“Christy.. kamu temenin aku ke Aula yah, seperti biasa.” Ucap Bisma sembari memasukkan beberapa bukunya ke dalam tas. Christy menoleh sekilas. “Tapi, aku mau ketemu sama Nicky dulu, Bis. Kamu duluan aja yah, biar nanti aku nyusul.” “Kamu mau ngapain ketemu sama Nicky?” “Ada sesuatu yang mesti aku sampaiin sama dia, karena tadi pagi aku belum sempat..” “Enggak perlu, sekarang juga kamu ikut sama aku ke Aula.” Potong Bisma cepat. “Tapi..” Bisma kembali menatap malas pada Christy. “Kamu denger enggak, Chris. Aku bilang.. kamu enggak usah nemuin Nicky. Kamu temenin aku aja ke Aula.” Sedikit kasar, Bisma langsung memasukkan buku-buku milik Christy ke dalam tas. Sedangkan Christy hanya mampu menatapnya penuh tanya. Secepat mungkin Bisma langsung menarik tangan Christy keluar kelas.
“Pelan-pelan, Bis.” Lirih Christy pada Bisma yang masih menggandeng tangannya. Langkahnya yang cepat membuat Christy sedikit kesusahan untuk menyamai langkahnya.
“Christy..” Nicky hanya mampu menatap heran saat Christy tak menyahuti panggilannya. Bahkan Bisma seolah sengaja manarik tangan Christy dan melangkah semakin cepat menjauh darinya. Namun secepat mungkin Nicky menghapus pikiran buruknya. Mungkin Christy dan Bisma tengah ada urusan yang lebih penting.
Di dalam Aula, Christy masih terdiam mengingat perlakuan Bisma. Tidak seperti biasanya ia bersikap seperti itu. Kembali ia menatap pada Bisma, mencoba menghilangkan pikiran negatif tentang Bisma.
“Christy?” Christy langsung menoleh pada Nicky yang sudah duduk di sampingnya. “Nicky, kamu..” “Iya. Ini aku.” Jawab Nicky dengan senyumnya yang mengembang. Sesaat Christy menatap kembali pada Bisma. “Kamu tadi kenapa, kok enggak ngejawab panggilan aku? Katanya kamu mau ngomong sesuatu sama aku?” “Egh.. Iya, Nick. Sorry, tadi aku buru-buru ngantar Bisma ke Aula, soalnya dia ada rapat. Sekali lagi maaf, ya? Aku bener-bener enggak maksud buat..” “Iya, enggak apa-apa. Santai aja lagi! Terus apa yang pengen kamu omongin sama aku?” “Oh.. Soal itu, sebenarnya aku pengen minta bantuan kamu buat ngerjain tugas kuliah aku. Kamu kan anak Arsitek, aku cuma minta bantuan kamu buat ngegambar bangunan Masjid yang ada di depan kampus. Buat presentasi tugas kuliah aku sama temen-temen aku besok. Bisa kan?” “Cuma itu doang?” “Iya. Soalnya, aku kan enggak ada bakat sama sekali buat gambar kayak kamu. Sebenarnya Auryn ataupun Cherly bisa buat ngambil tugas ini, tapi masalahnya.. mereka udah ngerjain tugas yang lainnya. Makanya aku yang ambil alih.” “Dan ujungnya-ujungnya, aku yang ngerjain.” Christy langsung tertawa kecil di samping Nicky. “Ya.. mau gimana lagi? Kalaupun aku bisa, aku juga enggak bakalan minta bantuan kamu.” “Iya deh, iya. Aku bakalan bantuin, lagian cuma gambar doang.” Ucap Nicky dengan bangganya, kembali membuat Chrisry tertawa lebih lama. “Ich.. sok banget ya kamu, Nick!” Berulang kali Christy memukul lengan Nicky. Tawa keduanya semakin terlihat jelas, bahkan mampu membuat Bisma cemburu karena sedari tadi memperhatikan keduanya.
