“Paling tidak suka menanyakan sesuatu hal tentang diriku kepada adikku” status bbmnya membuatku sangat terluka. Ya ku akui aku yang salah telah menanyakan semua itu kepada adiknya. Aku menyesal. Aku masih terlalu kenakan kanakan tidak tau cara mengetahui hidupnya lebih dalam. Umurku masih 14 tahun sedangkan ia sudah 21 tahun sangat berbeda jauh denganku, dia dewasa dan aku kekanak kanakan.
“Aku mau kita putus saja” remuk sudah hatiku hancur sudah hatiku. Kata katanya membuatku sakit. “Kuharap kau mendapatkan yang lebih baik dariku” terusnya. “Tapi aku mencintaimu” jawabku. “Cinta saja tak cukup ira, aku butuh kepastian” lanjutnya “kalau begitu kita menikah saja, bagaimana?” Antusiasku. “Tidak ira, kuharap hubungan kita sampai di sini saja” katanya. Aku yang lemah ini bisa apa? “Baiklah” jawabku.
Hari hari kulalui tanpanya. Tak terasa sudah berminggu minggu hidup tanpa dirinya. Tapi aku tak berputus asa hanya ditinggalkannya. Ayahku mendukungku memotivasiku agar aku lebih tau hidup.
“Dia (Mantanku) sudah memiliki seorang tunangan” kata seseorang yang tak lain adalah teman sekolahku. Secepat itu dia melupakanku? Tegakah ia melukaiku dengan kabar tidak enak ini? Mataku berkaca kaca Air mataku menetes, sungguh sakit rasanya mendengar kabar ini. Aku mengakui bahwa aku masih tidak sepenuhnya merelakannya. “Tak apa, Ira lelaki tak hanya dirinya” ucap salah satu temanku. Aku tak kuasa mendengar semuanya. Marah? Tentu sangat ingin, tapi apa? Apa statusku dengannya? Aku masih berdiri tak berdaya di depan teman temanku. Tak percaya, merasa malu. Hidupku serasa tak berguna lagi. Ingin rasanya aku mengakhiri hidupku agar ia tau rasa sakit yang aku rasakan saat ia bahagia. “Kita akan membantumu untuk memulai hidup barumu, jagan bersedih kawan, kita akan selalu mensupportmu untuk menjadi wanita yang lebih baik lagi” ucap teman wanitaku. Aku melihat mereka yang sepertinya juga merasa sedih sepertiku. Aku menunduk dan pergi tak tahan merasa malu di depan mereka.
Sepanjang perjalanan pulang aku selalu meneteskan air mata. Tak terasa air mataku sudah habis. Aku menatap langit biru yang berubah menjadi agak hitam. Sepertinya langit juga akan menangis bersamaku. “Jangan putus asa saat semua pikiran tak sesuai dengan kenyataan, ada saatnya allah berkata BERSARLAH aku memiliki sesuatu yang lebih baik untukmu” seseorang membangunkanku dari lamunan panjang ini. Aku menoleh tapi aneh tak ada siapapun di sana “Aneh” ucap hatiku.
Aku berlari berharap air hujan tak mengenai tubuhku. Berteduh di suatu rumah yang tak kukenal, sambil menunggu hujan reda.
Sudah 5 menit hujan tak reda reda, aku melihat seseorang dari kejauhan. Tidak bukan seorang tapi dua orang yang kurasa aku tak asing dengan wajahnya. Setelah begitu dekat dan Ya allah dia (mantanku) bersama tunangannya. Aku berusaha mencari persembunyian di tempat itu agar tak diketahui oleh dua orang itu. Ketika agak jauh dari orang itu aku pun tak panik lagi.
Mereka mesra sekali tak terasa airmataku jatuh lagi untuk kesekian kalinya. Menatap mereka dari kejauhan dengan mesranya memanasiku. Aku hanya bisa menghela napas menangis bersama hujan walaupun tak ingin sama sekali di sore itu.
Cerpen Karangan: Ira Ainul Masruroh Blog / Facebook: Nobita