Moment di saat kita memasuki usia baru adalah moment yang ditunggu-tunggu bagi kebanyakan orang, tak terkeuali Vhey. Tepat tanggal 15-15-2015 usia Vhey genap 19 tahun. Vhey sangat bersyukur karena di usianya yang baru ini, dia masih bisa merasakan keindahan alam semesta beserta isinya. Sekarang dia sudah bisa bernapas lega menghirup sejuknya udara pagi itu tanpa harus terkurung dalam ruangan yang membuatnya hanya bisa menghabiskan waktunya dengan berbaring di tempat tidur. Yah, dimana lagi kalau bukan di Rumah Sakit. Selama 10 hari Vhey sempat dirawat di rumah sakit karena terkena penyakit demam tifoid.
Kali ini dia hanya ingin melewati hari ulang tahunnya bersama Pandu, kekasih yang selalu setia menemaninya selama berada di rumah sakit. Pandu bukan hanya menjadi kekasihnya, tapi dia juga menjadi sosok sahabat ketika Vhey membutuhkan teman curhat, sosok seorang kakak yang selalu berusaha melindungi adiknya ketika bahaya akan mengancam keselamatan Vhey dan juga sosok seorang guru yang selalu mengajar dan membimbing Vhey ketika Vhey punya segudang tugas yang harus segera terselesaikan dalam waktu yang hampir bersamaan. Pandu bisa menempatkan dirinya sebagai mana mestinya. Itulah yang membuat Vhey tak bisa jauh dari Pandu. Dia selalu bergantung pada Pandu sebab Pandulah yang paling mengerti seperti apa dan bagaimana yang diinginkan Vhey. Dia juga teramat sangat menyayangi Vhey sebab Pandu tak punya saudara perempuan. Teman perempuan Pandu juga tak banyak. Mungkin bisa dihitung jari jumlahnya, sehingga dia hanya punya banyak waku untuk Vhey saja
“Pan, kamu di mana, lagi ngapain?” Tanya Vhey kepada Pandu lewat sms yang dikirim dari ponselnya. “Aku di rumah aja kok, gak ngapa-ngapain”. “Oh, gitu”. Sambil berbaring di tempat tidur, Vhey selalu bertanya-tanya dalam hati. “Hmm, kira-kira Pandu ingat gak yah kalau hari ini hari ulang tahun Vhey? Minggu lalu kan dia bilang kalo dia bakan ngasih surprise ke aku, tapi kok sekarang, dia cuek aja, Jangankan ngasih surprise, ngasih ucapan saja belum. Atau jangan-jangan Pandu lupa kalo hari ini Vhey lagi ulang tahun?”
Vhey kemudian mengirim pesan singkat lagi ke Pandu namun Pandu tak kunjung membalas pesan Vhey. Hingga akhrinya Vhey mencoba menghubungi Pandu. “Kamu dari mana aja Pan, kok nggak ngebalas sms dari aku?” “Oh, itu. Tadi aku habis dari toilet, makanya belum sempat ngebalas smsnya”. “Hmm, Pan, hari ini kamu sibuk nggak?” Temanin aku dong ke toko buku!” “Aduh, maaf yah Vhey, hari ini aku nggak bisa nemenin kamu ke toko buku soalnya aku udah janji sama teman aku buat nemenin dia service laptop.” “Maaf yah Vhey, lain kali saja kita ke toko buku” “Yah udah deh, nggak papa kok”
Detik jarum jam pun kini menunjukkan pukul 16.00 WITA. Hari ini Vhey merasa benar-benar sedih karena di hari ulang tahunnya kali ini, apa yang dia inginkan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Kenyataan bahwa Pandu tak menepati janjinya untuk memberikan Vhey surprise. Bahkan dia sama sekali tidak mengucapkan sepatah katapun untuk Vhey di moment yang berarti dalam hidupnya.
Untuk mengurangi kebosanannya, Vhey berusaha untuk memejamkan matanya. Berharap ketika dia bangkit dari tidurnya, ada keajaiban atau semua beban yang mengganjal di pikirannya bisa segera terlupakan. Namun, kenyataannya tidak. Bayangan Pandu selalu menghalau pikirannya. “Aduh, Pandu kenapa sih hari ini nyebelin banget? Dia lebih mentingin temannaya daripada aku. Padahal selama ini dia selalu mentingin aku, selalu nurutin apa kataku. Kan bisa lain kali aja nemenin temannya. Kenapa coba harus hari ini? Bahkan dia juga lupa hari ini aku lagi ulang tahun.”
