Hari ini hari pertama aku masuk kuliah di semester tiga. Tidak terasa hari begitu cepat, aku sedikit terlambat hari ini tetapi untung saja dosenku kali ini bisa mengerti dan memaafkanku.
Di tengah tengan pelajaran berlangsung dina sibuk menendang nendang kursiku dari belakang, aku yang tengah sibuk mendengarkan penjelasan dosen hanya mengabaikan dina yang menggerutu dan bersumpah serapah di belakangku.
“sa gila lu ya gue panggilin gak nengok nengok, segitu bolotnya kah lu sa?” Aku yang malas menanggapinnya hanya diam dan sibuk memencet mencet handphoneku. “sasya ada reunian SMA nih, mau ikut gak? Acaranya minggu ini, dateng ya karena nama lu udah gue daftarin ke okta, dia yang koordinasi semuanya nanti lu tinggal bayar cod aja” Kata kata yang baru saja dina ucapkan sontak membuatku melepaskan handphoneku dari genggaman “lu sarap ya? Kok bisa bisanya sih lu daftarin gue tanpa minta persetujuan gue? Lu tau kan gue ngehindarin banget yang namanya reuni, gue muak din. Lu tau kan?” Dengan muka kesal aku mengatakan itu pada dina, bisa bisanya dia mengambil keputusan tanpa bertanya padaku dahulu. “ya ampun sa, lu masih takut ketemu bintang? Takut rasa buat dia tumbuh kaya dulu lagi? Takut sakit hati ketemu dia karena sadar kenyataannya lu cuman bisa ngagumin dia diam diam? Iya?” Sial. lagi lagi kata kata yang dina keluarkan sukses membuatku ingin memarah dan malu bersamaan. “sa, udah tiga tahun lu suka sama dia padahal lu udah gak pernah ketemu dia lagi, udah waktunya lu ngelupain dia sa, lu cuman harus ikhlasin dia sa, dateng ya gak papa, lu harus ngehadepin yang belum selesai” Aku pun hanya diam dan menunduk karena sentuhan dina.
Minggu yang aku benci pun datang, karena aku tau acara reuni ini hanya akan membuatku makin tidak bisa melupakan bintang teman SMA ku dulu. Semua orang saling berpelukan, melepaskan kerinduan, sedangkan aku hanya diam memandang ke arah luar dari rooftop. Aku melihat bintang di dalam cafe sedang tertawa bersama teman temannya. Entah mengapa tawanya menyesakan hati ini karena aku sadar bahwa aku masih mencintainya dan mungkin tidak bisa berhenti.
Acara makan makan pun dimulai, aku mengambil buah buahan dan air putih, ketika ingin duduk aku bertatapan dengan bintang. Mau tidak mau kita mengobrol sebentar, bahkan ketika berbicara dengannya jantungku berdebar tak karuan, caranya tertawa dan tersenyum tak akan pernah aku lupakan, mungkin dalam sejarah hidupku senyum dan tawa dia lah yang paling memabukan.
“pulang sama siapa sa?” tiba tiba ia memecah suasan tawa menjadi tegang seketika. “hm gak tau nih bin, kayanya naik ojek online aja kali ya” jawabku menutupi rasa gugup “bareng gue aja ya sa, ntar kalo udah mau pulang nyamper gue aja ya, gue mau ngambil makanan dulu, dah sa” Aku hanya membalasnya dengan senyum berharap ia berkata di dalam hatinya jika senyumku memabukan.
Selama acara berlangsung aku menyapa beberapa teman yang memang dekat denganku selebihnya aku hanya duduk manis dan diam.
Ketika sampai di penghujung acara jantungku berdebar tak henti hentinya karena membayangkan aku yang akan pulang ke rumah diantar bintang. Pikiranku berputar menahan agar rasa ini tak semakin membesar padanya, tapi hatinya berteriak kegirangan. Aku sempat bertanya pada diriku sendiri sampai kapan aku menyimpan semuanya. Jadi aku putuskan, aku akan memberitahu bintang semuanya.
“ayo sa jangan bengong aja, naik” bintang menarik tanganku untuk menaiki motornya. Entah ini keberuntungan atau kesialan untukku tetapi tiba tiba di tengah jalan hujan deras sekali, akhirnya kita menepi di sebuah pertokoan yang sudah tutup karena memang ini sudah jam 10 malam.
