Tentang waktu, Tentang jarak, Tentang rindu Yang selalu menghantui hari-hariku Jadi, Bagaimana kabarmu di sana? Aku selalu teringat tentangmu. Tentang kita. Bahkan aku selalu teringat saat kau masih ada di sampingku
2 Tahun lalu “Ra… Aku mau bicara” Ucapmu dengan raut wajah yang serius “Apa?” Jawabku, sama sekali tak memalingkan wajahku dari smartphoneku “Ra.. Aku serius. Look at me” “Iya apa Rizky sayang” Ucapku, sambil memalingkan muka ke arahmu dengan malas “Ra, aku harus lanjutin kuliah” “Aku tau, Rizky. Itu memang kewajibanmu, Kan?. Lantas?” “Aku mau lanjut kuliah di Kyoto, Jepang. Ra..” Ucapnya, dengan nada yang lebih rendah “Jepang? Kamu ngapain ke Jepang? Di Bandung banyak yang lebih bagus ky. Kamu jangan bercanda. Gak lucu.” “Aku serius ra. Aku dapet beasiswa buat kuliah di sana” “Oh.. Oke” Ucapku menahan air mata yang menggenang di mataku Kamu hanya terdiam
“Kapan berangkat?” Tanyaku “Lusa” Jawabmu singkat “Maaf ra. Aku ke sana hanya untuk melanjutkan pendidikanku. Zara, Percayalah sejauh apapun aku pergi kamulah tempatku kembali” “I see. Aku ngerti Rizky. Aku akan selalu support apapun keputusanmu. Sejauh apapun kamu pergi kembalilah padaku. I trust you”
Senja pun datang bersama sore yang hangat. Namun, entah mengapa tak seindah biasanya. Seolah mewakili perasaanku yang gundah karenamu.
“Ayo pulang. Senjanya udahan” Ucapmu sambil menggandeng tanganku “Ayo..” Jawabku lesu
Hari itu pun datang. Entah apa yang harus kukatakan Rasanya kata-kata tertahan di lidahku
“Ra… Jaga diri baik-baik ya. Aku akan selalu merindukanmu” Ucapku menggenggam erat jemariku “Aku juga..” Ucapku “Ada satu hal yang harus kamu ingat. Kalau suatu waktu kamu rindu aku. Kamu cukup lihat Senja yang selalu datang bersama sore yang hangat. Kamu tau kenapa? Karena meskipun kita tidak berada di tempat yang sama setidaknya kita melihat hal yang sama. Senja.” Ucapmu menahan air mata “Iya Rizky. Hati-hati ya di sana.”
Dia pun pergi. Mengejar cita-cita dan harapannya. Meninggalkan separuh hatinya yang masih tersimpan rapi di hatiku. Aku menatap langit-langit kamarku. Masih ada bayangmu di sana, tersenyum. Aku tak tau sedang apa kau sekarang. “Aku akan selalu merindukanmu, Rizky” ucapku lirih
—
“Zaraaaaaa…” Teriak seseorang yang berada di depan kamarku, suaranya terdengar sangat familiar di telingaku “Zaraaaaa… Buka pintunya dong. Ah elah lama banget” Teriaknya lagi, lebih kencang dari sebelumnya
Dengan langkah yang gontai aku menghampirinya.
“Apaan sih dinda, Berisik banget lo” Ucapku sambil membuka pintu kamarku “Ara, Lo harus tau.” Ucapnya, masih dengan nada cerewet yang sangat mengganggu telingaku. Begitulah kebiasaan Dinda yang selalu masuk rumahku tanpa etika. “Apa?” Jawabku malas “Lo kangen rizky kan?” “Biasa aja” “Eh gila aja. Lo kan hampir setahun gak dikabarin sama dia” “Biasa aja” Ucapku datar “Udah deh lo mandi dulu sana nanti gue jelasin. Cepet! Aku pun langsung pergi tanpa menggubris ucapannya.
Saat aku berkata ‘aku tak merindukanmu’ itu adalah kebohongan terbesar. Mana mungkin aku tak merindukanmu, Karena setiap melihat senja aku selalu ingat kepadamu. 2 Tahun semenjak kepergianmu aku merasa rapuh. 1 Bulan, 2 Bulan, 3 Bulan, 1 Tahun kau masih menghubungiku. Tapi, selama beberapa bulan terakhir kau menghilang begitu saja. Aku tak mengerti apa yang terjadi pada dirimu. Tapi kau tau, Aku akan selalu percaya padamu.
