Teriknya sinar matahari di atas kepala seakan menemaniku dalam kesendirian, duduk terpaku di atas kursi kayu lusuh di pinggiran alun-alun kota Majalengka. Semilir angin kembali menghantarkanku dalam bayang kelabu, cantiknya raut wajahmu, seolah kau selalu menjelma dalam benak dan masuk melalui pori-pori kulit kepalaku. Menghantui, menjadi bayang yang begitu anggun dibalik semunya dunia yang fana ini. seakan rokok yang kuhimpit dalam jari tanganku tak hentinya mengeluarkan asap pekat, menemani kesendirian dalam lamunanku.
Tak seorang pun datang dan menegurku dikala lamunan yang begitu dalam, mengingat kelamnya masa laluku. Seolah burung bersiul di atas dahan tak terdengar merdu dalam bisikan kudua telingaku. “Ah…!!!! apa yang sedang kupikirkan?” gumamku dalam hati. “Bayangmu menjelma selalu dalam benak dan fikiranku, apakah tak ada ingatan lain selain mengingat wajah elok dan cantiknya peragaimu?” gumamku dalam hati seakan tak tertahankan dan berteriak keluar dari relung kerongkonganku. Sontak semua orang melihat ke arahku dengan rasa aneh dan kaget.
Aku berdiri dan melihat semua keadaan di pojokan alun-alun kota Majalengka ini, rupanya semua orang kaget dengan teriakan tak tertahankan dari mulutku. Segeralah badanku menunduk dan meminta maaf atas perilakuku. “Maaf bu, pak, ada problem yang membuatku lupa segalanya, sekali lagi maaf yah pak, bu,” semua orang yang ada di sudutan kota hanya menoleh dan terrsenyum sambil berbisik satu sama lain. “mungkin mereka mentertawakan, atau mereka mengira aku ini gila, aduh gila bener…” gumamku dalam hati.
Kembali aku duduk dan gugup sambil menghisap rok*k yang masih terjepit dalam lingkaran jari-jemariku, seakan aku lupa bahwa rok*kku hanya sebatang kara lagi. Kalau menurut bahasa sundanya “Duh lebar euy rok*k urang hiji-hijina bet ek tereh erep deui”. Gumamku dalam hati, disaat keadaan gugup dan malu terhadap orang-orang yang ada di sekelilingku. Kring-kring, tiba-tiba bunyi HP dalam saku celana mengagetkanku, dalam keadaan dikala aku masih gugup dan tidak karuan, karena rasa malu atas teriakanku tadi.
Perlahan kuambil HP dalam saku celana depanku, kubuka pesan dan kulihat nama yang tertera dalam pesan tersebut, Lisa…!!! “Alhamdulillah, rupanya ia masih mengingatku dan masih mengabariku lewat pesan yang dikirimnya hari ini”. perlahan kubuka dan kubaca, “Assalamualaikum a, maaf yah atas kejadian pagi tadi, jujur sebenarnya aku masih sangat mencintaimu a, tetapi apa kehendak tuhan, mungkin ini telah menjadi jalan yang terbaik untuk aa dan nenk. Dengan cara seperti ini kita harus terpisah, dengan cara ini pula kita harus saling mengerti dan saling memahami satu sama lain. Dikala cinta itu masih ada tetapi tuhan dan orangtua kita tidak meridhai ikatan yang kita jalani. Sekali lagi maaf yah a, nenk memutuskan bukan berarti putus segalanya.” Sepenggal pesan yang kubaca lewat pesan yang dikirim olehnya membuat hatiku kembali remuk dan ingin menjerit, mengadahkan wajahku ke atas langit dan berbicara langsung dengan tuhanku, “tuhan mengapa ini harus terjadi, aku begitu mencintainya, aku sayang dan rindu akan canda dan tawa yang ia berikan dengan tulus, senyum yang selalu terukir di atas bibir bergincu miliknya”. Gumamku kembali dalam relung hati terdalamku.
