Namaku Shila, saat ini aku masih pelajar SMA kelas satu. Aku berasal dari keluarga yang bisa dibilang berkecukupan. Aku adalah anak satu satunya dari orangtuaku. Oleh karena itu, orangtuaku sangat menjagaku. Mulai dari pergaulanku, sifatku, juga soal percintaanku. Orangtuaku tak mengizinkanku berpacaran sebelum lulus SMA. Cita citaku untuk membanggakan orangtua juga membuatku untuk tak ingin berpacaran terlebih dahulu.
Hari ini, aku sangat sibuk dengan ponselku. Aku terlalu sibuk dengan sosmed di ponselku hingga lupa membantu ibuku. Sibuk berkali kali memanggilku namun aku hiraukan. Hingga ibu masuk ke kamarku untuk memanggilku lebih dekat.
“Shila,” ucap ibu sambil menjewer telingaku. “Aduh… duh… duh… sakit bu,” ucapku. “Ibu panggil berkali kali kamu gak keluar keluar, ternyata asik main hp aja,” omel ibu. “Maafin Shila bu, Shila ngaku salah. Tolong lepasin jewerannya bu, sakit nih,” ucapku. “Ya udah, jangan ulangi lagi,” ucap ibu lalu melepas jewerannya. Aku langsung beranjak dari kamarku lalu membantu ibu. Aku melupakan ponselku hingga malam hari.
Saat akan tidur, aku membuka sosmed sebentar. Saat membuka terdapat satu pesan dari Ferry. Aku lalu membuka dan membacanya. Ferry: “Hai La (emoticon senyum).” Aku: “Hai juga, tumben chat aku?” Ferry: “Pengin aja, besok pulang sekolah aku jemput ya?” Aku: “Boleh, kalau gak repotin.” Ferry: “Tenang aja, gak repotin kok.” Aku: “Oke, aku mau tidur dulu ya. See you.” Ferry: “See you too, sweet dream.” Aku lalu menutup sosmedku dan beranjak tidur. Ferry adalah mantan dari sahabatku, Lani. Aku dekat dengan Ferry karena Lani.
Paginya, aku berangkat sekolah. Aku menjalani aktivitas di sekolah seperti biasanya dengan lancar sampai pulang sekolah. Setelah bel pulang berbunyi, aku langsung berlari menuju ke parkiran.
“Ferry, udah lama nunggunya?” tanyaku. “Agak sih, naik cepetan,” jawabnya. “Iya, sabar dong,” ucapku.
Setelah aku naik motor Ferry, kami langsung melaju pulang ke rumah. Saat di tengah jalan, Ferry tiba tiba berhenti ke sebuah warung soto. “Kok, kita ke sini?” tanyaku. “kita makan dulu, emang kamu gak laper,” jawab Ferry. “Iya,” ucapku.
Ferry lalu memesan dua porsi soto. Setelah pesanan datang, kami berdua langsung menyantapnya. Saat aku menyantap soto tersebut, Ferry justru tak memakan sotonya. Dia menatapi wajahku terus menerus sehingga sotonya tak disantap. “Ferry, kok kamu nglihatin aku gitu sih. Sotonya gak dimakan lagi,” ucapku. “Maaf La, habis wajahmu manis sih,” ucapnya. “Apaan sih,” ucapku tersipu malu. Setelah selesai makan kami melaju pulang ke rumah, dan sampai di rumah setelah menempuh perjalanan agak lama.
Sudah hampir satu bulan aku dengan Ferry sangat dekat. “La, aku mau ngajak kamu ke suatu tempat,” ucap Ferry. “Ke mana?” tanyaku. “Ke tempat yang nantinya mungkin bakal jadi sejarah,” jawab Ferry. “Ngaco deh, ke mana sih?” ucapku. “Udah, ikut aja,” jawab Ferry.
Aku hanya mengikuti kemauannya dan segera pergi ke tempat itu. Tak butuh waktu lama, aku sampai di tempat itu. “La, aku suka sama kamu. Kamu mau jadi pacar aku?” Ferry mengutarakan perasaannya padaku. “Maaf Fer, selama ini aku hanya anggep kamu temen. Aku udah janji sama orangtuaku untuk gak pacaran dulu. Lagian, aku gak ada rasa sama kamu,” ucapku. “Tapi La, aku cinta kamu,” ucap Ferry. “Maaf Fer, aku gak bisa,” ucapku lalu berlari pergi meninggalkan Ferry. Aku memang tak mencintai Ferry, karena cita citaku. Karena cita citaku yang ingin membanggakan orangtua.
Semenjak aku menolak Ferry, Ferry masih saja perhatian kepadaku melalui chat. Dia juga sering mengajakku jalan, namun aku tolak dengan alasan sibuk. Sampai akhirnya, dia nekat ke rumahku. tok… tok… tok…, suara Ferry mengetuk Pintu. Orangtuaku langsung pergi untuk membukakan pintu. “Ferry,” ucap ibu bapakku. “Siapa sih bu,” ucapku sembari keluar menuju ibu bapakku di luar. “Ferry,” ucapku kaget. “Ada apa kamu ke sini Fer?” tanya ibuku. “Tante, saya cinta sama anak tante. Saya mau, saya pacaran sama dia,” jawab Ferry tegas. Hatiku langsung luluh dengan keberanian Ferry. Hatiku seketika langsung cinta padanya. Ibuku menatapku, namun aku hanya tertunduk. “Maaf Ferry, kami belum mengizinkan Shila berpacaran. Kami tidak mau dia jadi gak fokus cari ilmu karena pacaran. Lagian dia udah janji untuk gak pacaran dulu,” jelas ibuku lalu membawaku masuk ke rumah. “Tan, saya mohon jangan masuk dulu tante. Shila aku mohon jangan ikut masuk, Shila,” teriak Ferry.