Apa kabar kamu? Bagaimana di sana? Baik-baik saja bukan? Sudahkah kau menyapa senja? Apakah kau merindukanku juga? Mungkin kau terlalu sibuk Tapi kuharap, Kesibukanmu tak membuatmu melupakanku Melupakan rutinitas kita untuk selalu melihat senja Aku akan selalu ingat ucapanmu “Ada satu hal yang harus kamu ingat. Kalau suatu waktu kamu rindu aku. Kamu cukup lihat Senja yang selalu datang bersama sore yang hangat. Kamu tau kenapa? Karena meskipun kita tidak berada di tempat yang sama setidaknya kita melihat hal yang sama. Senja.” Kau ingat? Sampai sekarang aku selalu merindukanmu, Rizky. Setiap kali senja datang aku selalu melihat bayangmu di sana. Aku merindukanmu.
“Din.. gue udah selesai mandi. Mau ngomong apaansih lu?” Ucapku yang secara tiba-tiba muncul di hadapan Dinda “Ra. Rizky mau pulang ke Indonesia dan Dia bakal langsung ke Bandung. Ketemu lo” Ujarnya semangat “Oh ya? Lo tau dari siapa?” “Nih. Tadi dia nelepon gue. Pake nomor temen gue yang pernah gue ceritain seUniversitas sama Rizky” “Ohya? Coba gue pengen nelepon dia” Pintaku “Jangan lama-lama ya gue baru isi pulsa. Itupun ngutang” Ucapnya memberikan HandPhonenya dengan muka memelas “hahah, Iya tenang aja” Jemariku lincah mengetik keypad HandPhone Dinda, Rasanya senang sekali tak bisa kudefinisikan.
“Halo..” Ucap seseorang di seberang sana “Halo.. Ini temennya Dinda ya? Lagi sama Rizky gak? Boleh ngobrol sama Rizky” Hening… “Halo?” Darahku berdesir Menyusuri seluruh tubuhku. Jantungku berdegup kencang. Suara seseorang yang kurindukan, Suara yang sudah lama tak kudengar. “Rizky? Ini Zara” Ucapku semangat “Zara?” Ucapnya. Suaranya sangat kukenal, meski sudah 2 Tahun lebih aku tak bertemu dengannya dan mendengar suaranya tapi suara itu tak akan pernah kulupa. “Rizky… Aku kangen. Kamu apa kabar? Katanya mau pulang? Kamu kenapa ngilang tanpa kabar? Kamu baik-baik aja kan?” “Zara, Aku baik-baik aja. Kamu gimana?. Iya, Rencananya aku bakal berangkat besok. Handphoneku hilang ra, semua kontak hilang termasuk kamu dan aku baru ingat Dinda punya teman seUniversitas denganku. Maaf ra” “Itu bukan masalah, Rizky. Safe Flight ya. Aku tunggu kamu di sini. Aku rindu kamu rizky” “Aku juga rindu kamu ra, Rindu senja.” “Kamu hati-hati ya” “I love you, ra” Percakapan yang singkat. Namun sangat menyenangkan.
“Nih HandPhone lo. Makasih ya” Ucapku sambil menyerahkan ponsel milik Dinda “Abis ah pulsa gue” Ucapnya sambil menarik hidungku “Gue ganti deh. Bawel lu” “Bener ya. Awas lu kalo bohong udah ditulis malaikat” “Iya”
Drrtttt… Ponselku berbunyi “Halo?” Ucapku “Halo Ra. Aku udah di Bandung” Ucap seseorang diseberang sana “Ohya? Kamu kok gak bilang ky?” “Loh? Ini kan bilang” “Oh iya ya. Maksudnya kenapa gabilang pas udah sampai di Bandara kan aku bisa ikut jemput” “Gak usah, ra. Ya udah aku istirahat dulu ya. Besok aku ke rumahmu. See ya” “Okey”
Bagaimana rasanya akan bertemu seseorang yang sudah lama kau nantikan? Bahagia bukan? Ya, Itulah yang kurasakan. Sederhana namun berarti.
