Entah kenapa hari ini Annisa merasa tidak mau lagi berpisah dengan Yusuf, dia tetap ingin bersamanya lagi untuk beberapa waktu kedepan, bahkan untuk selamanya. Setelah selesai sholat, tak lupa Annisa menuliskan suasana hatinya ke buku yang sejak dulu setia menemaninya. Dengan senyum yang mengembang di bibirnya Annisa menuliskan kata perkata di buku itu dengan jujur sesuai dengan apa yang dirasakannya. Dengan sabar Annisa menulis dan menceritakan isi hatinya sambil menunggu Yusuf yang sedang sholat.
Tiba-tiba Yusuf mengagetkannya dari belakang. “Hayo, ayang sedang nulis apa?” tegur Yusuf sembari memegang lembut pundak Annisa. “eh, enggak yank, bukan apa-apa”. Sontak Annisa menutup bukunya. “sudah selesai kah sayang sholatnya? Ayo kita pulang, sudah mulai malam ini yank”. Ajak Annisa mengalihkan perhatian Yusuf yang mulai penasaran dengan buku Annisa. Namun Yusuf tak ambil pusing dengan hal itu, ia pun mengiyakan ajakan Annisa. “hemm, Iya yank, ayo” jawabnya sambil beranjak menuju parkiran sepeda.
Mereka pun melanjutkan perjalanan pulang ke rumah Annisa. Tanpa banyak bicara mereka menyusuri jalan yang terlihat lengang, hanya ada beberapa mobil bak terbuka yang berlalu lalang. Jalan yang mereka lewati memang sering digunakan untuk mobil bak terbuka sejenis pick up untuk beraktivitas membawa bahan baku untuk pembuatan kursi kayu. Untuk menuju daerah rumah Annisa memang harus melewati daerah pengrajin kursi kayu yang lumayan ramai dan terkenal di daerah tersebut.
“yank, besok aku jemput lagi ya??” kata Yusuf memecah keheningan suasana. “Iya yank, oke” jawab Annisa. “oh ya yank, terima kasih ya untuk hari ini, sayang sweet banget, aku cinta kamu sayang” ucap Annisa tulus setengah berbisik ditelinga Yusuf. “Aku cinta kamu juga sayang, cinta banget, banget, banget” jawab Yusuf, dan sedikit menoleh ke arah Annisa.
Tiba-tiba mobil pick up yang tadi mendahului mereka mengalami pecah ban dan oleng, hingga terguling. Yusuf dan Annisa yang berada tepat di belakang mobil, tidak bisa menghindar karena jarak yang terlalu dekat dengan mobil dan juga kecepatan motor Yusuf yang lumayan kencang. Dan akhirnya mereka pun mengalami kecelakaan. Motor yang dikendarai Yusuf dan Annisa menabrak mobil pick up yang tengah terguling di tengah jalan. Tabrakan tak bisa dihindari, Yusuf dan Annisa mengalami luka yang cukup serius, Annisa sempat terlempar 500 meter dari motor dan kepalanya terbentur bahu jalan. Darah segar berkucuran dari kepala dan hidung Annisa, Annisa pun tak sadarkan diri.
Sementara itu, Yusuf yang tertimpa sepeda motornya juga mengalami luka yang cukup serius, tangannya yang patah karena tertimbun badan sepeda motornya, banyak luka-luka lecet di tubuhnya. Namun Yusuf masih memiliki kesadaran, dia berusaha bangkit dan mencoba meraih Annisa yang sudah tak sadarkan diri dan terlempar jauh dari dirinya. Namun tenaganya tak mampu mengangkat motornya, hanya teriakan meminta tolong yang dapat dilakukan Yusuf. Beberapa saat kemudian orang-orang berkerumun dan mulai membantu Yusuf dan Annisa. Saat itu Yusuf mulai tak sadarkan diri.
Banyak yang membantu mereka dan segera melarikan mereka ke rumah sakit terdekat. Dokterpun segera menangani mereka. Annisa yang mengalami pendarahan langsung dibawa di UGD dan diperiksa. Sementara Yusuf yang juga mengalami patah tulang juga ditangani di UGD, bersebelahan dengan Annisa. Saat di rumah sakit, Yusuf sedikit tersadar dan melihat dokter yang menangani Annisa yang masih saja menutup mata dengan kucuran darah segar dari kepalanya. “sayang, kamu pasti bisa, bertahan ya, semangat Annisa” batin Yusuf dengan tatapan yang tak lepas memandang Annisa. Namun kondisinya yang masih lemas kembali membuatnya tak sadarkan diri.
