Kebohonganmu. Ini semua tentang bagaimana kau merayuku dengan semua kata kata manismu. Janji palsumu. Janji yang kau akan tetap bersamaku apapun yang terjadi. Sudahlah. Sungguh aku tak bermaksud menjelekkanmu. Tapi, ini kejujuranku. Lelaki gila seperti tak pantas mendapat gadis yang akan tulus mencintaimu. Jujur saja, aku tak bisa melepasmu. Aku tak merelakanmu pergi. Walau ini sangat sakit, aku tahu ini harus kulakukan.
Arnold, kenapa kau begitu kejam padaku? Aku melakukan semuanya agar bisa tetap bersamamu. Dan kau menyiakan semua usahaku. Aku nekat pergi keluar ketika hujan mengguyur tubuhku. Hingga aku sampai di rumahmu, kudapati kau tengah duduk mesra bersama seorang gadis lain. “Tunggu, Cyn! Ini tak seperti apa yang kau lihat!” Kau meraih tanganku yang hendak meninggalkanmu. “Sudah cukup! Nikmati roti ulang tahun yang kubuat dengan sepenuh hati ini. Nikmatilah bersama selingkuhanmu itu. Mungkin tak seenak chef lain. Tapi, kuharap kau menyukainya.” Aku pergi berlalu. Sejak saat itu, tak pernah lagi kulihat batang hidungmu. Ke mana dirimu yang setiap pagi membangunkanku?
Aku duduk di bawah pohon. Menatap langit malam yang kini sedang menurunkan hujan. Pelangi malam? Sungguh bodoh sekali. Mana ada pelangi malam? Aku tertawa kecil. Walaupun tubuhku dibasahi air hujan. Walaupun aku akan sakit. Aku tak peduli. Pikiranku kacau. Aku tak percaya jika kau akan melakukan hal sebodoh ini.
Aku menunduk. Menatap kakiku yang terluka akibat terlalu banyak berlari. Kau tahu sesuatu? Aku datang ke rumahmu tanpa mengenakan alas kaki. Aku datang ke rumahmu dengan keadaan hujan deras. Dan kau tak menghargai semua itu. Hmph.
Kurasakan sesuatu yang teduh. Ketika aku menoleh. Ternyata, itu Kent. Lelaki yang sangat baik. Dia mengerti semua keluhanku. Dia yang selalu membantuku tatkala aku kesulitan. “Hal gila apalagi yang kau buat?” Tanya Kent. Tangannya masih memegang payung. Memayungi tubuhku yang kehujanan. “Aku sangat bodoh!” Aku berteriak di tengah hujan. Disudut hatiku, aku merasakan kegelapan.
KENT Ya, itulah kau. Elena, gadis yang sangat mudah menerima kata kata manis Arnold. Apakah kau masih belum sadar juga? Aku menyukaimu, Elena. Aku menyukaimu sejak kau masih belum menjalin hubungan dengan Arnold. Elena, aku melakukan ini. Karena aku peduli padamu. Aku hanya ingin kau tahu, jika hatiku terbuka untukmu.
“Kemarilah. Peluklah aku. Lampiaskan semuanya padaku. Terserah kau mau apa. Asalkan kau bisa tenang.” Ujarku. Tatapanmu, sungguh tak bisa kuterka. Tanpa bicara apa apa, kau memelukku. Badanmu dingin, dingin sekali. Gemetar, jantung tak terkontrol, kulit pucat. Kulepas jaketku. Kupakaikan di tubuhmu. “Elena, bisakah aku mengatakan sesuatu?” Tanyaku. “Apa itu, Kent?” Kau menatapku lurus. Hingga membuat detak jantungku meningkat lebih cepat. “Aku suka padamu, Elena. Tak bisakah kamu sadari? Aku suka sejak kamu sebelum menjalani hubungan dengan Arnold,” “Lalu?” Kudekatkan bibirku ke telingamu. “Bisakah aku menggantikan posisi Arnold yang sudah mematahkan hatimu?”
