Sebenarnya bukan tidak ada alasan kenapa andi tak kunjung terlelap di malam yang sudah larut ini. Perasaan bersalah itulah yang membuatnya malu pada dirinya sendiri. Mengingat perlakuan kasarnya pada leni tadi di pesta.
Leni adalah teman sekelasnya, leni si gadis bertubuh kurus, berkulit hitam dan berkaca mata tebal. Yang dengan percaya dirinya mengungkapkan perasaan suka pada andi tadi di pesta ulang tahun desi dan membuat andi berhasil menjadi bahan olok-olokan teman sekolahnya.
“Apa!! lo suka sama gue, lo ini punya kaca gak di rumah? Mana mungkin gue pacaran sama cewek jelek kayak loe, tau diri donng lo.” kata-kata menyakitkan inilah yang diucapkan andi pada leni di depan orang banyak tadi. Mungkin saja karena malu disukai oleh cewek jelek ditambah harus di depan desi gadis incarannya sedari dulu.
“kenapa bisa gue setega itu ke leni ya? Kan bisa aja gue nolak dengan cara halus tadi, gue ini manusia atau iblis?.” Gumam andi.
Pagi ini karena takut telat Andi buru-buru berangkat ke sekolahnya. Namun sampai di sekolah andi belum melihat siapapun disana. Lorong sekolah, kelas-kelas dan ruang guru semuanya masih tampak sepi. “Tumben jam segini masih sepi, nih sekolah kalau masih sepi gini serem juga.” Gumamnya dalam hati.
Ternyata dia tidak sendiri rupanya, Karena dari arah kejauhan dia melihat seseorang sudah ada yang datang juga. “Mungkin dia juga kepagian datangnya.” Pikir andi. Dia melanjutkan langkahnya menuju kelas dan “Oh tidaakk…!!!” Ternyata seseorang itu adalah leni. Andi kaget bukan main, karena gadis itu lah yang membuatnya benar-benar tidak bisa tidur tadi malam. Gadis yang pasti hatinya hancur karena ditolak andi dengan kasar di depan orang banyak.
Karena masih merasa gugup dan tidak enak hati andi pun berpikir untuk tidak usah dulu menyapa leni. Mumpung gadis berkaca mata itu juga sepertinya tidak menyadari ada yang datang karena tampaknya dia asyik sekali membaca sebuah buku di tangannya. Namun, tidak seperti yang andi pikirkan, ternyata leni menyadari kedatangannya disitu. “Andi tunggu sebentar!” kata leni sambil beranjak dari tempat duduknya dan menutup buku yang asyik dia baca tadi. “Aduhh sekarang apa…??” Pikir andi dalam hati sambil membalikan badanya kearah leni. Sekarang mereka dalam posisi berhadap-hadapan dan membuat andi semakin tegang.
“kenapa?” Sahut andi pendek. “kamu kenapa tega banget sama saya andi? Kenapa kamu harus mempermalukan saya di depan teman-teman, kamu tau nggak gimana malunya saya kemarin?” Kata gadis itu datar. “Ng… bukannya begitu,” jawab andi sedikit terbata-bata. “kamu sendiri ngapain coba harus melakukan hal konyol seperti kemarin?” “Konyoll!?” Seru gadis berkulit hitam itu. “Ehh bukan maksud gua…”, belum selesai dia bicara leni langsung memotong. “Kamu bilang perasaan saya ke kamu konyol ndi? Lebih konyol mana sama jawaban kamu tadi malam??” Tanya leni sangat lugas dengan menatapi tajam kearah mata andi. “Ya soryy gue ngerasa shock aja, gak nyangka lo bakalan berani nyatain perasaan di depan teman-teman, gue malu lah” jelas andi berharap leni mau mengerti perasaannya juga. “Ya udahlah, mungkin juga saya yang terlalu Pede, tapi perasaan saya ke kamu bukan sesuatu yang konyol ndi, saya benaran tulus suka sama kamu.” Leni menundukan kepalanya sedih sambil menatapi buku seperti diary bersampul hitam itu di kedua tangannya. “Ini buat kamu.” Kata leni sambil menyodorkan buku itu kearah andi. Tapi andi tak langsung menerimanya, “apa ini dan kenapa lo kasih ke gue?” Reaksi andi bingung. “Ini buku diary saya, di dalam buku ini saya menulis semua tentang perasaan saya ke kamu.” Jelas leni serius tapi terlihat senyum kecil di sudut bibirnya. “Oh gak usah len, buku itu kamu simpan saja.” Seperti tak menghiraukan perkataan andi, leni dengan sigap menggapai tangan andi menyerahkan paksa buku itu dan sekarang buku diary itu sudah berpindah tangan ke andi. Begitu diary itu sudah di tangan andi, leni pun cepat-cepat pergi dari hadapan andi. Dengan langkah cepatnya leni menuju kearah halaman belakang sekolah.
