Saat mataku terbuka, yang muncul pertama kali di benakku adalah wajahnya. Dimana ia sekarang dan apa yang sedang ia lakukan? Apakah ia kesepian tanpaku? Apakah ia menungguku untuk bangkit dan menghampirinya? Dan tanpa sadar tubuhku bergerak sendiri untuk mencari sosoknya. Kakiku melangkah lebar kesana-kemari, tanganku dengan segap menyingkirkan benda-benda yang menggangguku dan mataku dengan liar mencari.
Ame teringat lagi pada sebuah kutipan paragraf dari novel yang ia baca tadi malam. Ia sangat menyukai novel itu karena penulisnya mampu menuliskan apa yang ia pikirkan setiap hari. Tapi kali ini hal itu tidak terjadi lagi. Hari ini Ame terlihat begitu bahagia. Ia seperti pengantin perempuan yang sedang dituntun ayahnya ke depan altar untuk mengucapkan janji setia dengan lelaki yang paling ia cintai. Rasanya begitu mendebarkan dan membuat perutnya mual, namun ia sangat ingin waktu berjalan cepat agar ia dapat segera menghadapi momen berharga yang sudah lama ia tunggu-tunggu.
Yap, hari ini ia akan keluar dari rumah sakit dan ia dapat bertemu dengan Bayu. Semua orang di dunia harus tahu betapa rindunya ia pada kekasihnya itu. Sudah lama sekali ia dipingit di rumah sakit dan ia tidak bisa bertemu dengan Bayu secara leluasa. Bayangkan betapa kagetnya Bayu kalau melihatnya berlari keluar dari rumah sakit dan menyerbu untuk memberikan pelukan “aku kembali” yang penuh cinta. Bayu pasti kaget dan senang sekali. Jerih payahnya menyembunyikan kabar kepulangannya pasti terbayar, bahkan berlebih, sebab setelah itu to do list yang selalu dipandangnya setiap malam akan jadi kenyataan.
Tadinya sih ia ingin begitu, tapi ternyata apa yang ia rencanakan tidak berjalan dengan baik. To do list yang sudah ia susun berdasarkan skala prioritas harus berantakan. Segera setelah melangkah keluar dari pintu rumah sakit, ia melewatkan daftar paling atas dan mencoret daftar bertuliskan “memandang senja yang indah.” Entah kenapa sekarang ia lebih ingin segera menghadap ke atas dan tidak sengaja menatap langit senja yang begitu indah. Biru bercampur oranye dengan semburat kemerahan, persis seperti suasana hatinya saat ini: bahagia, sendu, perasaan yang bercampur aduk. Berikutnya,… Ucap Ame didalam hati kemudian memeriksa secarik kertas yang ia genggam sedari tadi. Tanpa pikir panjang lagi ia segera melangkah sambil meninggalkan jejak senyuman di belakang punggungnya.
—
“APA?!” Ibarat seorang tentara yang kehilangan satu batalyon pasukannya, Bayu menunjukkan rasa kekagetannya tepat di depan wajah suster perawat. Suster tersebut tidak menggubris hal itu dan hanya bisa pasrah akan air liur Bayu yang meninggalkan bercak basah pada dokumen yang sedang dipeluknya. Sedangkan Bayu? Jangankan meminta maaf atau berterimakasih, sudah dari tadi ia melesat pergi meninggalkan rumah sakit dan menginjak pedal gas mobilnya dalam-dalam.
“Kim, Ame udah keluar rumah sakit. Kenapa kau tidak bilang padaku? Kau ada di rumah? Kau ada lihat dia pulang ke rumah? Teleponnya mati, aku gak bisa tahu dia ada di mana!” Rentetan pertanyaan segera diajukan Bayu dengan satu tarikan nafas. Ia sangat butuh bertukar pikiran pada seseorang ketika ia menyetir mobil tanpa arah. “Ame melarangku, dia bilang mau kasih surprise. Aku di rumah dan belum lihat dia pulang. Tunggu! Ini kan jadwalmu menjenguk dia, seharusnya kalian pasti berpapasan di lobby atau pusat informasi.” Jawab Kim tidak kalah padat dari Bayu. Bayu menghela nafas panjang. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya dan melayangkan tinju kepada setir di hadapannya dengan sebelah tangannya yang masih menggenggam handphone. “Nah, itu masalahnya, Kim,” Ia memukul setirnya sekali lagi dan mengucapka umpatan dengan pelan, “Tadi aku ketemu sama Clara,” “Terus?” Bayu menarik nafas, “Si sialan itu tiba-tiba menciumku di keramaian,” “HOI, dasar gila! Emangnya apa yang–Argh!! Terus?!” “Aku takut kalau disaat yang seharusnya aku berpapasan dengan Ame adalah waktu aku ketemu Clara.” Orang di seberang sana mendadak ingin kolaps. Sama seperti Bayu, kini ia juga tidak tahu apa yang harus dilakukan. Pilihan Bayu untuk mencari pencerahan pada Kim sepenuhnya salah, sebab temannya itu jauh lebih bingung darinya. “Coba ingat-ingat lagi! Ame itu punya otak diluar kemampuan manusia. Ia mungkin pergi ke suatu tempat!” Sejumput kalimat asal dari Kim sangkut di telinga Bayu. Ia teringat akan secarik kertas sticky notes yang ia tulis atas perintah Ame. Terimakasih buat otak, ia kini tahu hendak ke mana.
