Namaku Izumi tomoharu aku duduk di bangku kelas 12 smu, kehidupanku biasa-biasa saja mungkin hampir dikatakan menyedihkan apalagi kedua orangtuaku telah tiada karena kecelakaan 2 tahun lalu, tetapi setelah kehadirannya membuat hidupku menjadi lebih berarti. Aku menjalani hubungan dengannya sudah hampir 1 tahun lebih, awal pertemuan kami dan aku mulai menyukainya yaitu pada saat dia menabrakku dengan sepedanya.
Aku baru saja mengantarkan kue dari bibiku, maklum karena semenjak orangtuaku meninggal aku tinggal bersama paman dan bibiku jadi aku harus membantu mereka semampu yang aku bisa. Sore itu matahari sudah mulai memunculkan cahaya jingganya di langit kyoto ini, aku terlambat pulang karena aku membeli buku terlebih dahulu setelah aku mengantarkan kue pesanan dari bibiku dan aku pun berjalan dengan terburu-buru ahirnya sudut gang yang menuju rumah sudah terlihat lalu tiba-tiba seseorang yang sedang membawa sepeda menabrakku dan membuatku terjatuh ke tanah “maaf, maaf aku tidak sengaja” ucapnya turun dari sepeda dan membantuku berdiri “iya tidak apa-apa lagipula aku yang salah karena tidak berhati-hati” “oh iya aku Itoigawa, itoigawa hamura” sambil mengulurkan tangannya padaku akupun menjabat tangannya itu “namaku Izumi tanoe” “kalau begitu salam kenal” ucapnya sambil tersenyum padaku. Semenjak hari itu kami lebih sering bertemu dan lebih banyak meluangkan waktu bersama walaupun hanya untuk beberapa menit saja.
Sore itu aku barusaja pulang dari sekolahku dari kejauhan aku melihat Itoigawa yang seperti sedang menunggu seseorang aku mengenalinya walau dari samping kiri dan dari kejauhan, aku berpikir mungkin dia sedang menungguku dan aku pun berniat untuk memanggilnya, sebelum aku memanggilnya datang seorang wanita dengan rambut cokelat tua menghampiri Itoigawa mereka tampak akrab sekali bahkan itoigawa terlihat nyaman saat mereka bersama lalu terlihat itoigawa memberikan sesuatu kepada wanita itu, aku tidak berani menghampiri mereka berdua apa lagi suasana hatiku saat ini yang tiba-tiba terasa diremas-remas.
Akhirnya aku pun sampai di rumah lebih lama dari biasanya karena aku mengambil jalan lain untuk sampai ke rumah tanpa harus melihat mereka berdua “tadaima…” “Izumi kenapa baru pulang selarut ini?” tanya bibiku yang sedang menyiapkan makan malam “maaf aku pulang agak larut dan tidak bisa membantu bibi menyiapkan makan malam” “iya sudah tidak apa-apa, sekarang ayo makan dan tolong panggilkan Aiko di kamarnya” pintanya padaku dengan suara lembut sama seperti kepribadiannya “baik”.
Waktu menunjukan pukul 8 malam, bayangan Itoigawa dan gadis itu pun kembali menghampiri, lamunanku terbuyarkan karena handphone milikku berdering (from: Itoigawa) Telephone darinya tak ingin kuangkat begitupun pesan darinya yang tak ingin kubalas.
Keesokan harinya… Hari ini aku libur jadi pagiku aku mulai dengan membantu bibiku dan berharap aku bisa melupakan kejadian tentang kemarin, malampun akhirnya tiba lagi Tok, Tok, Tok “Izumi… ada Itoigawa katanya ada perlu denganmu” ternyata itu bibiku yang mengetuk pintu kamar, karena tak ada jawaban bibi pun membuka pintu kamarku namun saat itu aku pura-pura tertidur karena tak ingin dulu menemui Itoigawa.
Aku baru saja pulang dari sekolah ‘siapa wanita itu? apa ada sesuatu di antara mereka?’ batinku terus berkata seperti itu mungkin karena aku melamun sampai-sampai aku tidak menyadari jika Itoigawa menungguku di tepi jalan lengkap dengan seragam sekolahnya dan menarik tanganku “Itoigawa? untuk apa kau ke sini?” tanyaku penuh keheranan “aku hanya ingin berbicara denganmu, sebenarnya kenapa kau jadi seperti ini? aku benar-benar tidak bisa mengerti” ucapnya penuh rasa penasaran “lepaskan tanganku” “tidak, aku tidak akan melepaskannya sebelum kamu menjawab semua pertanyaanku” “kalau begitu aku tanya siapa wanita yang kemarin tampak akrab bersamamu?” ucapku agak sedikit kesal “apa kamu melihatnya? tapi itu hanya…” tak jadi dilanjutkan “hanya apa? kamu tidak bisa menjawabnya kan?” lalu aku pun pergi ke seberang jalan lainnya dengan terburu-buru “Izumi… tunggu biar aku jelaskan” Itoigawa pun menyusulku menyeberangi jalan tapi aku tidak mau berbalik, lalu tiba-tiba terdengar seperti suara sesuatu yang tertabrak aku pun memutuskan untuk menoleh kembali “Itoigawa…” betapa terkejutnya aku saat melihatnya terbaring lemas tak berdaya dengan berlumuran darah yang mengubah warna seragam putih yang dikenakannya, aku menangis memeluknya ketika semua orang mulai mengerumuni kami berdua “Izumi a… aku mencintaimu” ucapnya dengan terbata-bata dan pelan namun masih bisa dimengerti. Akhirnya Itoigawa dilarikan ke rumah sakit terdekat dan aku pun juga menghubungi kedua orangtuanya.
