Semua siswa di sekolahnya mengenal baik gadis pemilik nama Aliya Zaneefa, paras wajahnya yang sangat cantik siapa yang tak jatuh hati pada gadis ini. Langkah kakinya berjalan menelusuri koridor sekolah yang menghubungkan dirinya menuju kelasnya, rambut panjang yang tergerai seakan-akan melambai sesaat angin berhembus menerpa tubuhnya yang mungil. Balutan seragam putih abu-abunya pun terlihat rapi seperti biasanya.
“pagi cantik!” Sapa Dewa teman sekelasnya dengan ramah diselipi tatapan nakalnya. Aliya yang melihat Dewa membalasnya hanya dengan senyuman kecil lalu duduk tak menghiraukan Dewa yang sudah menunggu dirinya di depan pintu kelas. “Sabar ya broo!!” Ucap kedua teman Dewa.
Aliya langsung disibukkan dengan pekerjaan rumah yang belum dia selesaikan kemarin, seraya menunggu bel masuk berbunyi.
“Aliya pagi tadi berangkat sama siapa?” Sepertinya Dewa belum menyerah setelah apa yang dia dapatkan dari perlakuan Aliya kepadanya. “Mau sama siapa kek bukan urusan lo kan?” “Ya siapa tahu besok pagi kita bisa berangkat sekolah bareng gitu!” ucap Dewa dengan gayanya yang sok cool, memang Dewa memiliki wajah tampan dibanding kedua temannya itu. Aliya tak menghiraukan Dewa lagi, dia fokus dengan pekerjaannya sekarang.
“Pulang sekolah nonton yuk! Ada film baru lho… cocok buat kita berdua” “Dewa! Lo bisa gak sih jangan ganggu gue dengan basa basi lo itu, nyebelin banget! Aliya pergi dari hadapan Dewa dan beralih ke tempat duduk lain, menjauh dari Dewa.
Tatapan Aliya kini beralih pada Gian yang baru datang dan duduk di hadapannya. Gian siswa tampan dan pandai ini baru dua minggu masuk sebagai siswa baru di sekolah, sejak pertama kehadirannya Aliya jatuh hati dan saat kini bahwa perasaanya mengatakan dia jatuh cinta padanya. Aliya melontarkan senyuman manis pada Gian, dia pun membalasnya juga membuatnya tersipu.
“Ekhemm!” Elis datang mengejutkan Aliya disampingnya. “Pagi-pagi udah mengkhayal aja!” Bisiknya pada Aliya “Apaan sih! Rese banget” Seru-nya sebelum akhirnya pak Ramdan datang ke dalam kelas untuk mengajar mapel Bahasa Indonesia.
Bel istirahat sudah berbunyi lima menit yang lalu, suasana kelas terlihat sepi dan hanya ada Aliya, Gian dan beberapa anak lainnya. Dia merasa sedikit canggung dan lebih banyak diam saat di hadapannya, keduanya memang belum akrab namun entah kenapa Aliya merasa bahwa hatinya tepat untuk memiliki perasaan lebih kepadanya.
“Aliya, kamu di sini? Gak ke kantin?” tanya Gian, dan mengejutkan Aliya yang tengah terdiam menatap punggung Gian di sana “Enggak! Gue diet iyah…” Aliya sedikit salah tingkah di hadapannya, Gian tertawa kecil di hadapan Aliya. “Oke, aku duluan yah!” Gian melangkah pergi dari hadapan Aliya.
Aliya masih terheran-heran dengannya sen-diri, dia merasa konyol di hadapan Gian tadi. Elis menghampirinya lalu mencubit hidung Aliya dengan keras membuat Aliya menjerit kesakitan “Lama-lama hidung lo ini panjang kaya pinokio karena lo gak jujur sama perasaan lo sendiri!” ucap Elis. “Maksud lo apa sih?” Tanya Aliya ditengah kesakitannya “Masih pura-pura lagi! Jujur lo suka kan sama Gian? Gue udah tahu kali jadi lo gak bisa ngelak lagi dari gue!” “hmmm… sekarang temen gue udah jadi detektif cinta nih! Gemes deh sama lo!” Aliya membalasnya dengan mencubit kedua pipi Elis.
