Musim semi, semilir angin Maret yang berhembus melewati pohon sakura menerpa rambutku. Mulai hari ini aku adalah murid SMA Tatsuki. Keinginanku terkabulkan dan aku diizinkan masuk di sekolah campuran yang cukup terkenal. Saat ini hatiku penuh terisi angan-angan kehidupan baruku. SMA itu rasanya bagaimana ya? Saat ini, mulai hari pertama ini, dengan langit yang begitu indahnya dan pohon sakura yang bermekaran, entah kenapa aku merasa bisa bertemu dengan cinta yang kudambakan!
Aku berlari sangat kencang sembari menikmati angin musim semi. Namun tiba-tiba… “Braaak.” Aku tidak sengaja menabrak anak laki-laki sebayaku. Gitarnya terjatuh dan retak. Hanya sepatah kata yang dapat kuucapkan. Maaf. Hanya permintaan maaf. Aku segera berlari lagi tanpa menghiraukannya lagi. Dia marah atau tidak aku tak tahu. Yang terpenting aku harus segera sampai di ruangan Pak Kyto tepat waktu.
“Selamat pagi semuanya. Perkenalkan, namaku Yuuka Charlotte. Kalian bisa memanggilku Uka. Aku harap kalian bisa berteman baik denganku.” Kehadiranku di kelas itu disambut hangat oleh teman-teman. Pak Kyto mempersilahkan diriku duduk di sebelah siswi perempuan bernama Ruri. Mataku tertuju pada siswa laki-laki berkacamata yang duduk di pojok sebelah kiri kelas. Tampak sebuah gitar retak dengan senar yang patah di sampingnya. Aku tidak bisa menyangka bisa satu kelas dengannya.
Saat istirahat tiba aku mendekatinya. Aku bermaksud meminta maaf padanya. “By the way, siapa namamu?” aku memulai pembicaraan dengannya. Hanya basa basi. Dia tampak dingin. Aku takut kalau dia marah padaku. “Kichirou Hide. Apakah kau anak yang tadi pagi menabrakku?” kata Hide sambil membenarkan kacamatanya yang melorot hingga hidungnya. “Maaf maaf maaf. Apa kau marah? Aku berjanji besok akan mengganti senar gitarmu.” Aku menundukkan kepalaku dengan rasa bersalah.
“Ngomong-ngomong kamu suka main gitar?” aku mencoba mengalihkan topik pembicaraan. “Hmm. Kenapa?” “Aku ingin kau menjadi pengiring saat aku bernyanyi. Kau mau? Aku sangat pandai dalam bernyanyi loh. Dijamin gak bakal nyesel deh kalo jadi pengiringku. Suatu saat nanti kita pasti akan jadi terkenal. Mau ya, mau yaaaa. Pliiiis.” Sikapku yang cerewet dan pecicilan mulai tampak. Dia tidak menjawab. Dia malah pergi meninggalkanku. Sikap macam apa itu. Sangat tidak sopan. Dia kan sedang berbicara dengan seorang penyanyi terkenal. Mmm, tapi hanya terkenal di sekolahku dulu sih. Apa dia masih tidak suka karena senar gitarnya patah? Padahal aku sudah minta maaf dan berjanji untuk mengganti senar gitarnya besok. Salah satu tragedi dalam kehidupan nyata adalah tidak adanya musik pengiring. Ya sudahlah.
Suara ayam yang berkokok itu terdengar nyaring mengenai gendang telingaku. Kubuka mataku dengan perlahan dan aku mulai bangkit dari tempat tidurku. Kemudian aku beranjak meninggalkan kamarku dan segera pergi menuju dapur untuk membuat teh hangat agar rasa kantukku hilang. Mengingat hari ini aku harus berangkat ke sekolah, segera kuraih handuk sutra yang berada tepat di balik pintu tempat tidurku itu lalu aku bergegas mandi dan ganti baju.
Jarum jam menunjukkan pukul setengah tujuh. Kelas akan dimulai dalam waktu 15 menit lagi. Kuambil satu lembar roti dengan olesan selai kacang coklat dan kumakan dengan tangan kanan sambil tangan kiriku memakai vantofel hitam berkilau. Aku segera meraih tasku yang berada di sofa ruang tamu dan aku lari dengan cepat seperti sedang dikejar macan yang kelaparan. Untung saja aku sampai tepat waktu.
Bel berbunyi saat aku melangkahkan kakiku tepat di depan kelasku. “Selamat pagi Ruri-chan.” Sapaku kepada Ruri dengan nafas ngos-ngosan. “Yosh. Akhirnya selesai juga. Eh, baru datang? Selamat pagi Uka. Kau sudah mengerjakan tugas Pak Kyto kemarin?” “Sudah dong. Anak rajin sepertiku pasti sudah mengerjakan tugas dengan tepat waktu. Hehehe” jawabku ceria dengan agak menyombongkan diri.