Hari semakin sore aku dan kedua orangtuanya masih menunggu hasil dari dokter, karena hari sudah semakin gelap kedua orangtua Itoigawa pun memintaku untuk segera pulang mungkin mereka mengkhawatirkanku karena aku seorang gadis, ketika berjalan melewati rumah Itoigawa yang searah denganku aku melihat gadis itu lagi di depan rumah itu dan aku pun menghampirinya ternyata gadis itu adalah teman itoigawa saat ia duduk di sekolah menengah pertama setelah kami saling berkenalan dia memberikan dua buah kalung dengan bermata cincin bertuliskan namaku dan Itoigawa yang dipesan oleh Itoigawa 2 hari yang lalu sebagai hadiah di hari ulang tahunku besok, dari situ aku sadar jika aku telah salah paham dan telah membuat dia tertabrak karena mengejarku untuk menjelaskan semuanya padaku, aku benar-benar egois seharusnya aku tidak perlu meragukan cintanya.
Keesokan harinya sepulang dari sekolah aku langsung meminta izin kepada bibiku untuk menjenguk Itoigawa dan tidak bisa membantu bibiku untuk satu hari ini mungkin bibiku mengerti dan mengizinkanku. Ahirnya aku sampai di rumah sakit, saat aku akan mengetuk pintu tempat Itoigawa dirawat Ibunya terlanjur membuka pintu sebelum aku mengetuknya “oh, Izumi” ucap ibunya “bibi, bagaimana keadaannya?” “dokter bilang dia mengalami kebutaan sementara, tapi kamu tidak perlu cemas dia akan kembali normal lagi setelah dua minggu” “separah itukah lukanya?” ucapku terasa menyesal
“Izumi kaukah itu?” Itoigawa menyahutiku dari dalam mungkin dia mendengar pembicaraan kami “masuklah, saat dia pingsan kemarin dia juga selalu menyebut namamu tolong temani dia yah” pinta ibunya padaku, lalu aku pun menghampiri Itoigawa “Izumi? itu benar kamu kan?” Aku pun memengang tangan yang diulurkannya untuk mencari posisiku “Iya aku ada di sini, di sampingmu” ucapku menahan air mata yang hampir keluar “Itoigawa maaf, maafkan aku seharusnya aku tidak meragukanmu sekarang aku tahu gadis itu hanya teman biasamu saja dan maaf gara-gara aku kau jadi seperti ini maaf… maaf…” Aku tak bisa lagi menahan air mataku yang dari tadi kutahan “jangan menangis gadisku… jika kau sudah bertemu dengannya berarti kamu sudah menerima kalung itu?” “iya aku sudah menerimanya” “itu hadiahmu dariku maaf jika itu bukan barang yang paling kamu inginkan” “tidak, ini lebih dari cukup bagiku tapi kau jangan membenciku” ucapku masih merasa bersalah “aku tidak akan pernah membencimu sampai kapanpun, jadi kau jangan menangis lagi”.
Tak terasa hari pun hampir sore dan aku berpamitan untuk pulang ke rumah. Sesampai ku di rumah keadaan rumah begitu sepi lalu tiba-tiba aku baru mengingat sesuatu jika paman, bibi dan Aiko (anak paman dan bibi) pergi menjenguk keluarga paman yang ada di luar kota aku juga diajak tapi saat itu aku menolak dan memilih untuk menjenguk Itoigawa.
Kuhempaskan tubuhku di ranjang tempat tidurku dan aku kembali melihat foto-fotoku dgnnya di handphoneku tanpa aku sadari aku pun terlelap tidur, tak lama aku tertidur ada seseorang yang menggenggam tanganku saat aku membuka mataku ternyata dia adalah Itoigawa “Itoigawa?” aku pun bangun dengan masih merasa heran kenapa dia bisa ada di sini, dia hanya tersenyum dan membawaku ke sebuah padang bunga yang sedang bermekaran “ada apa kamu membawaku ke sini?” tanyaku keheranan, lalu dia menggenggam kedua tanganku “Izumi… aku akan segera pergi” “ke mana? kalau begitu aku akan ikut denganmu” entah kenapa perasaanku menjadi tak menentu “kamu tidak bisa ikut sekarang, jika waktunya sudah tiba aku pasti akan datang menjemputmu” “kalau begitu kau jangan tinggalkan aku” aku pun memeluknya
Cerpen Karangan: Aisya Ramadani Facebook: Nurjanah