Christy terdiam memandang langit senja sore itu. Di balkon kamarnya hanya seorang diri. Semilir angin yang berhembus, sesekali menghapus air matanya. Namun lagi-lagi cairan bening itu kembali mengalir dari kedua matanya.
“Non Christy..” Christy segera menghapus air matanya saat Bi Inah berjalan pelan menghampirinya. “Ada apa, Bi?” “Di bawah ada teman Non, katanya mau ketemu sama non Christy.” Tanpa kembali bertanya, Christy segera mungkin berjalan menuju lantai bawah. Di lihatnya sudah ada Juan yang duduk seorang diri di ruang tamu.
“Juan. Ada apa?” “Hei, Chris? Sorry kalau aku ganggu waktu kamu. Aku cuma nyampaiin pesan aja, ada seseorang yang mau ketemu sama kamu.” “Siapa?” “Kalau kamu mau tahu, sekarang juga kamu ikut aku.” Tanpa menunggu jawaban dari Christy, Juan langsung menggandeng tangannya keluar. Keduanya mulai masuk ke dalam mobil milik Juan, dan perlahan mobil hitam itu mulai melaju membelah jalanan aspal yang sepi.
Nicky masih setia menatap senja di atas bukit. Kedua mata elangnya tak mampu beralih dari keindahan yang selalu memikat hatinya sejak kecil. Dalam hatinya yang paling dalam ia selalu berharap jika penantian itu takkan pernah sia-sia. Walaupun pada akhirnya ia harus menerima kalau kebahagiaan yang sejati hanya tercipta atas kehendak Tuhan.
“Nicky..” Perlahan Nicky mengalihkan pandangannya pada seorang gadis yang berjalan pelan ke arahnya. Senyuman itu mulai terlukis dengan indahnya. “Christy..”
Hembusan angin yang halus mulai memeluk keduanya. Dalam diam yang cukup lama, keduanya masih menatap senja bersama. Entah apa yang kini ada dalam pikiran mereka. Setidaknya kehangatan sang senja kembali mampu menciptakan ketenangan di dalam hati mereka. Mengingatkan akan hal indah yang sering kali tercipta di tempat ini.
“Maafin aku, Nick..” Christy berucap lirih di samping Nicky, namun begitu terdengar jelas olehnya. “Enggak perlu kamu minta maaf sama aku, Chris. Apapun yang udah terjadi, aku udah lupain semua itu.” Nicky mengulas senyum tipisnya. Hembusan angin yang kembali menyapa membuat rambut Christy beberapa kali berkibar. Nicky yang melihatnya langsung menyapu rambut Christy tanpa keraguan sedikitpun.
“Nick..” Nicky mulai meraih kedua tangan Christy. Keduanya kembali beradu tatap satu sama lain. “Kamu tahu, kenapa aku memintamu datang ke tempat ini?” Christy hanya menggelengkan kepalanya. “Seperti yang pernah kamu minta sama aku, Chris.. untuk selalu menemani kamu menatap kehangatan senja di tempat ini. Dan Tuhan selalu ngasih kesempatan aku buat ngelakuin itu. Aku juga berharap aku enggak akan pernah kehilangan kesempatan itu. Walaupun kemaren kamu sempat marah sama aku.”
“Aku pengen nanya sama kamu. Apa kamu ngerasaain senja yang sama, seperti yang selama ini kita lihat di tempat ini?” Tanya Nicky dengan senyum hangatnya yang tak memudar sedikitpun. Christy mulai memejamkan matanya. Mulai menghirup kelembutan angin yang sesekali berhembus. Dan perlahan kedua matanya mulai terbuka, ia telah menemukan kedamaian itu. Wajah Nicky begitu terlihat menenangkan hatinya, bersamaan dengan senja yang memancar di belakangnya. “Aku enggak pernah ngerasain senja sehangat ini, kecuali sama kamu, Nick.” Ucap Christy sembari memeluk Nicky dengan eratnya. Christy tersenyum saat merasakan dentuman jantung Nicky yang begitu keras. “Aku akui, kalau aku juga punya per..” “Stt!! Jangan, Christ!” “Kenapa?” “Aku enggak mau, kamu mengambil keputusan secepat ini. Karena aku enggak mau kamu sampai terluka untuk kedua kalinya.” “Maksud kamu, Nick?” “Aku akan nunggu kamu di tempat ini besok, jam lima sore. Kita akan sama-sama tahu tentang perasaan kita selama ini satu sama lain, di tempat ini.” “Kenapa harus besok, Nick?” “Kamu lihat” Nicky menunjuk senja yang mulai menghilang. “Kita cuma punya waktu sebentar, mulai dari senja menghilang sore ini.. sampai senja kembali hadir besok sore. Aku cuma berharap, di antara kita enggak ada kesalahan dalam menentukan hati.” Ucap Nicky yang membuat Christy menatap diam ke arahnya. “Kenapa? Apa kamu masih butuh waktu lebih dari itu?” “Enggak. Bahkan menurut aku, itu terlalu lama.” Jawab Christy yang mampu membuat Nicky tertawa. “Kebahagiaan akan berlalu begitu cepat, kalau kita enggak bisa menjaga anugrah yang sudah Tuhan berikan untuk kita. Jangan terlalu percaya sama perasaan yang kini hinggap di hati kamu, karena Tuhan maha membolak-balikkan hati.” Christy mulai tersenyum malu di hadapan Nicky. Laki-laki itu selalu mampu membuatnya tersenyum bahkan merasakan kenyamanan yang tak pernah ia rasakan kecuali saat di dekatnya.
