“Kau lihat di atas sana? Bintangnya sangat indah bukan? Rasanya mereka sedang berbicara dengan kita.” Ucap Hide sambil menunjuk ke langit. Duduk berdua menikmati angin malam adalah hal yang sudah biasa. Namun menjadi sangat indah saat bersamanya. Aku merebahkan tubuhku di atas rumput taman yang sudah mulai tinggi. Hide pun merebahkan tubuhnya di sampingku. Kami menatap langit yang sama berdua. Seperti di dunia ini tak ada orang lain kecuali kita berdua.
“Kamu dikirim Tuhan. Untuk melengkapiku, untuk jaga hatiku. Kamu hasrat terindah untuk cintaku. Takkan cemas kupercaya kamu. Karna kau jaga tulus cintamu. Ternyata kamu yang kutunggu.” Aku bisa mendengar suara nafas halusnya. Seperti kucing. Sehelai daun bunga yang mengalir masuk ke dalam hidupku. Kesan pertama terburuk yang pernah ada. Kuharap suara ini sampai padanya. Sekarang kau ada dalam diriku. Kau di sini. Di sampingku.
“Laper nih. Ke warteg kuy. Mumpung lagi ada diskon.” Aku menarik tangan Hide menuju warteg. Tapi Hide malah mengajakku ke restoran. Sesampainya di restoran kami memesan makanan.
“Yuuka. Kamu sadar kan akhir-akhir ini kita selalu bersama. Menghabiskan waktu bersama di ruang musik. Hanya kita berdua. Selama ini aku tidak pernah sampai seakrab ini dengan teman sekelasku. Aku selalu menyendiri. Aku benci keramaian. Aku butuh ketenangan. Tapi sejak kau datang, hidupku berubah. Hidupku yang monoton, sekarang terasa sangat berwarna sejak dirimu hadir dalam hidupku. Aku merasa memiliki teman. Aku merasa nyaman bersamamu. Kau buat hariku lebih berwarna. Kamu menerangiku dalam kesendirianku. Dan kamu, aku mencintaimu. Malam ini, aku ingin membuktikan pada bintang kubuktikan pada bintang bahwa aku akan memilikimu. Aku ingin kau menjadi kekasihku.” Hide menyatakan cintanya padaku. Benar-benar sulit dipercaya. Semua yang dia katakan, berkilau dengan begitu terangnya. Terlalu menyilaukan bagiku. Dan akhirnya aku pun menutup mata. Meskipun aku juga jatuh cinta padanya, tapi tetap sulit untuk mengatakan ‘ya, aku mau menerimamu’. Aku hanya menunduk, aku hanya harus bilang iya atau tidak. Entah apa yang mengganjal dalam hatiku. Aku tak tahu. Yang pasti aku mencintainya dan aku menyayanginya namun sulit untuk menerimanya.
Festival sekolah yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Ini giliranku dan Hide untuk tampil. Aku sangat gugup. Aku tidak pernah demam panggung sampai seperti ini sebelumnya. Apa karena ini yang pertama kalinya tampil dengan orang kucintai dan mencintaiku. Aku tak ingin mengecewakannya. Aku tak ingin satu bulan itu sia-sia. Aku tak ingin dia bersedih. Aku tak ingin dia membenciku. Aku tak ingin hal itu terjadi. Aku akan berusaha mengerahkan seluruh kemampuanku. Aku berjanji tak akan mengecewakannya.
“Karna kau jaga tulus cintamu. Ternyata kamu yang kutunggu. Jreng.. jreng.. jreng..” Tepuk tangan yang meriah ditujukan pada kami. Mereka sangat menikmati penampilan kami. Penampilanku dan Hide mendapatkan banyak apresiasi dari kalangan siswa maupun guru. Aku sangat bangga dengan diriku sendiri dan Hide. Saat nada yang dia mainkan sampai ke banyak orang, disitulah nada-nada yang dialunkan akan menjadi bunga-bunga yang bertebaran dari langit. Semua orang akan senang. Terutama diriku dan hatimu. Langkah awal menuju impian yang kudambakan berjalan mulus. Aku akan tetap mempertahankannya.
Satu bulan sejak festival itu aku menghilang darinya. Aku terlalu lemah, hingga lemahnya aku terkurung di ruangan dengan bau obat dimana-mana. Jarum infus menancap ditanganku. Aku terperangkap di ruangan yang gelap. Aku tenggelam di dalamnnya. Semakin tenggelam dalam kegelapan dan kesendirian. Aku ingin menghabiskan waktu terakhirku dengan Hide meski hanya 1 menit sebelum malam yang menentukan diriku untuk tetap berada di dunia bersama Hide atau memulai kehidupan baru di sisi Tuhan. Hanya satu keinginanku.
