Gina, seorang gadis yang selalu ceria. perangainya santun, sikapnya lemah lembut, selalu hangat pada setiap orang, dan memiliki senyum yang manis. Aku mengenalnya karena dia teman sekelasku. Keramahannya membuat semua orang menyukainya, termasuk aku. Aku selalu memperhatikannya saat di kelas, dia benar-benar gadis yang aktif rajin pandai dan cerdas.
Dan bukannya aku terlalu kepedean, sepertinya dia menyukaiku, bahkan semua orang di kelas juga mengetahuinya. Aku sendiri, menurutku bukan orang yang baik, bukan orang yang pantas untuk disukai. Meskipun tidak sedikit orang yang menyebut aku memiliki wajah yang tampan. Berkebalikan dengan Gina, justru aku orang yang dingin, jarang tersenyum dan hanya bicara seperlunya. Tapi aku dianggap orang baik oleh teman-teman sekelasku, karena dulu waktu kelas 10 aku pernah menghajar kakak kelas yang selalu menindas dan berlaku semena-mena pada siswa baru. Sehingga aku lumayan disegani oleh kakak kelas yang lain dan dianggap pahlawan oleh teman-teman sekelasku. Sebenarnya aku tidak sebaik itu.
Masalah Gina, dia menyukaiku mungkin karena merasa telah berhutang budi padaku. Saat kelas 10, aku pernah mendonorkan darahku yang kebetulan golongannya sama dengan milik Gina saat Gina sedang koma di rumah sakit. akhirnya Gina bisa terhindar dari maut dan sehat sampai sekarang, kebetulan waktu itu orangtuanya sedang melaksanakan Umroh.
Tidak terkecuali, pada Gina pun aku bersikap dingin, meskipun aku sebenarnya menyukainya. Gina seperti orang bodoh yang terus merasa berhutang budi padaku padahal aku pun tidak pernah memikirkannya lagi. Dia selalu hangat padaku dan aku dingin padanya, sering mengajakku ngobrol dan aku diam saja, bahkan pernah mengajakku nonton dan aku menolaknya. gin, aku tidak pantas diperlakukan seperti itu. Teman-teman laki-laki benar-benar menyayangkan respon burukku pada Gina, tapi Gina tetaplah baik.
Hari ini seperti biasa Gina terlihat sangat ceria, aku memandanginya dari tempatku duduk.. dia melihat ke arahku tersenyum dan menyapaku, “Zola!”, aku kemudian mengalihkan pandanganku tanpa membalas sapaannya. Jarak kursiku dan Gina memang tidak terlalu dekat, bisa dibilang dari ujung ke ujung. Saat pelajaran berlangsung, Gina benar-benar aktif seperti biasanya, mengerjakan soal di depan saat pelajaran Matematika dan bersedia membaca puisi saat pelajaran bahasa Indonesia. Pulang sekolah dia menawariku makan bareng, tapi seperti biasa aku tolak dan langsung pergi dari hadapannya. “oke kapan kapan saja”, ucap Gina sambil tersenyum. Mungkin aku telah membuatnya kecewa, tapi itulah yang sepantasnya kulakukan untuk menjauhkan orang sebaik Gina dari kehidupanku.
Setiap hari di sekolah, aku merasa senang dapat melihat senyum manis Gina. sampai hari itu… Aku banar-benar ngantuk karena semalaman aku mencari uang, saat aku masuk kelas aku heran ternyata Gina belum ada, diluar kebiasaan Gina yang biasanya sudah ada saat aku masuk kelas. Aku merasa gelisah takut terjadi sesuatu padanya, dan aku sedikit merindukan sapaan hangatnya.
Gina belum ada hingga wali kelas masuk, wali kelas mengumumkan bahwa Gina sedang ditimpa musibah, semalam Ayahnya menjadi korban pembunuhan. Aku semakin gelisah dan merasa telah melakukan perbuatan yang salah. Gina pasti sedih dengan kejadian yang telah dialami Ayahnya.
Keesokan harinya dan sampai seminggu setelah kejadian yang menimpa Ayahnya, Gina belum pernah terlihat lagi. dia belum mulai masuk sekolah, aku tahu dia sangat terpukul. Aku sengaja tidak ingin mengetahui kabar apa pun tentangnya dari orang lain, meskipun aku sangat merindukan senyumannya.
Hingga akhirnya, saat aku tiba di kelas aku kembali bisa melihat Gina. Aku menghampirinya dan mengucapkan bela sungkawa, Gina yang sedang duduk tersenyum tipis, berdiri dan memeluk tubuhku. “terima kasih Zola”, ucapnya. “i iya sama-sama”, balasku kaget.