Aku sedikit meresapi semua perkataan yang tertera dalam pesan yang dikirimnya, tak ada sepatah katapun yang terucap dalam hati dan mulutku. Aku kembali duduk termenung dengan HP yang masih kugenggam erat sembari memandang pesan yang ia berikan. Hatiku kembali tersentuh mengigat kejadian pagi tadi. Ketika aku datang ke rumahnya sambil memakai motor trail butut rakitanku sendiri. mengetuk pintu rumahnya dan mengajaknya pergi keluar rumah untuk mencari tempat makan dengan pemandangan yang benar-benar memanjakan mata dan hatiku dengan Lisa. Dengan janji-janji pertemuanku hari ini yang telah diucapkanku lewat pesan-pesan sms tadi malam.
Ketika itu kuajak lisa ke sebuah tempat dimana ia bisa memanjakan hati dan pikirannya, berbicara, canda tawa dan obrolan layaknya seorang kekasih yang sedang jatuh cinta dengan pasangannya sendiri. yang kalau diartikan dengan basa sunda “Dunia teh asa milik berdua bae, batur mah gan saukur milu ngontrak di dunia iyeu teh coy”. Dikala Lisa kubawa ke sebuah tempat yang jauh dari rumahnya, kubawa ia ke sebuah tempat dengan pemandangan yang elok rupawan dengan disuguhi awan-awan putih berjalan perlahan ditemani langit biru sebagai wadah dalam ruang lingkup jagad raya.
Canda tawa ketika itu menjadi saksi akan cinta kita berdua, semilir angin dan eloknya pemandangan alam yang tuhan suguhkan menjadi saksi bisu indahnya sebuah ikatan yang telah lima tahun ini kita jalani. Dengan hanya bermodalkan motor trail butut dan cinta yang tulus aku bisa mendapatkan Lisa. Lisa yang begitu manis dan cantik, begitu enak untuk dipandang dan dipuja. Dengan idung pesek miliknya, kulit putih bersih, dibarengi dengan rambut hitam panjang hasil catokan salon ditemani poni tipis di dahinya. Dan gigi yang putih dengan behel bening di giginya. Bibir tipis yang manja merona dengan gincu tipis merah yang selalu menjadi bayangan dalam mimpiku. Membuat mataku enggan untuk berpaling darinya, membuatku tak ingin mencari lagi pengganti wanita selain dirinya.
Kala jam menunjukan jam 09.00 WIB, tiba-tiba Lisa melihat jam yang dikenakan dalam tangan kananya, ia tiba-tiba gugup dan tidak karuan, rasanya kulihat ia ingin mengucapkan sesuatu yang entah apa…? ia berdiri dari kursi yang sedang ia duduki dengan pemandangan elok di depanku dengannya. Tiba-tiba ia pun bergumam, “aduh, dari mana mulai ceritanya yah”, “apa nenk?” kataku dengan penuh pertanyaan. “A, nenk harus bicara serius, tak perlu panjang lebar dan tak perlu berbelit-belit nenk rasa” katanya, sontak aku menjadi kikuk dan heran apa yang sedang Lisa bicarakan, apa maksud dari perkataannya. “jadi begini a, nenk rasa aa itu begitu mencintai nenk dengan sungguh dan tulus terhadap nenk, tetapi tuhan berkata lain dengan adanya hubungan ini, hubungan yang telah lama kita ikat dan jalani dengan suka dan duka yang selalu menjadi cerita dalam lika-liku percintaan kita”, maksudnya?, aku tak mengerti apa yang ia katakan dan aku tak memahami apa maksud perkataannya seperti itu.
Lisa menatapku dengan penuh arti dan sedikit mengeluarkan air mata dari mata sayunya, ia meneatapku dengan terus dan penuh arti. “A, nenk sebenarnya masih cinta dan ingin terus hubungan kita berlanjut sampai jenjang pernikahan, tetapi waktu telah berkata lain, nenk telah dijodohkan dengan seorang lelaki pilihan ayah dan ibu di rumah, ia adalah seorang lelaki pilihan ayah, seorang tentara yang bertugas di luar kota teman dekat ayah sewaktu kecil dahulu, sebenarnya nenk telah dipertemukan dengannya dua minggu lalu, dan telah ada ikatan suci yang telah mengikatku satu minggu lalu, maaf a nenk tidak banyak cerita dengan semua kejadian ini, nenk mencoba menutupi dan ingin menjauhi aa secara perlahan, tetapi nenk tidak bisa melepas aa begitu saja. Nenk sadar, dan nenk tahu bagaimana nanti perasaan aa ketika semua ini terjadi” ujarnya dengan air mata menetes dan memelukku dengan penuh arti. “maaf a, sekali lagi maaf” ucapnya.