Semua siswa berhamburan keluar kelas seketika bel pulang berbunyi, Aliya masih sibuk merapikan beberapa bukunya yang masih berserakan di meja. Bugh!! Salah satu dari bukunya terjatuh dengan sigap Gian mengambilkannya untuk Aliya. “Makasih!” Ucap Aliya “Sama-sama” Seketika dia melangkah keluar dari dalam kelasnya meninggalkan Aliya sendiri disana.
Gerimis mengiringi langkah Aliya menu ju halte didepan sekolah menunggu angkot seperti biasanya. Namun, Aliya justru terjebak dalam hujan deras yang turun seketika. Cipratan airnya membasahi Aliya di bawah atap halte yang sedikit berlubang
“Hufft!” Gumam Aliya kesal. “Aliya!” Gian turun dari motornya lalu menghampiri Aliya. Gian berdiri dengan keadaan basah kuyup dibalut dengan jaket hitamnya “Belum pulang?” Tanya Aliya pada Gian yang berdiri di sampingnya. “Tadi ada urusan, kamu sendiri belum pulang juga?”
Aliya terdiam, tangannya dengan erat men-dekap tubuhnya yang menggigil dan kedinginan. “Pakai ini, lumayan masih kering di dalamnya!” Gian menyelimuti tubuh Aliya dengan jaketnya. Aliya tersenyum manis padanya merasa hari ini adalah hari bahagianya. “Makasih, lo itu emang beneran baik!” Ucap Aliya padanya. “Jadi selama ini kamu pikir aku ini jahat iya?” tanya Gian “Enggak! Maksud gue itu…” “tenang aja lagi, aku tahu kamu gak mungkin punya prasangka buruk sama orang lain!” “Lo muji gue berlebihan deh Yan!”
Kedua saling tersenyum di tengah dinginnya udara dan hujan yang belum berhenti keduanya terjebak lama di bawah atap halte dan membuat mereka berbincang lama di sana kini keduanya terlihat sudah sangat dekat raut wajah Aliya terlihat bahagia dengan Gian.
“kamu lucu juga yah kalau lagi malu kaya gini!” “Apaan sih lo! Rese” Aliya mencubit lengannya dengan keras.
Gian menghentikan laju motornya dan berhenti di sebuah tempat yang indah, bahkan ini kali pertama Aliya mendatangi telaga yang tersembunyi di tengah kota seperti ini. Aroma basah masih tercium dan pemandangan di sana tak kalah indah meski cuaca sedikit mendung dan dingin.
“Ini tempat apa? Gue baru tahu ada peman-dangan indah di tengah kota seperti ini!” “Telaga ini seperti cinta, tak terduga!” “Kok lo jadi puitis gini sih!” Ucap Aliya Gian tertawa lalu menatap Aliya tajam “Seperti kita tak terduga!” Ucapannya mem buat Aliya terdiam seribu bahasa, jantungnya berdegup dua kali lebih cepat dari biasanya. “Serius amat sih?” Ucap Gian lalu tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi wajah Aliya. “Isshh… rese banget sih lo!” Aliya mendo rong tubuh Gian, dan wajahnya berubah menjadi murung. “Pulang yuk! udah sore nih” Aliya menarik tangan Gian agar melangkah cepat karena hari sudah beranjak sore.
Keesokan harinya keduanya memutuskan untuk pergi ke telaga seperti kemarin sore. Kali ini Aliya yang memaksa Gian untuk mengantarnya, seragam putih abu-abu yang mereka kenakan masih melekat rapi dan Aliya nampak bahagia lalu berbaring di atas dermaga menatap langit yang mendung. Kedua kaki Aliya masuk ke dalam dinginnya air telaga dan bunyi dari airnya menyejukkan suasana.
“Rasanya ini seperti mimpi!” Ucap Aliya Gian hanya terdiam menahan rasa sakit yang mendera dirinya, darah segar yang mengalir dari hidungnya mengalir tanpa sepengetahuan Aliya. Gian enggan membuat Aliya gelisah di tengah kebahagiaannya.