“Christy?” Christy dan Nicky menoleh bersamaan pada Bisma yang sudah berdiri di hadapan mereka. “Bisma.” “Aku mau ngomong sama kamu.” Bisma langsung menarik tangan Christy. Membawanya pergi meninggalkan Nicky yang hanya menatapnya tak mengerti. “Bisma.. pelan-pelan, tangan aku sakit.” Bisma langsung menghentikan langkahnya. Ia melepas kasar tangan Christy sembari menatapnya marah. “Kamu kenapa sih, Bis?” “Harusnya aku yang nanya sama kamu. Kamu kenapa masih ketemuan sama Nicky? Aku udah bilang kan, kalau kamu enggak usah temuin dia. Tapi kenapa kamu berduan sama dia, pakai ketawa-tawa lagi.” “Bis.. aku itu cuma minta bantuan sama Nicky buat ngerjain tugas kuliah aku. Itu aja! Dan emangnya kenapa sih, kamu ngelarang aku buat deket-deket sama Nicky? Dia itu sahabat aku, dan selama ini kita emang selalu..” “Aku enggak suka lihat kamu deket-deket sama dia.” Bentak Bisma. “Dan mulai sekarang, aku enggak mau ngelihat kamu sama Nicky bareng-bareng lagi.” “Tapi Bis..” “Kenapa? Kamu enggak mau ngejauh dari Nicky? Apa kamu lebih milih dia daripada aku?” Christy hanya terdiam sembari menyeka air matanya yang mengalir. Kembali Bisma manarik tangannya dan melangkah pergi saat melihat keberadaan Nicky yang menatap ke arahnya.
Cinta.. Pegang tanganku ini, Ku tak mampu bertahan lagi Dalamnya luka hatiku, Cinta genggam tanganku ini Dan yakinkan bahwa diriku Mampu berjalan meskipun tanpanya.. (Mike Mohede – Mampu Tanpanya)
Nicky menatap pada Christy yang tengah terdiam duduk di bangku taman seorang diri. Ingin sekali ia melangkah untuk menghampirinya, namun apa daya. Ia hanya tak ingin menjadi penghalang hubungan Christy dan Bisma. Bagaimana mungkin ia tega untuk menghancurkan kebahagiaan Christy. Meskipun ia yang akhirnya menahan luka.
“Cherly.. Auryn?” Nicky menghampiri Cherly dan Auryn, teman satu kelas Christy. “Aku titip ini buat Christy ya? Ini juga tugas kalian berdua kan?” Cherly dan Auryn mengembangkan senyumannya saat melihat gulungan kertas yang mereka buka. Sebuah gambaran bangunan Masjid, benar-benar sama persis seperti Masjid yang ada di depan kampus mereka. “Thanks ya, Nick?” “Iya. Sama-sama” balas Nicky dengan anggukan kecilnya. Cherly dan Auryn mulai berlalu, keduanya berjalan menghampiri Christy. Saat itu juga Nicky kembali menatap pada Christy.
“Sampai kapan kakak nyimpan perasaan kakak buat kak Christy?” Tanya Maudy yang sudah berdiri di samping Nicky bersama dengan Juan. “Kenapa kak Nicky enggak ngomong yang sejujurnya sama kak Christy?” Nicky hanya menatap sekilas pada Maudy dan kembali ia menatap pada Christy. Senyuman getir itu mulai terlihat menghiasi wajah tampannya. Entah apa yang kini tengah Nicky pikirkan. “Maudy cuma heran aja sama kak Nicky, kenapa bisa kakak nahan perasaan itu sampai detik ini. Apa itu enggak terlalu menyakitkan buat kakak?” Lagi-lagi Nicky hanya terdiam akan ucapan Maudy. “Setidaknya, kak Christy tahu gimana perasaan kak Nicky selama ini buat dia.”
Nicky mulai menatap pada Maudy. Begitu terlihat jelas jika adiknya tengah mengkhawatirkannya, namun bukan Nicky jika ia tak pandai menyembunyikan luka yang tengah ia rasakan.
“Kak Nicky cuma enggak mau ngerusak kebahagiaan Christy. Christy udah bahagia sama pilihannya, mana mungkin kak Nicky tega buat ngerusak semua itu.” Ucap Nicky. Kini ia memilih untuk beranjak pergi. Maudy hanya mampu membuang napas beratnya saat kedua manik matanya menatap punggung Nicky yang berjalan pelan meninggalkannya. Begitu pula dengan Juan yang hanya mampu menggeleng kecil, mengekor punggung Nicky hingga lenyap tak lagi terlihat.
Christy menatap gambaran Masjid yang baru saja di perlihat Cherly dan Auryn. Ia tersenyum sembari mengusap gambaran yang begitu apik karena tangan kreatif Nicky.
“Enggak salah kamu minta bantuan Nicky. Hasilnya benar-benar bagus kayak gini. Bisa nambah nilai tugas kita nanti.” “Benar banget, Cher. Iya kan, Chris?” Sahut Auryn yang kini menatap pada Christy. Gadis itu hanya mengangguk pelan disertai senyum manisnya. “Ya udah, kalau gitu.. kita ke kelas sekarang ya, buat persiapan presentasi nanti” Christy dan kedua temannya mulai beranjak dari duduknya. Berjalan pelan menuju kelas mereka yang ada di lantai atas.