Dokter menangani mereka dengan cekatan, setelah beberapa jam di UGD dan ditangani oleh dokter, Yusuf yang patah pergelangan tangannya sudah bisa dipindahkan ke ruang rawat inap biasa. Sementara itu Annisa yang mengalami benturan keras di kepalanya masih belum melewati masa kritisnya, tubuhnya masih terbaring di ruang ICU. Bunda Annisa setia menemani Annisa di sampingnya dan tak hentinya berdo’a untuk kesadaran Annisa. Dengan kucuran air mata Bunda Annisa memegang lembut tangan Annisa, berharap ada tanda-tanda kesadaran dari Annisa yang masih harus dibantu dengan alat-alat medis di tubuhnya. “Nak, bangun dong sayang, Bunda sudah ada disini” ucapnya.
Di kamar rawat inap Yusuf yang juga ditunggui oleh Ibu dan Ayahnya masih belum sadar juga. “Yusuf, bangun nak?” ucap Ibu Yusuf sambil mengusap kepala Yusuf penuh dengan kasih sayang. Ada pergerakan dari jari Yusuf dan perlahan matanya mulai terbuka. “Annisa, dimana Annisa? Ibu, Ayah, dimana Annisa?? Awww,” tanya Yusuf khawatir dan kesakitan, karena tangannya yang patah tersenggol saat dia berusaha bangun. “tenang nak, tenang, jangan terlalu banyak bergerak tanganmu patah nak” kata Ibu menenangkannya. “tapi dimana Annisa Bu, semua ini salahku Bu, Yusuf tidak mau Annisa kenapa-kenapa” kata Yusuf sambil terisak. “Annisa di ruang ICU nak, kondisinya masih kritis dan belum sadarkan diri” kata Ayah. “apa?? Ibu, Ayah, antarkan Yusuf kesana menemui Annisa,” rengek Yusuf pada ayah dan ibunya. “Tapi nak, keadaanmu masih belum memungkinkan” jelas Ayah Yusuf. “Iya nak, tunggu sebentar, do’akan Annisa baik-baik saja nak” ucap Ibu menenangkan Yusuf. Yusuf tak lagi mampu membantah perkataan orangtuanya. Kondisinya yang masih lemah tidak dapat melakukan apa-apa, Yusuf hanya bisa terdiam dan mendo’akan yang terbaik untuk Annisa. “Ya Allah, selamatkan Annisa, jaga dia” batinnya.
Keesokan harinya setelah kondisi Yusuf yang sudah mulai membaik, dia langsung menengok Annisa yang masih saja tak sadarkan diri dan masih berada di ruang ICU. Dengan menggunakan kursi roda dan ditemani Ibu dan Ayahnya Yusuf menemui Annisa yang didampingi Bundanya. “Bunda, maafkan Yusuf yang tidak bisa menjaga Annisa, sehingga membuat Annisa seperti ini” ucap Yusuf pada Bunda Annisa sambil mencium tangannya. “nak tidak ada yang salah dalam kejadian ini, ini musibah tidak ada yang tahu kapan terjadinya, do’akan yang terbaik buat Annisa ya nak Yusuf” ucap Bunda Annisa menenangkan Yusuf. “Iya Bun, Yusuf bisa melihat Annisa??” tanya Yusuf. “silahkan nak” jawab Bunda.
Yusuf mendekati Annisa yang masih saja terbaring tak sadarkan diri. “sayang, bangun dong, ini ada aku disini, maafin aku ya karena tidak bisa menjaga kamu” ucapnya pelan sambil memegang tangan kekasihnya itu. Namun tak ada sedikitpun reaksi yang diberikan Annisa, matanya masih saja tertutup dan tubuhnya yang dipenuhi alat-alat medis masih saja tak bergerak. Tanpa sadar air mengalir disudut mata Yusuf.
Tiba-tiba perawat masuk keruangan dan meminta Yusuf meninggalkan ruangan karena perawat akan memeriksa keadaan Annisa. Beberapa saat kemudian beberapa perawat dan dokter yang menangani Annisa bergegas masuk ruangan. Semua keluarga yang menunggu di depan sedikit bingung, ada apa sebenarnya. Apa yang terjadi dengan Annisa, semua orang cemas tanpa terkecuali Yusuf. “ya Allah, berikan kekuatan pada Annisa, jaga dia berikan yang terbaik untuknya” batin Yusuf dengan raut muka masih diselimuti rasa cemas.