Aku tak banyak kata, dan hanya duduk terdiam di atas kursi ketika berdua dengannya, dengan pelukan erat yang mengunci tubuhku di depan hamparan hijau pemandangan alam Majalengka. “apa yang sedang kau bicarakan nenk? aku tidak mengerti dengan semua ini, apakah ini benar dan sungguh benar-benar serius, apa yang telah kau ucapkan tadi nenk? apakah harus seperti ini jalan cerita cinta yang telah 5 tahun lamanya kita jalani?” ujarku kepadanya dengan semua pertanyaan yang tiba-tiba begitu saja keluar dari mulutku, dengan mengelus lembut rambut hitam panjangnya, sambil mendorong tubuh tingginya dari pelukan erat yang ia lakukan terhadapku.
“Apa maksud semua ini, apakah kau sudah tak mencintaiku lagi? apakah kau lebih memilih harta, pangkat dan jabatan sebagai teman dalam hidupmu? Apakah kau benar-benar mencintainya dengan tulus, seperti cinta yang telah lama kuberi dan kupertahankan selama ini?”. semua unek-unek dan emosiku kini menyatu dalam kata-kata yang tak pantas untuk lisa, dengan nada tinggi kuucapkan kepadanya. “Ya allah, apa yang merasuk dalam benak dan pikiranku sehingga emosiku tak tertahankan seperti ini” gumamku dalam hati bersih yang masih teringat akan tuhanku sendiri.
Lisa menangis dengan tersedu-sedu, seakan ucapan yang keluar dari mulutku terus menyayat relung hati putih terdalamnya, ia tak bisa menahan air mata suci yang terus menetes dari mata sayunya. Seakan akupun berkata kepada tuhanku “Tuhan, apakah ini cobaan yang kau beri, ataukah ini sebuah skenario yang telah ditetapkan dalam panggung sandiwaramu? Cinta, hah.. cinta hanya indah pada awalnya saja, dikala aku telah menyayangi kau… lisa,” sambil tanganku menunjuk padanya yang tengah duduk sambil menangis tersendu-sendu di pinggiran kursi kayu di hamparan hijau keindahan alam Majalengka “ah, sudahlah, mungkin ini sudah takdir yang telah tuhan tentukan untukku dan untukmu”.
Lalu akupun duduk dan mencoba menenangkan diri di dekatnya, sudahlah, maaf atas semua perkataanku tadi, “sejujurnya aku tak tega melihat orang yang selama ini kucintai kumaki dan kutunjuk dengan tanganku sendiri sambil meluapkan semua emosi yang ada dalam hati dan fikiranku”. Ujarku kepada Lisa. Seakan suasana hening seketika, lisapun masih duduk terdiam, tertunduk malu melihat ke arahku, disisi lain ku mencoba untuk melihatnya dengan hati masih sakit dan rapuh, patah seketika dalam hitungan detik seolah mengalirkan darah kebencian yang berceceran di atas indahnya tanah yang tuhan ciptakan.
Kucoba untuk menenangkan diri dan menarik dalam heula nafas dengan hembusan angin yang menyatu dengan aroma kesedihan yang telah tercampur dengan rasa kebencian, tetapi gumamku “untuk apa aku membenci Lisa, yang telah terukir jelas, bahwa ia adalah wanita yang aku sayangi dan cintai selama ini.” akupun mencoba menguraikan rambut panjang Lisa yang menutupi indah raut wajah manisnya, yang telah tertutup awan hitam dengan bercucuran air mata kesedihan dengan perkataanku dan penyesalan yang ia rasakan karena tekanan orangtuanya, dengan perjodohan yang telah jelas terjadi.