“bintang” aku memecah keheningan di antara kita. Ini waktunya. “iya kenapa sa?” “gue suka sama lu dari SMA kelas 3” dengan gemetar aku mengatakannya berharap ia juga akan menjawab bahwa ia juga menyukaiku “iya sa gue tau” Sontak aku terperangah tidak percaya. Dengan memasang muka seolah bertanya bagaimana bisa?. “gue tau dari dina, dina sering ngeledekin gue sama lu, meski dia gak bilang kalo lu suka sama gue atau enggak tapi gue bisa nyimpulin sendiri kalo lu suka sama gue sa” Aku menelan ludah, ternyata selama ini dia tau perasaanku, tapi kenapa dia diam saja
“maaf sa, gue cuman bertingkah baik selama ini sama lu, gak maksud buat lu suka sama gue, gue gak tau kalo ini bakal terjadi” Entah mengapa kata kata yang ia keluarkan membuatku sangat ingin lari sekarang. “jadi selama ini lu tau tapi lu diam aja bin?” tanyaku memendam kekecewaan. “maafin gue sa, gue gak bisa” “iya gue paham bin, lu kan tipe orang yang kalo lu tau ada cewek yang suka sama lu, langsung lu deketin, langsung lu tembak dan jadiin pacar. Kalo ternyata selama ini lu tau kalo gue suka sama lu tapi lu diem aja berarti lu gak ada niatan buat jadiin gue pacar kan? Kenapa bin? karena gue gak cukup cantik dijadiin pacar lu? karena lu bakal malu dan dihina temen temen lu kalo gue jadi pacar lu? Iya bin itu kan alasannya?” darahku berdesir kini aku ingin sekali berteriak di bawah hujan dan menangis, sementara bintang hanya diam dan memandangi hujan sambil sesekali melirik ke arahku yang sedang membendung tangisan.
Setelah beberapa menit hening, akhienyar bintang pun memecah keheningan, “ayu sa pulang tinggal gerimis kecil takutnya nanti ujan gede lagi” Aku menaiki motornya dengan perasaan benci kecewa dan malu. Hatiku ingin sekali menangis sedang pikiranku berteriak mengejekku bodoh setadi dari.
“sa lu tau kan gak semua cinta harus memiliki” sontak kata kata bintang membuyarkan lamunanku, dan aku hanya mengangguk. “sa maaf ya, gue gak bisa bales perasaan lu, gue udah punya pacar sa, gue gak mau ekspos pacar gue di media sosial karena gue tau itu bakal nyakitin lu, maaf sa kalo gue terlalu percaya diri, gue hanya berusaha bertingkah membayangkan gue yang ada di posisi lu”
Tuhan aku semakin ingin menangis sekarang, tapi aku tau tak boleh itu hanya membuatku terlihat semakin bodoh. “iya bin, gak papa kok gue juga udah terbiasa tanpa lu” aku melontarkan senyum ke arah kaca spion karena aku tau sedari tadi ia memerhatikanku dari kaca spion.
Lalu aku turun dari motor bintang yang sudah berhenti di depan rumahku “makasih ya bintang, eh iya lu ga usah khawatir. kalo lu mau eskpos pacar lu di medsos gue gak keberatan kok, santai aja” Bodoh aku menyesal mengatakannya. “serius sa? Makasih ya sa, gue pulang ya sa salam buat nyokap bokap lu, dah sa” Aku hanya melontarkan senyuman ke arahnya yang perlahan pergi dengan motornya.
Setetes Dua tetes Aku tak dapat memebendungnya. Aku menangis sangat keras di pukul setengah dua belas malam dengan titik titik hujan yang perlahan membasahiku. Aku jongkok dan menutup mata berusaha menghapus air mata agar papah mamah tidak mengetahuinya.
Bagimana bisa mencintai sesakit ini? Bagaimana hati ini ternyata begitu rapuh? Bagimana bisa sudah tiga tahun tidak bertemu tapi ternyata rasa ini semakin membesar dan liar? Bagaimana bisa semuanya serumit ini?
Aku menghapus airmata, masuk ke dalam rumah dan tersenyum lagi terhadap kedua orangtuaku, mereka tidak boleh tau kebodohan anak perempuannya malam ini.
Erpen Karangan: Shasha