—
“Ini aku ganti senar gitarmu yang patah kemarin.” Kataku sambil menyodorkan senar gitar yang kubeli kemarin. “Tak usah. Aku punya senar cadangan. Gitarku sudah kuperbaiki. Kau bawa saja senar gitarmu itu. Dan satu hal lagi, aku tidak marah kepadamu.” Hide menolak senar gitar dariku. Ini benar-benar suatu penghinaan. Tapi aku bersyukur dia tidak marah kepadaku.
Pak Kyto mengumumkan bahwa pada bulan april nanti akan diadakan festival sekolah. Dia menunjukku dan Hide untuk tampil bermain musik dan bernyanyi. Suatu keajaiban yang tak terduga, dia akan menjadi pengiringku. Sepulang sekolah nanti aku dan Hide pergi menemui guru musik untuk latihan.
Hari pertama latihan aku tak ingin dan tak akan mengecewakannya. Tapi, sifatku yang cerewet dan pecicilan ini terus melekat dalam diriku. Namun, semakin lama aku semakin akrab dengannya. Tiba-tiba Bu Kyoko mengajak aku dan Hide makan di sebuah restoran. Latihan sambil refreshing. Disana kita harus sudah memilih lagu yang tepat untuk ditampilkan.
Di perjalanan menuju restoran Hide memainkan nada-nada yang sangat tidak tepat untuk dimainkan saat ini. Aku heran dengannya. Apa yang sedang dia pikirkan. Apakah dia tidak suka berkolaborasi denganku. Nada dan irama yang dia mainkan memang indah, tapi aku tidak suka. Seharusnya dia bahagia sekarang.
Dua minggu telah berlalu. Sejak saat itu aku semakin dekat dan akrab dengannya. Aku merasa senang saat dia berada di sampingku. Aku merasa senang saat jari-jemarinya menari di atas senar gitarnya. Alunan tiap nadanya menenangkan hati ini. Ada apa ini? Aku sangat aneh. Rasa apa ini? Apakah aku jatuh cinta? Tidak mungkin. Tidak mungkin aku jatuh cinta pada lelaki yang super duper cuek sepertinya.
Hide mendekatiku. Berbisik lirih tepat di telingaku. “Nanti malam kita harus berkencan, kutunggu kau di taman kota jam 7 nanti, oke!” jantungku berdegup kencang. Dia yang selama ini bersifat dingin kepadaku tiba-tiba mengajakku berkencan. Ahh, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
Kami mulai berlatih. Hide memetik senar gitarnya sambil tersenyum kepadaku. Aku hanya tersipu dan membalas senyumnya. “jreng.. jreng.. jreng.. Telah kutemukan. Yang aku impikan. Kamu yang sempurna.” Aku menatap matanya yang indah. Senyumnya yang mempesona. Dan wajahnya yang menawan. Hatiku bergetar. Ya, ini getaran cinta. Sekarang aku sangat yakin bahwa ini perasaan cinta. Nada-nada indah selalu tercipta dengan alunan harmoni yang spektakuler. Dia tak pernah memberi nama setiap nada yang dia ciptakan, dia hanya ingin nada-nada itu bebas tanpa terikat oleh apa pun dari dalam dirinya. Musik adalah keindahan yang terlihat namun terasa sampai ke jiwa, sama sepertinya. Satu bulan yang lalu aku pernah mengatakan bahwa nada dan irama yang dia mainkan memang indah. Tidak, sekarang tidak seperti itu. Nada dan irama yang dia mainkan begitu indah hingga aku ingin menangis. Aku suka dengan nada itu. Aku sangat menyukainya. “Ooohh. Segala kekurangan. Semua kelemahan. Kau jadikan cintaaa.”
Hide, perasaan ini muncul secara tiba-tiba. Aku tak tahu apa kau memiliki perasaan yang sama. Aku sangat menyayangimu. Sangat menyayangimu. Kupikir aku jatuh cinta lebih dulu dengan kata-kata sebelum aku jatuh cinta dengan musik. Musik adalah sebuah keajaiban yang tercipta di dunia ini. Karna musik aku mengenal dirimu, karna musik itu pula aku mencintaimu Berdegup, degup. Jantungku berdegup lebih kencang dari sebelumnya.
“Tanpamu aku tak bisa berjalan. Mencari cinta sejati tak kutemukan. Darimu aku bisa merasakan. Kesungguhan hati, cinta yang sejati. Kamu dikirim Tuhan. Untuk melengkapiku, untuk jaga hatiku. Kamu hasrat terindah untuk cintaku. Takkan cemas kupercaya kamu. Karna kau jaga tulus cintamu. Ternyata kamu yang kutunggu.”
Cerpen Karangan: Ellen Gresiela Blog / Facebook: Ellen Gresiela Nama: Ellen Gresiela TTL: Malang, 27 Mei 2001 Kota: Malang Sekolah: SMKN 1 Purwosari, kab Pasuruan Kelas: 11 Rekayasa Perangkat Lunak Hobby: Nonton Anime Jepang dan Mendengarkan Musik