“Gian lo gak papa kan? Diem aja dari tadi gue rasanya kaya orang gila yang ngomong sendirian!” Ucapan Aliya membuat Gian terkejut lalu dia menyembunyikan sapu tangan yang dia gunakan untuk mengusap darahnya. “Lo emang gila kan?” “Gian!!” Aliya mencubit lengan Gian dengan keras. “Aliya, sakit!” Seru Gian lalu Aliya me-nyadari ada sesuatu di hidung Gian, jarinya mengusap darah yang keluar dari hidungnya. “Gian? Lo kenapa? Sakit?” Tanya Aliya penuh dengan keheranan. “Nggak kok, kalau cuaca dingin kaya gini gue sering mimisan. Tenang aja ini hanya darah kotor aja kok!” Jawab Gian. Aliya terdiam dan menaruh curiga pada Gian “Pulang yuk, mau hujan nih!” Gian segera menarik Aliya agar menghampiri motornya.
—
“Jadi Gian sakit?” Ucap Elis ditengah-tengah makan siang mereka di kantin. “Gue juga gak tahu pasti, kemarin dia mimisan dan sepertinya dia menyembunyikan sesuatu deh dari gue!” “Jangan negatif thinking gitu donk! Gue yakin dia baik” Elis kembali melanjutkan melahap santapan makan siangnya dengan lahap, Aliya tak seperti biasanya merasa se gelisah ini memikirkan Gian sejak melihat kondisi kemarin sore.
Gian tak tampak di kelas, bel pulang sudah berbunyi sekitar lima menit yang lalu namun Gian tak kembali dan tasnya pun masih berada di bangku kelasnya.
“Gian?” Aliya mencarinya disetiap sudut sekolah, terlihat Gian bersama seseorang perempuan yang tengah memeluknya di sana. Aliya hancur lalu berlari sekencang mung-kin menjauh dari hadapan Gian, dia menangis dan merasa dikhianati oleh Gian.
“Gue benci sama lo!” Ucapnya seraya melempar batu-batu kecil ke dalam telaga itu. Gian datang dan segera duduk di samping Aliya, namun Aliya tak menghiraukan kedatangan Gian. “Lo kenapa?” Tanya Gian. Plak! Aliya menampar Gian lalu pergi meninggalkan Gian disana “Aliya!!” Seru Gian namun tetap saja tak dihiraukan oleh Aliya.
Sudah beberapa hari Aliya menjauh dari Gian tanpa kejelasan. Gian berusaha mendekatinya namun tak ada hasil, yang dia lihat Aliya sangat dekat dengan Dewa.
“Iya sayang, apa sih yang nggak buat kamu semua yang kamu minta aku kasih!” Ucap Dewa pada Aliya. Gian yang mendengar hal itu hanya bisa diam dan pasrah dengan keadaannya.
—
“Dia marah sama lo, Aliya lihat lo itu lagi pelukan dengan cewek lain di halaman belakang. Dia rasa kalau lo itu udah khianati dia, gue juga marah sama lo awalnya tapi gue pikir itu salah dan gue yakin itu cuma salah faham. Rasanya gue marah kalau lihat kalian berdua kaya gini, ditambah lagi sekarang Aliya pacaran sama Dewa!” Jelas Elis.
“Jadi mereka pacaran?” Tanya Gian terkejut. Elis mengangguk “Gue yakin Dewa itu cuma pelampiasannya. Lo harus perjuangin Aliya lagi Yan!” Usai itu Elis meninggalkan Gian sendiri di kantin.
Gian menghampiri motornya yang terparkir di lahan parkir siswa dan melihat Aliya tengah bertengkar hebat dengan Dewa, Gian langsung menghampiri mereka dan berhasil menghentikan Dewa yang akan menampar Aliya.