Ting.. Tong.. Bel rumahku berbunyi Aku pun bergegas membuka pintu
“Zaraaaaaaa… Buka dong” Ucap seseorang di luar sana dengan suara cerewetnya yang sangat khas “Apaansih Din. Pagi-Pagi ganggu mulu. Tumben gak langsung masuk ke dalam rumah biasanya kalau ke rumah gue lo gak punya etika” Ucapku sambil menyeretnya masuk ke dalam rumah “Zara, lo mau ngedate sama Rizky kan? Gue ikut dong. Gue gak ada kerjaan banget. Ya ra plis…” Ucapnya dengan nada memohon dan muka memelas “Ganggu mulu hidup lo heran gue, Ya udah tapi jangan rempong ya” Ucapku Karena tak sanggup melihat muka Dinda yang memelas “Okey. I love u ra” Ucapnya sambil mencium pipiku “Najis”
1 Jam.. 2 jam… Waktu terus berputar namun Rizky tak kunjung datang
“Rizky kemana sih yaelah” Ucap dinda “Kok lo yang repot sih?” Ucapku heran “Telepon ra Telepon” “Pinjem HandPhone lo dong” “Yah ra.. Gue gak punya pulsa” “Bentar aja din.” Dengan nada memelas “ya udah deh nih. Jangan lama-lama ya janji lo ganti pulsa gue waktu kemarin aja belum ditepatin. Gue masih ngutang ra..” Ucapnya “Basi ah lo ngutang mulu” Ucapku sambil merebut HandPhone miliknya
“Rizky?” “Ini siapa?” Ucap suara seorang perempuan yang kukenali “Ini Zara bun. Bunda masih inget?” Ucapku “Oh Zara. Iya Bunda inget” Ucap seorang perempuan yang ternyata adalah Ibunda dari Rizky “Rizky ada bun?” “Rizky…” Ucapnya lirih “Kenapa bun?” Ucapku panik “Rizky tadi kecelakaan ra waktu mau ke rumah kamu…” “Sekarang ada di Rumah Sakit mana bun?” Ucapku memotong ucapan bunda yang belum selesai “Harapan Indah” Aku pun langsung bergegas pergi ke Rumah Sakit Harapan Indah.
Sesampainya di sana.. “Bunda? Rizky gimana bun?” Ucapku panik “Bunda gak tau ra, dia belum sadar. Kamu mau masuk?” “Boleh bun?” “Silahkan” Aku pun memasuki ruangan UGD dimana rizky terbaring lemah
“Rizky? Ky… Aku Rindu kamu” Ucapku tak sanggup berkata-kata “Rizky. Sore ini aku pengen liat senja sama kamu. Kamu bangun ya” Ucapku lirih
Tiba-tiba elektrokardiograf yang ada di ruangan itu menunjukkan flat line Dokter pun datang dan memintaku untuk menunggu di luar
Beberapa menit kemudian, Dokter keluar Semuanya terlihat panik dan raut wajah Dokter menunjukkan bahwa telah terjadi sesuatu yang buruk
“Dokter gimana?” Ucap bunda masih mencoba tenang “Maaf bu, Anak ibu. Rizky tak bisa kami selamatkan” Ucap dokter dengan nada pasrah
Bagaikan petir yang menyambar ruangan itu Tiba-tiba semuanya Hening.. Diam… Senyap…
Dia pergi.. Meninggalkan separuh kenangannya bersamaku Rizky… Bahkan belum sempat kau mengucapkan sepatah katapun kepadaku
“Ra. Ini ada Bucket bunga yang tadi rizky bawa buat kamu” Ucap Bunda sambil menyerahkan sesuatu “Makasih bun”
Hai, Zara Laurentina…
Perempuan yang sangat kucintai Maafkan aku, Telah membuatmu menunggu dan mengkhawatirkanku Dengan tidak memberikanmu kabar dan menghilang begitu saja Tapi, Yang harus kamu tau Aku akan tetap mencintaimu ra Sampai kapanpun Mungkin, Tak selamanya aku akan di sampingmu Tapi, Aku akan selalu menjadi seperti awan putih di bawah sinar matahari Yang meski tak kau minta, Namun selalu melindungimu dari panasnya terik matahari Aku mencintaimu Aku mencintai senja Sesederhana itu Aku ingin kamu seperti senja Dia bisa saja nampak kuat dan hangat Padahal sebenarnya dia rapuh dan perasa Aku merindukanmu… Aku akan selalu merindukanmu… Senja di bahuku Malam di depanmu Teruslah berjalan dan melangkah Kau tau, Ku tau Aku ada Selalu ada
Kamu dan senja Adalah dua hal yang paling kusuka
Rizky
Air mata mengalir dengan derasnya membasahi surat terakhir darimu, Aku akan menjadi seperti yang kau pinta Aku akan Kuat dan hangat seperti senja Satu hal yang akan selalu kuingat, Jika suatu waktu aku rindu kamu. Aku cukup melihat Senja. Kau tau kenapa? Karena meskipun kita tidak berada di tempat yang sama setidaknya kita bisa melihat hal yang sama. Senja.
Karena Kebahagiaanku adalah Kamu dan senja
Sesederhana itu.
Cerpen Karangan: Nisa MZ IG: nisameisa