“Maafkan aku a, aku tak banyak bicara tentang hal ini, aku tak tahu, bahwa aku telah dijodohkan dua minggu lalu oleh ayah dan ibu, dengan roby anak ayahku sewaktu kecil, kita haruus mengakhiri hubungan ini dengan ikhlas dan lapang dada, mungkin ini takdir tuhan yang begitu indah untuk nenk dan aa, dan mungkin nenk bukan yang terbaik untukmu a, maka kita harus berpisah dengan jalan seperti ini”, ujar lisa sambil menangis tersedu-sedu. “Aku memahami apa yang kau rasakan hari ini nenk, sudahlah, aku memaafkanmu, mungkin ini sudah menjadi jalan, dan takdir yang telah tuhan ciptakan untuk kita berdua, aku ikhlas dengan semua ini, aku tak bisa menyalahkanmu, aku tak bisa menyalahkan kedua orangtua mu, dan aku tak bisa menyalahkan tuhanku sendiri, biarlah ini menjadi sebuah sejarah yang terukir manis dengan ending perpisahan yang begitu pahit untuk diceritakan”. Akupun seolah membujuk lisa untuk menerima keadaan yang telah terjadi, karena yang berlalu biarlah berlalu, menjadi sejarah yang telah terukir, baik itu pahit ataupun manis.
Tangisan sendu lisa yang tak kunjung usai menjadi saksi bisu dalam perjalanan pulang menuju rumahnya, aku tak banyak berbicara dengannya ketika di atas motor yang kutunggangi dengannya, dan lisa hanya menangis tersendu-sendu sepanjang jalan menuju rumah tempat dia berteduh. Sesampainya di rumah, Lisa turun dengan tergesa-gesa, ditemani isak tangis yang tak henti-henti. Aku sedikit merasa bersalah, atas kejadian ini, “mengapa ini terjadi dan mengapa ini begitu pahit untuk diceritakan” gumamku dalam hati ini. Setelah sampai di gerbang rumahnya, Lisa kembali menoleh kearahku dengan pandangan mata yang sayu berderai air mata, merasa ia begitu sangat bersalah dengan apa yang telah diperbuatnya dan keputusan orang tuanya yang tak terduga.
Lisa kembali menghampiriku, dan memeluk tubuhku dengan erat, merasa ia begitu bersalah dan telah melakukan dosa besar yang tak dapat di basuh dengan air suci yang turun dari langit. Aku pun hanya berkata, “ini telah menjadi takdir tuhan, biarlah aku tak dapat berkata apa-apa lagi, biarlah kau tenag dan bisa menjadi istri yang sholehah terhadap suamimu kelak, jangan lupakan masa-masa indah maupun pahit yang telah kita lalui, biarlah tuhan yang memberi jalan dan pengganti untukku, sebagai penggantimu kelak, wanita yang sholehah, dan cantik luar dalam sepertimu.
Aku tak dapat berucap banyak tentang hal ini, “sudah masuklah, ayah dan ibumu menunggu di dalam, sampaikan semua salam dan hormatku pada ayah dan ibumu, aku takan lupa atas semua jasa, kasih sayang, dan semua penghormatan yang telah diberikan ayah dan ibumu terhadapku, masuklah, dan ingat, kau harus menjadi istri yang baik terhadap suamimu, istri yang sholehah pertahankan iman dan islammu di jalan yang telah tuhan ridhai untukmu dan suamimu, dan aku akan tetap memujamu walau hanya berakhir pada sebuah puisi dan sajak liar nantinya, aku akan tetap menyimpan sebuah liontin bertuliskan cinta yang telah kau beri untukku, walaupun tanda cinta itu hanya sebagian yang ada dalam kalungku ini”. “Assalamualaikum,” akupun pergi dengan harapan yang rapuh dan pikiran yang benar-benar berkecamuk tanpa arah dan tujuan. Menaiki motor trail butut teman setia dalam hidupku. Dan terdiam, terpaku melamun dan membisu di sebuah alun-alun kota Majalengka.
Cerpen Karangan: Ibenk Suribenk Blog / Facebook: Ibenk Suribenk