Aku melihat hari itu dia tidak sehangat biasanya, dia terlihat murung dan jarang bicara. aku mengkhawatirkannya. sepulang sekolah aku berencana mengajaknya jalan-jalan ke taman, hanya sekedar untuk menghiburnya. Aku menunggu hingga suasana benar-benar sepi, “gin ikut aku yuk!”, ajakku. “ke mana?”, tanya gina sambil sedikit tersenyum, mungkin saat ini hanya aku yang mampu membuat Gina tersenyum walaupun hanya sedikit. tidak, bukan aku, balas budinya padakulah yang membuatnya tersenyum padaku. “ayo ikut saja!”, ajakku, kemudian memegang tangannya. “iya”, ucap Gina singkat.
Di Taman Gina menumpahkan kesedihannya dengan bercerita banyak padaku, saat itu aku menjadi pendengar yang baik. saat Gina menunjukkan foto Ayahnya, aku terkejut karena seperti pernah melihat wajah ayahnya. “terima kasih ya Zola sudah mengajakku jalan-jalan ke Taman”, ucapnya menunjukkan ekspresi senang. “ya sama-sama, jangan sedih lagi”, ucapku. Aku senang bisa membuatnya kembali ceria.
Hari-hari berikutnya, Gina kembali ke kehidupan normalnya. Kembali hangat, kembali ceria, aku mensyukurinya. Tapi aku merasa sangat kecewa pada diriku, aku mulai menyadari bahwa akulah penyebab semua kesedihan yang Gina alami. Mungkin aku benar-benar harus menghilang dari hidupnya, mungkin aku harus mati untuk membayar semua kesedihan yang telah Gina alami.
Saat istirahat, Gina menghampiriku. di dalam kelas hanya ada kami berdua. Aku benci suasana kelas saat ini. “Zola, kita ke kantin yuk!, kali ini kamu tidak boleh menolak dan harus mau”, ucap Gina manis, senyum di bibirnya membuatku sulit untuk menolak. tapi sekarang aku menyadarinya, benar-benar menyadarinya. “Gin, kamu tidak perlu sebaik ini padaku, aku tidak pantas diperlakukan seperti ini”, ucapku membentaknya, hancur hatiku melihat wajahnya yang tiba-tiba sendu. “tapi kamu baik, aku menyukaimu”, Gina kembali tersenyum. “sudahlah gin, kamu tidak perlu merasa mempunyai balas budi karena dulu aku telah menolongmu!, aku tau kamu pura-pura menyukaiku karena merasa mempunyai utang padaku kan?, sudahlah aku tidak pernah memikirkannya lagi”, ucapku dengan nada tinggi, maafkan aku gin, aku benar-benar harus melakukannya. “ta tapi aku benar-benar menyukaimu bukan karena balas budi, aku menyukaimu karena aku tau kamu orang yang baik”, ucapnya kembali menunjukkan senyum manis. air matanya perlahan mengalir. aku merasa orang yang paling jahat karena telah membuat gina meneteskan air mata. “aku bukan orang baik, kamu tidak mengetahui sedikit pun tentang diriku. harusnya kamu menyukai seseorang yang pantas untuk disukai”, aku berkata sambil berdiri dan meninggalkannya. jiwaku remuk, maafkan aku gin, aku orang jahat. Gina terpaku setelah berkali-kali aku sentak, dia sangat bersedih. rasa kecewaku pada diriku sendiri semakin memuncak.
Aku pergi dari sekolah dan menuju ke suatu tempat. Gin, mungkin itu terakhir kalinya kita bertemu, setelah kamu mengetahui tentang diriku yang sebenarnya, kamu akan membenciku selama-lamanya.
Aku memacu motorku dengan sangat cepat, aku ingin menyerahkan diri ke kantor polisi. aku yang telah membunuh Ayahnya Gina, aku adalah seorang begal motor, aku tidak sebaik yang Orang-orang kira, aku tidak sebaik yang Gina kira. belasan orang telah menjadi korban dari aksiku, belasan motor telah kujual untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah. Hingga akhirnya, aku telah merenggut kebahagiaan dari seseorang yang aku sukai. aku benar-benar kecewa pada diriku sendiri, aku telah siap dihukum mati untuk membayar semua kesalahanku. Gina, senyumanmu yang telah mampu menyadarkanku tentang semua kesalahan yang telah aku lakukan. kamu adalah orang yang selama ini aku sukai.
Setibanya di kantor polisi, aku langsung diamankan oleh beberapa polisi, mungkin mereka sudah mengetahui tentang begal yang selama ini sudah membuat resah. Gin, aku tahu setelah ini kamu tidak akan pernah memaafkanku. karena aku adalah seorang begal yang jahat, yang telah merenggut kebahagiaan orang-orang. Kuharap kamu tidak akan bersedih lagi, meskipun aku juga tahu nyawaku tidak berharga sedikit pun untuk mengembalikan kebahagiaanmu. Aku menyesal gin…
Tamat
Cerpen Karangan: Ay Rahmatillah Blog / Facebook: Rahmat Illahi Ai