Kring.. Kring.. Kring.. Dering ponsel terdengar keras “halo.. Ini siapa?” “iya, ini Rangga” “Rangga siapa?” Tutt.. Tutt Terdengar sambungan telepon yang putus Ya, dia ayahku yang sengaja mematikan panggilan dari Rangga. Setelah mengetahuinya ayahku mematikan begitu saja tanpa kata untuk mengakhiri.
Kring.. Kring.. Kring.. Kring.. Kring.. “Rangga memanggil” ucapku Ada senyum tipis di bibir, ada sepercik getaran di hati. “Begitu lama aku menunggu” Arnita tak bisa menahan lebih lama lagi untuk melewatkan panggilan itu begitu saja. “halo, assalamualaikum” “waallaikum salam, bisa minta tolong?” “apa?” Arnita berpikir panggilan ini akan segera berlalu. Kesedihan yang ada dalam hatinya membuat dirinya mengalami kekecewaan sekali lagi. Tiba-tiba terdengar sapaan, “apa kabar?” “baik, kamu bagaimana?” “alhamdullilah baik”
Arnita dan Rangga saling menanyakan sesuatu yang tak sempat mereka tanya dalam beberapa hari yang lalu. Beberapa hari yang kelam yang membuat dua sosok yang saling merindukan menjadi terpisah.
“jadi, bisakah kita bersama lagi?” ucap Rangga Hening~ “aku masih tidak bisa memaafkan hari itu!”
Terdengar kalimat yang panjang yang berusaha dijelaskan oleh Rangga. Hati Arnita pun menjadi luluh kembali, ia meneteskan air matanya kembali.
“hal yang sakit adalah kemarin, dimana aku merasakan kurang. Aku sedang galau nit!” “kamu terlalu” ucapku dengan sedih “iya aku tau, aku bersalah. Maafkan aku, aku hanya ingin memberi kejutan untuk esok harinya dan ternyata kamu yang lebih dulu memberikan kejutan padaku dengan menyelesaikan segalanya.” “aku tau, karena aku terlalu cepat memutuskan tanpa mengerti hari esok” “kamu membuat kata tunggu ku paling sakit Ngga!”
Di tengah perbincangan antara Arnita dan Rangga, terdengar suara langkah kaki menuju ruang tamu mendekati keberadaan arnita. “siapa yang menelepon? Itu Rangga!” Ayahku berlalu dan masuk ke dalam dengan menunjukkan ketidaksukaannya terhadap sosok yang berbicara padaku di telepon. Diam tanpa kata~ Lalu datang kembali sosok wanita tua, dia adalah ibuku. Hal yang sama mereka kembali menghakimi pria pilihanku. Arnita semakin terjebak dalam dilema. Ia semakin tak bisa mengendalikan hatinya.
“ya sudah iya” “jadi kita balikan lagi?” “kamu denger tadi aku jawab apa dan kamu tau apa yang membuatku seperti ini. Lanjutkan bila mau melakukan hal sama terhadapku!”
Bagaimana lagi, Arnita tak bisa mengerti keputusan yang telah ia ambil. Sekuat apa pun dia memilih orangtuanya tapi tetap saja dia tak bisa berpaling dari cintanya. Durasi panggilan yang begitu terasa sangat lama. Tak biasanya panggilan yang berasal dari Rangga membuat Arnita menginginkan untuk cepat segera berakhir. Kegelisahan yang ada di hatinya membuat dirinya kembali merasakan kehampaan di dalam hati merasuki pikirannya begitu dalam.
“haaaaa penat!” batinku Membenci untuk segala hal yang menolak, apakah untuk yang menciptakan takdirku pantaskah aku membenci?
Suaranya perlahan-lahan tak terdengar bersemangat. Hilang ketika dua sosok yang datang menghampirinya. Tutt.. Tutt Sambungan telepon yang tak tersambung lagi, panggilan dari Rangga berakhir. “melegakan” Bukan karena aku membenci panggilannya, tapi hatiku digoyahkan kembali akan sosok yang tak pernah menyukai pilihanku. “apa ini! Aku benci takdirku!” mataku berlinang
Arnita beranjak dan segera melangkahkan kaki menuju kamar dengan membawa kepingan hati yang patah. Orangtuanya kembali mematahkan hati yang masih tersisa dalam dirinya. “aku tak sekuat itu” batinku Kembali memejamkan mata dan mengingat kembali peristiwa apa saja yang telah mematahkan hatinya pada saat itu. Dia menjadi kehilangan arah dan tak punya tujuan lagi.
Arnita menjadi sangat kalut, ia meraih laptop miliknya lalu menekan tombol, klik drama korea! “ya, aku begitu sangat menyukai drama korea. Aku menyibukkan diriku untuk hal semacam itu ketika dalam keadaan hati yang memburuk”
Pagi berlalu, siang berlalu, dan menjelang malam lalu berganti pagi kembali. Aku bangun dari tidurku, membuka mataku secara perlahan. Pagi sedang menyapa, namun ruang kamarku terlihat sangat gelap. Tangan mungilku berusaha mencari ponsel. “dimana ponselku?” Menekan tombol dan segera melihat, Rangga: selamat pagi sayang ^_^
Hatiku membeku, tak ada sepercik getaran yang membahagiakan. Masih dengan dilema yang sama, rasa sakit yang sama, dan kebencian yang sama. Arnita membalas dengan singkat dengan menunjukkan tak ada kebahagiaan tentang sapaan Rangga. Rangga merasa kecewa, hanya saja dia tak mengerti akan dilema yang dialami Arnita.
Terbangun dari tempat tidur lalu keluar, tiba-tiba saja terdengar suara dari dapur. Obrolan ayah, ibu, dan adik perempuan Arnita. Kalimat yang melukai hati, “begitu sakit” batinku “kenapa harus menghakimi takdirku? Hancurkan saja diriku jangan ada yang disisakan lagi”
Sesekali dua sosok itu kembali mengacaukan pikiranmu. Kembali menunjukkan ketidaksukaannya terhadap cintaku. Arnita menjadi sangat sedih, sangat rapuh dari sebelumnya~ Pikirannya terus saja membayanginya. Bukan tentang menentang atau tak ada keputusan untuk dilema cinta. Namun, aku sudah mencoba berhenti dan mengikhlaskan tapi tetap tak bisa! “aku masih belum bisa melepaskan” ucapku
Sejak peristiwa malam itu, hati Arnita menjadi beku. Dia menjadi sangat pendiam dengan semua orang yang berada di dekatnya. Terlihat jelas dari wajahnya bahwa dia mengalami tekanan batin. “aku sendiri yang membuat diriku berada dalam kesulitan. Takdirnya! Tak membiarkan hidupku berjalan dengan semestinya”
Cinta tanpa restu untuk pria pilihanku, bahkan semesta pun ikut campur dalam menghakimi cintaku. Semesta benar-benar tak berpihak padaku~
Cerpen Karangan: Rita Marzela Facebook: Ryta Marzela Tanggal lahir: 10 Oktober 1997 Alamat: Lampung