“Kamu siap untuk besok?” “Iya.” Keduanya mulai menatap kembali pada senja temaram. Yang perlahan mulai menghilang berganti langit malam yang akan segera mungkin bertugas.
—
Pukul 16.35 WIB Nicky berulang kali menatap pada jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Kedua pipinya sesekali mengembung menahan rasa resah yang sedari tadi menyerangnya. Namun senyumannya mulai terlukis saat penjual bunga langganannya memberikan sebuket mawar putih yang sudah ia pesan.
“Makasih ya mbak?” Ucap Nicky sebelum berlalu. Senyumnya tak memudar sedikitpun saat menatap mawar putih yang sudah ia bawa. Kembali menatap pada jam tangannya, ia masih memiliki waktu dua puluh menit untuk menuju bukit.
“Semoga Christy suka.”
Nicky berjalan pelan sembari mencium sebuket mawar yang ia pegang. Semburat senja sudah terlihat menyapanya. Dan segera mungkin ia akan bertemu dengan Christy.
Langkah Nicky semakin ringan di atas jalanan aspal yang sepi. Hingga kedua matanya menatap pada sinar kuning yang semakin menyilaukan matanya. Tangan Nicky berusaha melindungi kedua matanya saat sinar kuning itu semakin mendekat ke arahnya.
Tin.. Tin… Brakk!!! Tubuh Nicky terpental cukup jauh setelah sebuah truk pengangkut kayu berhasil menabrak tubuhnya karena mengalami rem blong. Tubuh Nicky tegeletak berlumuran darah bersamaan dengan mawar putih yang bertaburan di atasnya. Ia sempat menyebut nama Christy sebelum akhirnya kedua matanya terpejam rapat.
“Nicky..”
Christy menatap jam tangannya. Sudah pukul lima lebih, tapi Nicky belum juga datang untuk menepati janjinya. “Kamu ke mana sih, Nick? Ini udah jam lima lewat, tapi kamu belum juga datang.” “Apa Nicky berubah pikiran?” Tanya Christy pada dirinya sendiri. “Enggak. Aku enggak boleh mikir yang macem-macem sama Nicky. Aku yakin, Nicky pasti datang.” Christy tersenyum sembari menatap senja yang perlahan memudar karena waktu yang memintanya untuk segera berganti.
Waktu semakin berlalu. Christy masih setia menunggu kedatangan Nicky. Namun hari semakin gelap, keresahan hati Christy semakin menjadi. Bahkan kini bertambah rasa kecewa dalam hati kecilnya.
“Apa aku terlalu berharap? Kenyataannya, Nicky enggak akan datang ke sini.” Christy menatap langit hitam dengan cairan bening yang sudah terjatuh dari kedua matanya.
Christy melangkah pelan menuju mobilnya. Namun kedua matanya teralihkan pada keramaian yang ada di tempat itu. “Maaf, Pak. Ini ramai-ramai ada apa ya?” “Oh.. ini baru aja terjadi kecelakaan, Mbak. Tadi.. jam lima sore.” Jawab seorang laki-laki tua yang di tanya oleh Christy. “Iya, Mbak. Kasihan banget pemuda yang udah jadi korban tabrakan tadi, sepertinya dia tidak akan selamat karena mengalami luka yang sangat parah.” Christy terdiam. “Pemuda? Nicky.. apa jangan-jangan. Enggak!” Air mata Christy kembali mengalir. “Apa bapak tahu identitas pemuda itu?” “Kalau enggak salah, namanya.. N–Ni–Nicky, Mbak. Iya.. Nicky. Apa Mbak mengenalnya?”
