjalani hidup kami sendiri seperti yang dijanjikan. Setelah lulus SMA aku melamar di perusahan sebagai bagian marketing. Begitu banyak yang kulalui, mulai dari hinaan orang, bagaimana bos memarahi jika aku melakukan sedikit kesalahan, dari situ aku pun menyadari beratnya mencari nafkah. Tetapi saat hidup menjadi berat, aku memikirkan Rina menungguku untuk melamarnya, mendirikan panti asuhan bersama. Aku pun mengepalkan tanganku dan memperkuat hatiku, menjalani hidup dengan segala kesusahannya, hanya berharap untuk melamar Rina.
2 tahun berlalu, aku yang dulunya marketing biasa, menjadi manager dari perusahaan ternama dengan gaji yang tinggi. Saat itu aku memutuskan untuk melamar Rina di hari kami pacaran, yaitu 18 Oktober. Dengan mobil yang kudapatkan dari aku bekerja, aku membeli cincin dan sekuntum bunga untuk melamar Rina. Aku pun pergi ke rumah Rina dan mengetuk pintunya, sesaat setelah itu ibu Rina membuka pintu depan. Saat ibunya melihatku, dia mulai menangis. Aku terkejut, aku menanyakan ada apa dengannya. Ayah Rina datang dan melihatku, membantu ibu Rina bangun. “Rina sudah tiada.” Dengan suara serak ibu Rina berkata padaku. Aku menjatuhkan bungaku, tidak percaya itu terjadi. Bagaimana bisa Rina sudah meninggal. “apa maksud ibu Rina sudah tiada?” Ibu Rina memberikan suatu surat kepadaku dan menjelaskan kepadaku apa yang terjadi. “1 tahun lalu, suatu hari Rina tidak dapat memegang bolpoin, tangannya terasa kehilangan kendali dan diapun kesulitan menulis. Kami membawanya ke dokter, dan Rina didiagnosis terkena ataxia, dia mulai kehilangan koordinasi otak ke tubuh, dari pergerakan tangan, kaki, hingga bola matanya terganggu. Awalnya dia hanya kesulitan menulis, mengambil barang, tetapi Semakin lama penyakitnya semakin parah, dia mulai lumpuh dan tidak bisa berbicara, dan dokter berkata dia tidak akan bertahan lama. Tapi suatu hari, dia menuliskan suatu surat dengan tenaganya yang terakhir, surat itu adalah surat untukmu.”
Aku dengan rasa sedih dan tidak percaya membuka surat tersebut. Air mataku menetes saat aku membaca surat itu. Aku melihat suatu surat dengan tulisan yang tidak rapi, seperti orang yang kehilangan koordinasi tubuhnya, berusaha untuk menyampaikan apa yang dia pikirkan kepadaku, katanya “Alex, jika kamu membuka surat ini, aku yakin kamu sudah menjadi orang yang sukses, dan aku yakin kamu pasti bisa melakukan itu. Tapi, aku minta maaf, karena aku tidak bisa memenuhi janji kita, aku tidak tahu apa aku bahkan bisa bertahan hidup sampai kamu datang nanti. Aku merindukanmu, tapi aku tidak mau mengganggumu untuk meraih kesuksesan yang kamu kejar saat ini. Aku berterima kasih karena kamu mau berusaha keras untukku, memenuhi janji yang kamu buat dulu. waktu bersamamu saat kita SMA dulu, adalah saat paling bahagia yang pernah aku rasakan. Saat kita di café, membicarakan tentang hal-hal kecil, menjadi ingatan yang tidak pernah terlupakan untukku. Aku benar-benar senang bisa bertemu denganmu. Aku rasa, saat kita mendirikan panti asuhan juga tidak akan pernah datang. Tapi bisakah kamu mengabulkan permintaan terakhirku..”
Air mata semakin banyak menetes, aku tidak bisa menahan tangis saat aku membaca surat itu, dan aku membaca permintaan terakhir dari Rina.
“aku ingin kamu tetap menjalani hidupmu, dan mendirikan panti asuhan seperti yang kamu cita-citakan, jatuh cinta dengan wanita, menciptakan keluarga dengannya dan memiliki anak-anak, hidup hingga tua dan memiliki cucu, bermain bersama mereka dan memiliki keluarga yang besar dan harmonis.”
Aku menangis dengan keras, ayah dan ibu Rina hanya melihatku dengan wajah sedih.
“Bagaimana aku bisa melanjutkan hidupku, jika alasan tujuan hidupku adalah kamu!!” aku berteriak dengan menangis, berharap Rina kembali padaku. Tapi itu tidak mungkin. 3 tahun aku bekerja keras, siang dan malam, menghadapi semua hinaan, dan semua itu demi wanita yang kucintai, tapi saat aku datang dengan kesuksesanku, dia meninggalkanku sendirian. Aku menangis dan terus menangis seperti bayi, berharap keajaiban datang kepadaku. Tapi itu tidak mungkin, Rina sudah tiada.
50 tahun kemudian, aku mendirikan panti asuhan, kuberi nama panti asuhan Rina. Aku menerima semua anak yang terlantar, kehilangan orangtuanya, dan merawat mereka disini.
“hei, itu pemilik panti asuhan belum menikah?” kata perawat baru. “iya, ceritanya dia dulu berjanji untuk melamar wanita saat dia sudah sukses, 3 tahun setelah itu dia datang untuk melamar, dan wanita yang dia lamar sudah meninggal karena ataxia.” Kata perawat lain. “itu berarti, dia tidak bisa lepas dari wanita yang dia cintai dulu ya.” “iya, dia memutuskan untuk tidak menikah seumur hidup daripada menikah dengan wanita lain, setia banget ya.” Kata-kata perawat terdengar di telingaku, Aku yang sekarang sudah berumur 72, hanya bisa duduk di kursi goyang dan memandang langit dan awan yang indah. Cahaya yang terang mengingatkanku kembali pada Rina yang ceria, ramah, popular layaknya matahari yang terang. ingatan SMA ku dulu bersama Rina teringat jelas di pikiranku. Tubuhku terasa lelah dan letih, mataku mulai mengantuk dan aku ingin menutup mataku. Semua menjadi gelap, aku mulai tidak bisa merasakan apapun.
Yang ada di bayangku hanya Rina, cinta pertama dan cinta terakhirku.
Cerpen Karangan: Luke Omega Blog: omegastudio10.blogspot.co.id suka menggambar, menulis, dan mendengarkan lagu