“Tumben lo datangnya cepat ndi?” Sapa dodi sambil menepuk pundak andi dari belakang. “Eh dodi, iya nih lagi rajin gue.” Balas andi bercanda. Lalu dia mengarahkan pandangan matanya lagi kearah leni pergi tadi, tapi dia sudah tak melihat gadis itu lagi. “Ngapain masih bengong disitu, ayok masuk kelas” seru dodi. Andi pun berniat mengembalikan diary leni nanti di kelas saja. Toh juga mereka pasti berjumpa dikelas pikirnya.
Bel masuk berbunyi para siswa memasuki kelas masing-masing. Bu vika pun masuk ke dalam ruangan dan kelas yang tadinya ramai mulai hening. “Selamat pagi anak-anak.” Sapa bu vika membuka jam pelajaran pertama. “Pagi bu!!” Jawab kami serentak. “Oh iya sebelum memulai pelajaran ada kabar duka yang ingin ibu sampaikan dulu, kabar duka dari teman kalian leni, tadi malam almarhum meninggal dunia ditemukan gantung diri di kamarnya”. Perkataan bu leni membuat andi dan seisi kelas kaget bukan main. Kelas yang tadinya sepi kembali ramai lagi akan suara-suara tidak percaya temannya.
“Omong kosong apa ini?? Trus yang tadi bicara sama gue siapa.” Kata andi berpikir keras. Memang dari tadi andi pun masih menunggu leni yang tak kunjung masuk kelas. Berniat mengembalikan diary yang belum sempat dibukanya itu. Dia berpikir mungkin bu vika salah info. Karena leni tadi masih datang ke sekolah kok. “Oh iya andi, ada yang ingin bertemu kamu di ruang guru.” Kata bu vika membuyarkan lamunan andi. “Saya bu?” Tanya andi lagi. “Iya kamu.” Jawab bu vika.
Andi pun berjalan memasuki ruang guru, dia melihat sepasang suami istri menunggu disitu, sang istri dengan wajah sedih itu bersandar di bahu suaminya sambil sesekali menghapusi air matanya dengan tisu. “Bapak dan ibu ingin bertemu saya.” Sapa andi ramah. Mengabaikan sapaan andi sang ibu langsung berdiri dan mulai histeris melihat andi. “Oh jadi kamu yang namanya andi, tega sekali kamu hah!! Kenapa kamu harus sekejam itu sama anak saya,” kata ibu itu sambil menggoncang-goncangkan bahu andi, andi bingung dan tidak mengerti dengan apa yang dikatakan ibu itu, dan siapa suami istri ini dia pun tidak mengenalnya. Sang suami dari belakang berusaha menenangkan istrinya. “Tenang bu… sabar sabar.” Kata suaminya sambil menahan si ibu. “Kalau kamu tidak suka dengan anak saya, kenapa kamu harus menolaknya dengan kata-kata kasar hahh!!!” Kata ibu itu dengan air mata membanjiri pipinya. Tak perlu bertanya-tanya lagi dalam hati jawabannya sudah dia ketahui, mereka adalah orangtua leni. “Anak saya bunuh diri karena sakit hati kamu menolaknya dengan kasar.” Teriak ibu itu dengan lebih histeris. “Ya Tuhan.. apa yang aku dengar ini, nyatakah ini?? leni bunuh diri karena aku.” Andi pun hanya mematung bercampur shock mendengar omongan ibu itu. Dia pun membiarkan tubuhnya diguncang dan dipukuli ibu itu.
Orangtua leni pun akhirnya pulang, dengan susah payah suaminya dan guru-guru menenangkan ibu itu supaya sang ibu yang sedang berduka itu bisa ikhlas menerima kepergian leni.
Sambil berjalan kekelas kembali pikiran andi masih berharap ini tidak nyata terjadi. Andi masih berharap leni kembali dari halaman belakang sekolah dan mengatakan ini semua hanya sandiwara untuk balas dendam pada andi. Dia mencoba mencubit lengannya dengan kuat dan berharap ini mimpi. “Sakiiit.” Berarti ini bukan mimpi, ini nyata.
“Ngapain kamu berdiri disini?? masuk ke kelas” ucap bu vika yang berdiri didepan pintu kelas. “Oh maaf bu, tadi saya baru mau mengetuk pintu keburu ibu keluar.” Kata andi sedikit berbohong.
Andi berjalan ke mejanya dia duduk dan mengambil tasnya dari laci untuk mengeluarkan buku pelajaran. Lalu dia teringat dengan buku diary pemberian leny tadi, kalau benar tadi bertemu leni hanya halusinasinya berarti buku harian itu juga pasti tidak ada di tasnya. Dengan sigap dia membuka tasnya, dan jreng… jreng… Diary bersampul hitam itu MASIH ADA tersimpan manis diantara buku pelajarannya di dalam tas, Bagaimana mungkin?? “Ya ampunn…!! omong kosong apa lagi ini.” Pikirnya.
Cerpen Karangan: Dewi Simanjuntak