Beberapa jam sebelum menjalankan operasi, Hide menemuiku. “Tidakkah kau mau menyenandungkan nada-nada cinta itu untukku yang teakhir kalinya?” kataku meminta kepada Hide dengan tersenyum. “Aku akan mengalunkan nada-nada itu dengan syarat kau harus terus bersamaku. Kita baru saja memulainya Yuuka. Musim semi akan berlalu. Jangan dengan mudah kau pergi begitu saja. Kita akan menikmati hari-hari disaat musim semi berakhir. Aku akan memulai membuat nada-nada itu dengan jemari dan gitarku.” Dengan bola mata berkaca-kaca dan dan pucat dia segera menyanyikan sebuah lagu untuk yang terakhir.
“I found a love for me. Darling, just dive right in and follow my lead. Well, I found a girl, beautiful and sweet. Oh, never knew you were the someone waiting for me.” Alunan gitarnya seketika berubah seiring dengan suasana hatinya. Aku bisa mendengarnya. Aku bisa merasakannya. Nada-nada itu berdansa di telingaku. Aku merasakan kenyamanan dan kebahagian itu. Meskipun dia tersenyum saat menyanyikan lagu itu, tapi dalam hatinya kurasakan kesedihan yang mendalam. Aku mengikuti setiap senandungnya. Nada-nada ini kunamakan nada musim semi. Ini tawa dan air mata kita. DO RE MI FA SO… Seperti perasaan kita yang bersatu dalam nada simfoni. Saat hatimu menyatu bersama-sama, musik mungkin hanya mengantarkan kata-kata.
“’Cause we were just kids when we fell in love not knowing what i was. I will not give you up this time. But darling, just kiss me slow, your hear is all I own. And in your eyes you’re holding mine.”
Hingga malam itu tiba. Dia terlelap di sofa samping ranjangku. Dokter membangunkan Hide dan membawaku ke ruang operasi. Aku takut. Takut tidak bisa bertemu dengannya lagi. Aku takut dia meninggalkanku. Aku takut dia melupakanku. Melupakan semua kenangan yang telah kita buat.
Hide terus memanjatkan doa kepada Tuhan untuk keselamatanku. Dia menungguku di depan ruang operasi. Aku berjanji padanya untuk segera keluar dari ruangan itu dengan senyum kebahagian dan kita akan terus bersama.
Beberapa jam kemudian, operasi telah dilakukan aku menepati janji itu. Aku keluar dengan senyuman dan dengan tubuh yang dingin dan sudah terbujur kaku di atas ranjang itu. Hide menangis sekeras-kerasnya dan memelukku.
“Hide, jangan sia-siakan air matamu disini. Kamu hanya perlu mensyyukuri apa yang kau miliki hari ini. Walaupun yang kau tunggu tak akan pernah datang. Nikmati saja, betapa dalamnya rasa yang kau simpan untukku. Aku akan pergi. Kuharap kau tak akan pernah melupakanku dan namaku akan tetap abadi di hatimu. Tapi, jangan kau rindukan aku. Itu hanya akan membuatku sedih karena aku tak ingin melihatmu menderita. Bahagialah dengan yang lain. Cari saja penggantiku untuk menemanimu. Maaf aku tak bisa menghapus air matamu. Menyentuhmu saja sangat sulit. Dunia kita sudah berbeda. Maaf, aku tak bisa menjadi yang terbaik untukmu. Selamat jalan. Sampai jumpa.”
Hide mengantarku hingga ke peristirahatan terakhirku. Aku bisa mendengar suara hatinya yang masih sulit menerima kepergianku. Aku hanya bisa memeluk bayangnya. Ikhlaskan aku dengan sepenuh hatimu. Maka aku akan selalu ada di sampingmu tanpa kau tahu itu.
“Uka, dalam diam aku hanya sanggup mengingat jelas bayangmu yang masih melekat. Dalam kecewa ku hanya mampu katakan tetaplah tersenyum karena itu jalan yang telah engkau pilih, terbanglah bersama pelangi dan jadilah bidadari surga. Aku menjemputmu suatu hari nanti. Thank you for loving me for being my eyes when I couldn’t see, for parting my lips when I couldn’t breath. Selamat tinggal Ukaaa. Aku menyangimu. Terasa sangat singkat ya. Hanya beberapa bulan aku bertemu denganmu. Sudahlah kita lupakan saja dan jadikan kenangan. Aku cukup bahagia. Sekali lagi, selamat tinggal” Hide pergi meninggalkanku di tempat yang sepi ini sendirian. Ini sangat dingin. Mungkin malam nanti aku akan berkunjung ke rumahnya untuk melepas rindu ini.
Cerpen Karangan: Ellen Gresiela Blog / Facebook: Ellen Gresiela Nama: Ellen Gresiela TTL: Malang, 27 Mei 2001 Kota: Malang Sekolah: SMKN 1 Purwosari, kab Pasuruan Kelas: 11 Rekayasa Perangkat Lunak Hobby: Nonton Anime Jepang dan Mendengarkan Musik