—
Tinggal dua lagi, gumam gadis cantik itu. Ia telah mencoret sebagian besar daftar yang ada dan menyisakan dua buah daftar yang belum terpenuhi. Daftar yang paling atas dan daftar yang paling bawah. Ame ingin sekali segera menyelesaikan semua daftarnya namun dengan logika perfeksionis yang ia miliki, ia tidak rela kalau daftar paling bawah lebih dahulu diselesaikan daripada daftar yang paling atas. Tapi keadaan sedang tidak memungkinkan saat ini untuk melakukan daftar paling atas. Kalau ia mau menyelesaikan daftarnya sesuai dengan rencananya sejak awal, ia harus rela meninggalkan daftar paling atas dan melakukan yang lainnya. Setidaknya hanya tersisa satu yang tidak terpenuhi.
Rumput-rumput basah menggelitik kakinya yang telanjang, mengingatkan ia untuk segera pulang karena hari semakin larut dan udara semakin lembab. Tapi Ame tidak ingin pulang sekarang. Kalau ia pulang, ia akan bertemu Bayu dan akan memulai sebuah pertengkaran. Hari ini adalah hari yang paling ia natikan dan ia tidak ingin merusaknya dengan sebuah pertengkaran. Ia ingin memaafkan apa yang ia lihat pada kelakuan Bayu tadi sore tapi ia tidak sanggup. Ia tahu kalau sebenarnya ia salah paham dan ia terlalu berfikir negatif terhadap Bayu, tapi tetap saja rasanya sakit bila mengingatnya lagi.
Saat mataku terbuka, yang muncul pertama kali di benakku adalah wajahnya. Di mana ia sekarang dan apa yang sedang ia lakukan? Apakah ia kesepian tanpaku? Apakah ia menungguku untuk bangkit dan menghampirinya? Dan tanpa sadar tubuhku bergerak sendiri untuk mencari sosoknya. Kakiku melangkah lebar kesana-kemari, tanganku dengan segap menyingkirkan benda-benda yang menggangguku dan mataku dengan liar mencari.
Kutipan paragraf itu terngiang lagi di benak Ame. Tadinya ia berfikir kalau ia tidak akan memikirkannya lagi, tapi kini ia benarbenar serius mencernanya. Apakah ketika Bayu terbangun dari tidurnya hal yang pertama muncul di benaknya adalah Ame? Ame di rumah sakit sedang melakukan apa? Apa Ame kesepian tanpanya? Apakah Ame menunggu waktu dimana ia bisa segera bangkit dan menghampiri Bayu? Padahal hari ini ia diperbolehkan pulang untuk menikmati libur sebelum melewati hal yang menyakitkan ketika ia kembali lagi ke rumah sakit. Hal yang pertama kali dipikirkannya adalah menjawab semua pertanyaan tersebut. Tapi yang ia rasakan malahan hanyalah perih yang lebih parah daripada hari-hari beratnya selama ini. Sia-sia saja ia pergi keluar kalau ternyata dipingit jauh lebih menyenangkan. Saat dipingit, ia akan terus menunggu Bayu seperti biasanya tanpa khawatir ada hal-hal yang menyakiti hatinya.
Ame menatap ke bawah permukaan yang ia pijak. Ia terus berjalan sambil melamun sampai tak sadar kalau ia sudah sampai di tujuan. Jauh sekali di bawah situ adalah kebahagiaan karena sudah menyelesaikan hampir semua to do list. Hanya tinggal melangkah sedikit lagi dan keinginannya akan tercapai.
—
“Sudah ketemu?!” Suara Kim terdengar begitu kuat tanpa pengeras suara. Mungkin ia takut Bayu tidak mendengarnya berbicara karena lelaki itu berulang kali melemparkan handphonenya ke kursi penumpang. “Belum, sialan!!” Pekikan frustasi keluar dari mulut pemuda itu. Meskipun dokter memperbolehkannya libur, Ame yang saat ini berkeliaran sedang sekarat. Suatu saat gadis itu bisa saja pingsan di suatu tempat dan hal-hal buruk akan terjadi padanya. “Kenapa belum?? Kau sudah mendatangi semua tempat yang ingin ia kunjungi, kan?” “Sebagian besar sudah. Aku bahkan sudah konfirmasi ke tukang jualan, orang yang lewat atau satpam setempat!” “Memangnya apa lagi sih list yang belum dikerjakannya?” Bayu menelan ludah dan berdehem, “Me, memeluk Bayu di depan pintu rumah sakit,” ucapnya kaku. “Lalu?” desak Kim. “Bungee jumping.”
Cerpen Karangan: Arthamy