Belum sampai mereka menaiki anak tangga, pandangan mereka tertuju pada lapangan Basket yang tengah ramai. Semua mahasiswa terlihat berlarian menuju ke sana. “Ada apaan, sih?” “Enggak tahu. Gimana kalau kita lihat aja?” Christy dan Auryn langsung menyetujui usulan Cherly. Dengan segera mereka ikut berlari menuju lapangan Basket. “Maksud lu apaan sih, Bis? Lu bisa berbuat kayak gini di belakang Christy. Apa lu enggak ngebayangin gimana perasaan dia kalau dia sampai tahu gimana lu yang sebenarnya.” Bisma langsung melepas kasar tangan Nicky yang mencekram kerahnya. “Lu jangan asal bicara ya, Nick. Jaga ucapan lu!” “Enggak usah ngelak, Bis. Jelas-jelas, kamu udah main hati di belakang Christy. Aku lihat sendiri, gimana kelakuan kamu sama cewek-cewek itu.” Nicky kembali mendekati Bisma sembari mengangkat tangannya yang siap untuk memukul Bisma. “Nicky, cukup!” Christy menahan tangan Nicky yang akan menghantam wajah Bisma. “Kalian berdua apa-apa, sih? Kenapa kalian ribut kayak gini? Apa kalian enggak malu jadi bahan tontonan kayak gini?” “Christy..” Bisma langsung mendorong bahu Nicky dengan kedua tangannya. “Enggak perlu kamu dengerin omongannya dia. Dia cuma salah paham karena udah ngelihat aku sama Dian dan Nova. Kamu tahu kan, kalau mereka cuma teman aku. Tapi kenapa, sahabat kamu itu malah nuduh aku yang enggak-enggak.” Jelas Bisma pada Christy.
“Nick..” “Chris.. aku lihat sendiri kalau Bisma..” “Terserah kamu, kamu mau percaya sama aku atau sama sahabat kamu yang selama ini.. diam-diam suka kamu.” “Bisma..” “Kenapa? Kenyataannya emang kayak gitu, kan? Selama ini.. Kamu emang suka kan, sama Christy. Tapi kenyataannya, cinta kamu bertepuk sebelah tangan. Karena Christy lebih suka sama aku daripada kamu. Dan untuk ngedapatin Christy, kamu berusaha buat ngejelek-jelekin aku di hadapan dia. Iya kan, Nick? Kenapa diam aja?” Christy langsung menatap pada Nicky dengan air matanya yang sudah mengalir. “Apa benar yang dibilang sama Bisma?” Bibir Nicky terasa berat untuk menjawab pertanyaan Christy. “Jangan diam, Nick! Jawab pertanyaan aku.”
“Dia diam, karena apa yang udah aku katakan adalah benar. Karena kenyataannya, dia emang suka sama kamu, Chris. Kamu lihat sendiri kan, gimana bisunya dia sekarang?” Bisma menatap Nicky dengan senyum sinisnya. Tanpa ragu ia langsung menggandeng tangan Dian dan Nova untuk segera mungkin pergi dari tempat itu. “Kamu lihat sendiri kan, Chris. Kenapa Bisma malah pergi ninggalin kamu sama mereka?” “Bisma..” Bisma menghentikan langkahnya. Dengan malas ia menatap pada Christy. “Buat apa aku ada di sini, apa aku harus ikut campur dengan urusan kalian berdua? Sedangkan selama ini, aku enggak pernah sedikitpun mengusik kebersamaan kalian. Dan buat apa kamu protes sama aku, kalau kamu sendiri bisa ngelakuin hal yang sama bersama dengan Nicky. Bukan kah, Nicky lebih mengerti kamu daripada aku?” “Maksud kamu apa sih, Bis? Aku dan Nicky cuma sahabatan, enggak lebih.” “Kenyataannya, kamu lebih nyaman sama dia. Dan sampai kapan pun, aku enggak akan pernah jadi Nicky.. yang selalu setia buat nemenin kamu ngelihat senja di atas bukit.” “Kamu salah paham, Bis.” “Udah lah, Chris. Kenyataannya, emang itu yang udah terjadi.” Bisma melepas genggaman tangan Christy. Kembali ia lebih memilih untuk menggenggam tangan Dian dan Nova.