Beberapa saat kemudian dokter keluar rungan. “bagaimana dok??” tanya Bunda sambil menghampiri dokter. “maaf Ibu, kondisi Annisa memburuk, dia hanya ketergantungan dengan alat-alat medis, jadi saya sarankan alat-alat yang menopang Annisa segera dilepas, dan kita do’akan saja yang terbaik untuk Annisa” jelas dokter panjang lebar, dengan disaksikan Yusuf dan keluarganya. “apa?? Annisa,” ucap Yusuf histeris, dengan kucuran air mata dari ujung matanya. “sabar nak, kita do’akan saja yang terbaik untuk Annisa” ucap ibu Yusuf menenangkan anaknya. “dok, apakah saya boleh melihat Annisa?” tanya Yusuf masih dengan wajah cemasnnya. “Iya silahkan” tanggapan dokter tenang. Yusuf segera masuk kerungan Annisa dan duduk di sampingnya. Bunda Annisa yang masih syok dan lemas masih belum bisa berkata-kata.
Yusuf yang berada di dalam ruangan tak kuasa lagi menahan air matanya. Annisa orang yang dicintainya berada dalam masa kritis. Yusuf tak tahu lagi apa yang harus dilakukannya. Do’a, hanya itu yang dibutuhkan Annisa, air mata mercucuran membasahi pipi Yusuf yang juga tengah memegang tangan Annisa. Tiba-tiba Annisa mengalami kejang dan Yusuf pun panik, segera Yusuf memanggil dokter, dan dokterpun segera menanganini Annisa. Yusuf dengan keadaan yang masih penuh luka, tangan diperban dan masih saja dengan setia menunggu Annisa bersama ayah dan ibunya, tentunya juga bersama Bunda Annisa. Sementara dokter dan Annisa masih berjuang didalam ruang mereka semua dengan wajah cemas mereka tetap berdo’a yang terbaik untuk Annisa.
Beberapa saat kemudian dokter dengan wajah lemas keluar dari ruangan. Dengan sigap mereka yang sudah menunggu di luar segera menghampiri dokter. “maaf pak, buk, adek, kami sudah berusaha semaksimal kami” hanya kalimat itu yang keluar dari mulut dokter, padahal mereka belum sempat bertanya. Sontak mendengar kalimat itu membuat semua orang yang ada dalam suasana ini menjadi kaget, sedih, dan juga tidak percaya. Terutama lagi Bunda anisa dan Yusuf. “apa dok?? Tidak mungkin, dokter bercanda ya? Tolong dok jangan bercanda dengan nyawa orang?” teriak Yusuf setengah memaki dokter dengan isak tangis yang mulai pecah. “maaf adek, hanya ini yang bisa kami lakukan” jawab dokter yang juga timbul rasa menyesal. “gak mungkin, gak mungkin Annisa???” teriak Yusuf. “tenang nak, tenang, ini rumah sakit, kamu juga masih sakit, kamu harus bisa mengontrol emosimu sayang?” ucap ibu Yusuf menenangkannya.
Tanpa menghiraukan keadaan Bunda Annisa yang sudah bercucuran air mata, langsung masuk ke ruangan anaknya, dan memeluk anaknya sambil tetap terisak. “kenapa nak?? Kenapa kamu yang meninggalkan Bunda, kenapa kamu yang lebih dahulu menyusul ayah? Bunda sendiri nak?” ucapnya. Tak ada tanggapan sedikitpun dari sosok yang dirangkulnya. Jantungnya sudah tak lagi berdetak, dan kini mata indahnya akan tetap selamanya tertutup.
Semua orang masih tidak percaya dan masih berduka atas meninggalnya Annisa, bahkan teman-teman dekatnya pun masih tidak percaya sahabatnya yang masih terlihat bahagia saat terakhir mereka bertemu, kini hanya bisa terbaring kaku tak berdetak jantung. Ribuan tangisan mengiringi pemakaman Annisa, dari sahabat, keluarga dan tetangga, semua merasa kehilangan sosok Annisa yang selama ini mereka kenal. Dan yang paling terpukul adalah Yusuf dan Bunda Annisa. Mereka terlihat sangat kehilangan Annisa, namun ketika pemakaman ini Bunda Annisa sudah mulai menerima kenyataan, tak lagi shock seperti di rumah sakit. Beliau berpikiran semua ini memang sudah takdir, dan beliau sudah percaya Annisa akan lebih bahagia disisi Tuhan. Namun rasa kehilangan yang begitu besar masih menggelayuti batin Yusuf. Pasalnya Yusuf masih menganggap secara tidak langsung kepergian Annisa karena disebabkan olehnya. Rasa bersalahnya itu yang semakin membuatnya merasa kehilangan orang yang dicintainya. Seperti baru saja mereka mulai manis lagi, tapi maut harus memisahkan mereka seperti ini.
Cerpen Karangan: Fitria Choirunnisa Blog / Facebook: vithree choirunniesa E_mail: firniez_angel14[-at-]yahoo.com Follow: @vithree_niessa14 Alamat: Kec. Sutojayan, Kab. Blitar jatim-indonesia TTL: Juli 1995 mohon kritik dan sarannya ya, masih belajar ^_^