ELENA Aku terdiam. Tersenyum menatapmu. “Kenapa tidak, sayang? Tentu saja aku mau.” Jawabku. Kent meninggalkan sebuah kecupan manis di dahiku. “Dan bolehkah aku mengatakan sesuatu juga?” “Silahkan.” “Bisakah kamu berjanji? Untuk tidak meninggalkanku disaat aku masih tetap bernafas? Disaat aku masih ingin tetap bersamamu. Genggam tanganku. Aku akan selalu ada untukmu,” Kent tersenyum ke arahku. Kubalas senyumannya. “Buang payungnya. Ayo ke rumahku,” kurebut payung yang dipegang Kent. “Ehh, nanti kamu bisa-“. “Sudahlah, ayo!” Kutarik tangan Kent. Berlari pulang ke rumah dengan guyuran hujan. Tak peduli walau kami akan sakit.
Arnold melihat semuanya. Ya, dia jealous. Jealous melihat Elena tertawa bahagia bersama Kent. Tetapi, untuk apa Arnold jealous? Arnold saja sudah menjatuhkan Elena. Dan Kent lah yang membuat Elena kembali bangun dari keterpurukannya. “Andaikan aku tak mematahkan hatimu, aku tak akan merasa seperti ini. Aku tak berhak cemburu kepada gadis yang perasaannya sudah kupermainkan. Dan aku merasakan hal yang sama seperti apa yang kulakukan padamu, Elena. Dia meninggalkanku, sama seperti aku meninggalkanmu.” Mungkin, ini balasan dari Tuhan karena Arnold mengkhianatinya.
ELENA Sebuah truk melaju kencang ke arah Kent. Sebelum truk itu menghantam Kent, kudorong badannya sekuat yang kubisa. BRAK!!! Tabrakan pun terjadi. Separuh badanku terlindas truk berbobot lebih dari 1 ton. “Kent, tinggalkan aku. Aku akan selalu mencintaimu. Maaf aku mengingkari janjiku sendiri.” Kent menatapku. Matanya berkaca kaca. Maafkan aku, Kent. Mengapa disaat aku sudah bahagia, Tuhan malah merenggutnya dariku? Apa Tuhan tak mau melihatku bahagia?
Arnold datang. Memukul Kent dari belakang. “Apa yang kau lakukan?! Lihatlah! Elena mati karenamu!”. Kent berusaha menahan pisau yang hendak menusuk jantungnya persis. “Dasar gila! Dia menyelamatkanku dari tabrakan itu! Apa pedulimu?” Arnold terdiam. Ia menjatuhkan pisau yang dipegangnya. “Aku.. menyesal telah menyiakannya..” Ujarnya pelan. “Hmph. Baru menyesal sekarang hah?! Semuanya terlambat! Tak ada gunanya kau meminta maaf padanya!”
Polisi datang. Mereka membersihkan mayat Elena yang terlindas truk. Separuh badannya hancur. Polisi menemukan sebuah surat kecil yang ada di saku celana Elena. “Saya menemukan ini,” polisi menyerahkannya pada Kent.
Untuk Kent, Ya, aku sadar jika kamu sudah lama menyukaiku. Tapi, lelaki sepertimu tak pantas menerima gadis yang tak tahu diri sepertiku. Jika mungkin kita bisa membangun masa depan kita, kuharap kita bisa memiliki keluarga yang bahagia. Diusiaku yang sudah menginjak 20 tahun ini, sudah saatnya aku mencari lelaki yang akan menafkahi diriku dan anak anakku kelak. Untuk Arnold, Tenanglah, lelaki tak waras. Aku sudah memaafkanmu walau memang sebenarnya kau tak berhak untuk dimaafkan. Terima kasih telah mewarnai hariku. Terima kasih juga telah mematahkan hatiku.
Surat itu dipenuhi darah. Kalimat terakhir tak begitu jelas. Tulisannya luntur terkena darah yang mengering. Kent mencoba menerawangnya. “Aku mencintaimu, Kent Anderson.” Itu tulisan terakhir Elena.
Kent bisa menerima kepergian Elena. Mungkin Arnold saat ini masih menyesali perbuatannya. Semoga saja, ini menjadi pelajaran bagi Arnold. Agar dia tak menyiakan orang yang tulus mencintainya.
END
Cerpen Karangan: Qoylila Azzahra Fitri Maaf acak acakan aku masih berusaha menata bahasanya. Kuharap, kalian, para pembaca, menyukainya ^^ Salam Kenal ^^