Kini, aku tak lagi berhubungan dengan Ferry secara langsung maupun chat. Saat aku bertemu dengan Ferry pun, aku lebih memilih menghindar. Suatu hari, aku pergi ke sebuah toko buku. Saat di sana, aku tak sengaja bertemu dengan Ferry. Aku langsung berlari saat melihat Ferry, namun saat menyeberang jalan dia mencegatku. Aku dibawanya ke kursi sebuah taman. “La, aku cinta sama kamu,” ucap Ferry sambil memegang tanganku. “Aku juga cinta kamu Fer,” ucapku lalu menangis. “Terus kenapa kamu nolak aku La?” tanyanya. “Kamu tahu sendiri, orangtuaku tak mengizinkan aku pacaran. Aku gak mau juga karena aku udah janji sama orangtuaku untuk gak pacaran dulu. Aku gak mau durhaka Fer,” jawabku semakin menangis. “Tapi seenggaknya kita bisa berjuang untuk dapat izin dari orangtuamu La. Kita harus berjuang La,” ucap Ferry. “Aku gak bisa Fer, aku gak bisa,” ucapku lalu meninggalkan Ferry pergi.
Keesokan harinya, Ferry masih saja berusaha mendapatkanku. Dia nekat datang lagi ke rumahku. “Tante,” Ferry memanggil ibuku yang sedang menyapu. “Mau apa lagi kamu ke sini?” tanya ibuku. “Tante, tolong izinkan Shila pacaran dengan aku tante. Aku janji, gak bakal ganggu pelajaran Shila,” jawab Ferry. “Sekarang, lebih baik kamu pulang. Kamu mau mohon seribu kali pun, tante gak bakal izinin. Kamu pulang sekarang, tante lagi sibuk,” ucap ibuku lalu pergi. Ferry tak mau pergi dari rumahku sampai dia rela hujan hujanan saat hujan datang, bahkan sampai malam datang. Aku tak kuasa melihat perjuangan Ferry. Aku langsung pergi keluar menemui Ferry. Namun, belum sampai di luar rumah, ibu memanggilku.
“Shila,” panggil ibu. “Iya bu,” jawabku. “Mau ke mana kamu?” tanya ibuku. “Mau keluar bu, mau suruh Ferry pulang,” jawabku. “Ohh, ya udah sana,” suruh ibuku. Aku langsung keluar menemui Ferry.
“Fer, aku minta sekarang kamu pulang. Aku gak bisa lihat kamu kaya gini. Aku gak bisa Fer, lebih baik kamu pulang sekarang,” bentakku. “Tapi, La,” ucap Ferry. “Pulang sekarang,” bentakku lagi. Ferry lalu berjalan meninggalkan rumahku.
Karena kejadian tersebut, aku jadi tidak semangat dan tak nafsu makan hingga aku terjatuh sakit. Orangtuaku pun membawaku ke rumah sakit agar aku bisa sembuh setelah dirawat di sana. Setelah 3 hari aku dirawat di rumah sakit, Ferry baru mengetahui kalau aku berada di rumah sakit. Ferry segera menuju rumah sakit untuk menjengukku. Saat Ferry memasuki kamarku, ibuku mencegahnya.
“Ngapain kamu ke sini lagi hah. Lihat, gara gara kamu Shila jadi sakit,” ucap mamaku. “Aku cuma mau jenguk Shila tante,” jelas Ferry. “Gak usah jenguk Shila, Shila gak butuh kamu. Lebih baik kamu pulang dan mulai sekarang kamu gak usah ketemu Shila lagi,” bentak ibuku. Ferry lalu menatapku yang sedang terbaring dan menangis karena mendengar ucapan ibu.
“Maaf tante, udah buat Shila sakit, maaf juga udah ganggu kehidupan Shila. Aku janji, mulai sekarang aku gak bakal ketemu dan ganggu kehidupan Shila. Tuhan mugkin tak mengizinkan aku bersama dengan Shila lewat tante sama om.Takdir juga tak mengizinkan, aku pergi tante. Shila, selamat tinggal,” ucap Ferry lalu pergi. “Selamat tinggal Ferry, makasih buat semuanya,” ucapku lirih sambil terus menangis.
Tuhan, orangtuaku, juga takdir tak mengizinkan aku dan Ferry untuk bersama. Sehingga kami, harus berpisah karena memang tak diizinkan untuk bersama.
Selesai
Cerpen Karangan: Selda Arifani Blog / Facebook: Selda Arifani Hai Readers… Aku lahir dan tinggal di Purbalingga (Jawa Tengah), 30 Maret 2003. Hobi: membaca dan menulis. ig: seldaarifani30_ fb: Selda Arifani & Selda Ran Kalau jelek mohon maaf, soalnya saya masih penulis pemula.