Tes! Tubuh Christy terasa lemas saat itu juga. Untung saja orang-orang yang ada di sekitarnya langsung menangkap tubuhnya dengan cepat saat akan tumbang. Christy berusaha melawannya dan segera mungkin menyusul Nicky ke rumah sakit.
—
Langkah Christy semakin melemas saat menatap rumah sakit yang ada di hadapannya. Kakinya begitu lemas untuk melangkah hingga ia terjatuh saat memasuki pintu pertama. Christy kembali bangkit sembari mengusap air matanya berulang kali.
“Nicky..”
Christy terus menyebut nama Nicky. Berharap besar segera bertemu dengannya. Namun ketika ia menatap Maudy dan Juan yang tengah menunggu di depan ruang ICU, tubuh Christy kembali melemas hingga jatuh terduduk di hadapan mereka.
“Christy.” Juan melangkah cepat menghampiri Christy. Ia menatap kedua mata Christy yang tengah menatap kosong ke arahnya. “Di mana Nicky? Dia baik-baik aja kan, Juan? Di mana dia sekarang?” “Nicky..” “Juan.. jawab aku, di mana Nicky sekarang? Di mana?” Tangis Christy semakin pecah lantaran Juan yang hanya terdiam di hadapannya. Pandangannya mulai beralih pada Maudy.
“Maudy.. di mana Nicky? Bilang sama aku kalau dia baik-baik aja, kan?” Maudy mulai menatap tajam pada Christy. Saat itu juga ia mendorong tubuh Christy hingga terjatuh di hadapannya. “Buat apa kamu mencari kak Nicky? Kamu bukan orang yang peduli sama dia, walaupun selama ini kak Nicky begitu pemperdulikanmu.” “Maudy..” Juan mengangkat tubuh Christy yang gemetar hebat. “Apa yang kamu lakukan?” “Seharusnya aku nanya sama dia. Apa yang udah dia lakukan sama kak Nicky, hingga dia pergi dan enggak akan kembali lagi.” Ucap Maudy dengan tatapan kosongnya. Tubuh Maudy terjatuh di lantai dengan air matanya yang mengalir deras. “Kenapa harus kak Nicky yang pergi? Kenapa Tuhan mengambil kak Nicky begitu cepat?”
Deg! NICKY PERGI.
Christy menatap pada Juan yang kembali terdiam menatapnya. “Juan.. apa yang udah terjadi? Jawab aku.. itu semua enggak benar kan?”
“Nicky udah tenang, Chris. Ikhlaskan kepergian dia.” “Enggak! Enggak mungkin.” Christy tak mampu menerima apa yang baru saja ia dengar. Hingga kedua matanya menatap pada pintu ICU yang terbuka. Dua orang suster mendorong ranjang pasien lengkap dengan kain putih yang menutupinya.
“Nicky..” “Jangan setuh kak Nicky. Aku enggak pernah rela kamu nyentuh dia sedikitpun, setelah apa yang kamu lakukan sama kak Nicky.” Ucap Maudy yang menahan tangan Christy. “Maudy.” Juan kembali merangkul tubuh Christy yang ingin tumbang untuk kesekian kalinya. “Maudy.. tolong. Aku ingin melihat Nicky.”
Tanpa memperdulikan permintaan Christy. Maudy meminta dua orang suster untuk segera mungkin membawa jasad Nicky pergi. Bersama Maudy, kedua orang suster itu kembali mendorong ranjang itu menjauh dari jangkauan Christy.
“Nicky.. Enggak. Jangan pergi Nick. Nickyyyyy…”
—
Sepinya hari yang ku lewati Tanpa ada dirimu menemani Sunyi ku rasa dalam hidupku Tak mampu aku tuk melangkah Masih ku ingat indah senyummu Yang membuatku mengenangmu Terbawa aku dalam sedihku Tersadar kini kau tak di sini.. (Semmy. S – Kesedihanku)
“Apa yang aku harapkan lagi di tempat ini, Nick? Bahkan senja yang senantiasa menyapa penuh hangat, kini hanya dapat ku tatap dalam kesedihan. Aku memintamu untuk selalu di sini bersamaku, tapi kamu lebih memilih pergi.”
“Senja tak lagi sama setelah kepergianmu. Kehangatan itu tak lagi memelukku karena kemarahannya padaku. Aku hanya berharap, jika kamu akan selalu di sini meskipun aku tak dapat melihat keberadaannmu..” Christy menatap senja dengan air matanya yang tak kunjung mengering. Ia mulai memejamkan keduanya matanya, berharap besar jika Nicky akan berada di hadapannya saat ia membuka matanya.
“Maafkan aku..”
SELESAI
Cerpen Karangan: Eni Nurafifah Blog / Facebook: Enni N