—
Christy tak mengalihkan pandangannya. Terus menatap pada Bisma yang sedari tadi tertawa lepas bersama kedua gadis yang tak berhenti bergelayut manja dengannya. Air matanya mulai mengalir saat untaikan kata “Putus” dari bibir Bisma kembali menyapa pikirannya. Bagaimana mungkin hal yang terasa indah itu lenyap begitu saja. Bahkan ucapan halus untuk meminta hatinya dengan mudah berganti sebuah luka yang tak pernah ia bayangkan sedikitpun.
Christy tetap membiarkan air matanya berlinang, tanpa berniat untuk menghapusnya. Namun tanpa ia meminta sebuah sapu tangan terlihat mengarah padanya. Christy mulai menatap tangan itu, hingga mendapati wajah Nicky yang kini di tatapnya. Dan untuk kesekian kalinya, Christy lebih memilih untuk pergi. Tak peduli pada Nicky yang terus berusaha mengejarnya.
“Christy tunggu.” Nicky berhasil meraih tangan Christy hingga membuatnya berhenti melangkah. “Aku tahu aku salah, tapi sampai kapan kamu akan marah sama aku kayak gini, Chris?” “Kamu yang udah ngehancurin semuanya, Nick. Kamu sendiri yang udah nyiptain keadaan ini. Dan untuk apa lagi, kamu berusaha buat ngebalikin semuanya? Bukannya ini yang kamu mau?” Christy menatap tajam pada Nicky. Ia hanya menundukkan kepalanya, air mata Christy seolah membuatnya hancur bahkan tak mampu untuk melakukan apapun. “Selama ini aku percaya banget sama kamu, kita selalu berbagi semuanya. Tapi suatu hari, kamu ngehancurin semuanya karena sebuah kebohongan yang selama ini kamu simpan rapat tanpa aku tahu sedikit pun. Saat itu itu aku tahu, kalau kamu udah berhasil ngehancurin semuanya. Persahabatan kita, kepercayaan aku, dan bahkan.. kebahagiaan aku.” Tandas Christy pada Nicky yang masih terdiam.
“Kenapa diam, Nick? Apa karena kamu merasa bersalah? Jawab aku, Nick. Jawab!!”
“Kak Christy.” Christy dan Nicky bersamaan menatap pada Maudy yang berjalan pelan ke arah mereka. Saat itu juga, tamparan dari tangan Maudy mendarat pada pipi mulus Christy. Plakk! “Maudy?” Maudy melepas pelan tangan Nicky yang mencekramnya. Christy mulai menatapnya, menatap pada Maudy yang sudah memasang wajah marahnya. “Kak Christy enggak punya hak buat nyalahin Kak Nicky gitu aja. Apa kak Christy pernah ngerasain gimana pengorbanan kak Nicky selama ini buat kakak? Kalaupun kak Christy emang enggak ada perasaan apapun sama kak Nicky, setidaknya kakak bisa ngehargain perasaan kak Nicky yang selama ini berkorban besar buat kakak.” “Maaf.. kalau Maudy lancang buat ngebuka hati kak Christy. Tapi Maudy cuma ngingetin aja sama kak Christy, jangan sampai kakak nyesel karena udah marah sama kak Nicky. Maudy yakin, kak Christy bisa ngerasain gimana sayangnya kak Nicky sama kakak. Apa mungkin kak Nicky setega itu buat ngehancurin kebahagiaan kakak? Atau bahkan, mungkin kak Nicky akan bicara yang sejujurnya tentang perasaannya selama ini buat kakak. Tapi kenyataannya, Kak Nicky lebih memilih diam dan memendam perasaannya hanya karena enggak mau ngehancurin persahabatan kalian selama ini.” “Tapi apa pernah kak Christy ngerasain semua itu? Sangat di sayangkan, kalau hati kak Christy begitu tertutup hanya untuk menyadari perasaan yang begitu tulus dari kak Nicky. Bahkan kak Christy lebih menyesal saat di tinggal sama orang yang jelas-jelas enggak peduli sama kak Christy.” Christy mulai menatap pada Bisma. Air matanya semakin mengalir dengan derasnya.
“Mulai detik ini, enggak ada lagi pengorbanan apapun dari kak Nicky buat kak Christy. Karena pengorbanan apapun yang udah Kak Nicky berikan sama kak Christy, tetap enggak bisa ngebuka hati kak Christy. Kenyataannya, kak Christy enggak pernah peduli sama perasaan kak Nicky.”
Saat itu juga Maudy menarik tangan Nicky untuk segera mungkin menjauh dari Christy.
Cerpen Karangan: Eni Nurafifah Blog / Facebook: Enni N