“Maksud lo apa berlaku keras sama pacar lo sendiri? Gue rasa lo gak cocok buat dia men!” ucap Gian pada Dewa. “Lo gak usah ikut campur!” Bugh! Dewa memukul perut Gian hingga dia terjatuh dan lemas “Dewa stop! Pergi sekarang dan jangan ganggu gue lagi” ucap Aliya lalu menuntun Gian yang terjatuh lemas di sana. “Aliya, lo masih marah sama gue?” Tanya Gian. “Makasih yah lo udah nolongin gue!” Aliya melangkahkan kakinya, namun Gian menahannya dengan mencengkram erat tangannya. “Gue rasa lo salah faham!” Ucap Gian “Gue gak perduli, urusan kita udah selesai dan lo jangan ganggu gue lagi!” Aliya melepas genggaman Gian lalu pergi meninggalkan dia sendiri.
Dua hari berlalu Gian tak masuk sekolah dan tidak ada kabar. Aliya menaruh kekhawatirannya pada Gian, mengingat kejadian kemarin saat Dewa memukulnya. Elis menghampiri Aliya yang tengah menik-mati santapannya namun tangannya hanya mengaduk-aduk makanannya.
“Kok gak dimakan?” Tanya Elis “Gue gak nafsu makan!” Jawabnya lalu me-ngalihkan makan siangnya dari hadapannya. “Gian bilang malam nanti lo harus datang ke telaga! Ada sesuatu yang mau dia omongin sama kamu, please kali ini lo jangan mikirin ego lo sendiri. Gian lagi berjuang melawan kanker otak yang sudah tiga tahun hinggap di kepalanya” “Serius lo lis? Lo gak bercanda kan?” Elis memanggut dengan raut wajahnya yang sedih. Aliya menangis tersedu-sedu dengan rasa bersalahnya.
Malam, pukul 08.00 WIB Aliya nampak cantik dengan balutan dress berwarna putih dihiasi oleh bunga-bunga sebagai hi asan rambutnya.
“Aliya, kamu cantik!” ucap Gian padanya.
Aliya tak bisa menahan air matanya dan ki ni dia menangis di hadapan Gian melihat kondisinya, kepalanya dibalut dengan kupluk berwarna coklat karena semua rambutnya habis, Wajah Gian nampak agak berbeda malam ini, dia terlihat pucat dan kedua matanya sayu.
“Kenapa kamu gak bilang kalau kondisi kamu seperti ini? Aku khawatir sama kamu!” Ucap Aliya “Aku baik, itu semua karena ada kamu di sini jangan khawatir aku kuat kok!” Gian mulai memeluk lembut Aliya dan mereka nampak terlihat serasi. Ditambah musik yang mengalun indah menambah suasana menjadi romantis.
“Sejuta rasa itu tidak bisa aku sebutkan Satu persatu, semenjak kau ada dan mengisi hari-hariku rasanya hidupku lebih berarti dengan adanya kamu Aliya. Perasaanku mengatakan hanya kaulah yang dapat mengisi sisa waktu dalam hidupku!” Bisiknya di telinga Aliya.
“Gian, perasaanku juga mengatakan seperti itu!” Tangan Aliya mulai melingkar di tubuhnya lalu memeluk Gian dengan hangat di tengah musik yang masih mengalun.
“Aku mencintaimu!” Aliya mengatakan itu berkali-kali masih dalam pelukannya. Lalu menangis tersedu-sedu dalam pelukannya “Maaf Gian, aku udah egois! Seharusnya aku bisa bersikap dewasa saat itu!” tak ada jawaban dari Gian, namun Gian masih memeluknya erat hingga Gian jatuh tak sadarkan diri di pelukan Aliya.
—
“Terimakasih untuk sejuta rasa yang kamu beri untukku, kau malaikat tanpa sayap yang pernah mengisi sisa hidupku meski itu tidak lama. Meski ragamu tiada jiwamu masih bersamaku, Gian”
Aliya memejamkan matanya seraya memeluk potret Gian dalam dekapannya, Gian tersenyum manis menatap Aliya yang duduk di samping raganya.
the end
Cerpen Karangan: Dhea Zakia Blog / Facebook: dheaale