Ketika rindu mulai bersahabat aku kehilangan akalku. Aku mulai kehilangan jati diriku. Karena hal yang selalu aku lakukan adalah menyendiri. Pergi ke suatu tempat dimana tidak ada cahaya dan keramaian. Di sana kumulai mengingat ingat kenangan saat kita bersama.
Banyak hal yang kita lakukan. Semua situasi kita hadapi kebersamaan canda, tawa, tangis, sedih, luka lara, senang, gembira. Namun kecuali satu hal yaitu. Ketika kepercayaanmu mulai rapuh. Disitu adalah keadaan dimana aku sulit menempatkan diriku. Karena apapun yang kulakukan salah di matamu.
Kubuka memoriku dulu. Kenangan yang ada seakan bercerita tentang kita. Semuanya tertata rapi seperti adegan pemutaran film. Aku ingat betul saat terakhir kau berkata “Bisakah kau menjauh dariku” kau menatapku sendu. “Degg..” aku mengerutkan dahi. Dan kau bilang “Aku sudah tidak mempercayaimu” itu katamu. Aku bilang “Apa kesalahanku”. Kau menjawab “Kamu tak bersalah, namun takdir yang salah” itu kata terakhir yang kau ucapkan sebelum kau tinggalkan aku di halaman rumahku. Yah memang benar saat itu kau tengah mengantarku pulang selepas kerja. Aku berteriak memanggil namamu, namun kau tak hiraukan aku. Aku berusaha menghubungimu lewat telepon, sms tapi nihil.
Sungguh saat itu adalah keadaan dimana aku tak percaya bahwa aku hidup. Karena hal pertama yang membuatku percaya untuk hidup kembali adalah kamu. Kamu yang menyemangatiku saat aku tengah menjalani operasi kanker otak stadium empat. Padahal saat itu adalah saat dimana aku sudah kehilangan semangat untuk hidup kembali. Tapi kau berusaha menghiburku. Dan kau bilang “Kau harus sembuh, aku mencintaimu” itu kata yang selalu kuingat saat kau menemaniku menuju ruang operasi. Namun itu semua kenangan. Itu dulu. Bukan saat ini. Sekarang aku tak percaya bahwa takdir cepat sekali membawanya pergi. Pergi menjauh dariku. Untuk selamanya.
Tepat satu hari setelah kejadian kau tinggalkan aku. Kudapati pesan bahwa kau kecelakaan dan dalam keadaan kritis. Sungguh saat itu aku sangat terpukul. Ketemui kau di rumah sakit. Tapi semua telah terlambat. Dokter berkata bahwa kau sudah tak bisa diselamatkan. Aku memegangi tanganmu dan berkata “Aku akan menerima keputusanmu tapi kumohon buka matamu” aku menangis. Namun itu percuma.
Tuhan berkehendak lain terhadapku. Jika aku boleh memilih. Aku saja yang pergi. Jangan dia. Dia adalah kebahagiaanku. Tapi sekali lagi takdir tak berpihak padaku. Kini aku berada di depanmu kasih. Di depan gundukan tanah. Tepat persinggahanmu terakhir. Kupanjatkan doa agar kau tenang di sana di sisiNya. Kuikhlaskan agar kau bahagia. Karena aku pun tau sebenarnya kau masih mencintaiku.
Kesedihanku ketika kepercayaanmu tak berpihak padaku. Tapi itu dulu awalnya aku berfikir seperti itu. Tapi kini aku sadar. Mungkin ini yang terbaik buatmu kasih. Tenanglah di sana. Aku akan menyusulmu. Tunggulah aku.
Cerpen Karangan: Irma Amaliya Blog / Facebook: Irma Amaliya Hay salam kenal ya. Btw maaf kalau cerpennya masi jelek dan ganyambung. Penulisnya masi amatiran. ^_^. Terimakasih.