Hari ini, Vhey benar-benar kesal dengan Pandu karena dia nggak ingat momen penting dalam hidup Vhey padahal selama ini Pandu selalu ingat hal-hal yang berhubungan dengan Vhey, bahkan hal kecil sekalipun dia selalu ingat, semisal sebelum Vhey berangkat ke kampus, Pandu selalu ngingatin Vhey untuk sarapan sebelum berangkat karena Vhey punya penyakit maag, makanya harus selalu sarapan.. Jika Vhey nggak sempat sarapan, Pandu selalu buatin sarapan untuk Vhey atau paling tidak Pandu bawain sarapan untuk Vhey ke kampus. Itu hanya sebagian dari bentuk kepedulian Pandu terhadap Vhey, gadis yang sangat dia cintai.
Tok, tok, tok… Suara ketukan pintu dari luar kamar Vhey, sepertinya ada seseorang yang datang. Vhey kemudian segera beranjak dari tempat tidurnya, berjalan membuka pintu kamarnya yang nampaknya ada seseorang yang datang. Dan ternyata setelah Vhey membuka pintu, hal yang ditunggu-tunggu olehnya akhirnya terwujud juga. Pandu datang bersama temannya memberikan surprise untuk Vhey. Pandu dan temannya membawakan kue ulan tahun untuk Vhey. Senang bercampur haru menyelimuti hati Vhey. Vhey tak dapat berkutip sepatah katapun. Dia hanya bisa meneteskan air mata. Pandu dan temanya kemudian memberi ucapan selamat ulang tahun kepada Vhey seraya mendoakan Vhey dan menyanyikan lagu ulang tahun untuk Vhey.
“Selamat ulang tahun Vhey. Maaf seharian ini aku udah buat kamu kesal” Ucap Pandu. “Gak papa kok, Pan. Yang terpenting kan kamu udah nepetin janji kamu. Kamu ada buat aku itu sudah cukup bagiku”. Jawab Vhey dengan mata yang masih memerah. “Selamat ulang tahun yah Vhey, semoga kamu selalu bahagia sama Pandu. Kalau bisa disegerakanlah untuk dihalalin sama Pandu, biar kalian bisa selalu sama-sama terus”. “Hmmm, kalau aku sih terserah Pandu aja, kan dia yang ngelamar bukan aku”. Jawab Vhey dengan sedikit tersipu malu. “Btw, makasih yah udah repot-repot bantuin Pandu untuk ngasih aku surprise”. “It’s OK Vhey, ini semua idenya Pandu. Jadi berterima kasih saja tuh sama Pandu”. “Oh yah Pan, Vhey, aku pamit pulang dulu yah soalnya aku masih punya urusan lain nih”. “Oh, nggak papa kok. Sekali lagi makasih yah atas bantuannya”.
Selang beberapa menit kepergian teman Pandu, dia akhirnya mengajak Vhey ke sebuah Pantai yang tak jauh dari tempat tinggal Vhey dan ternyata di sana Pandu memberikan sebuah hadiah untuk Vhey. “Vhey, aku punya sesuatu untuk kamu, tapi kamu tutup mata dulu, ntar aku bilang buka, baru kamu buka mata. Oke” Kata Pandu”. “Siap bos.” “Sekarang kamu boleh buka mata kamu!”. Perlahan, Vhey pun membuka matanya. “Tadahhh, ini dia (Sambil menyerahkan sebuah boneka teddy beard ke Vhey). Kamu suka nggak bonekanya”. “Suka sih, tapi kok warnanya orange? Aku kan sukanya pink.” “Yah, aku kan beli bonekanya pas matahari udah mulai terbenam makanya aku pilih yang orange saja. Sesuai dengan situasi pada saat itu. Penjual bonekanya juga menyarankan yang ini, jadinya aku pilih yang ini saja”. “Kalau kamu nggak suka, ntar aku beliin yang pink”. “Nggak kok Pan, aku suka sama bonekanya habisnya bonekanya lucu walaupun warnanya bukan pink. Makasih yah Pan.” “Iya, sama-sama Vhey. Kalau suatu saat nanti, kamu merindukanku, kamu cukup peluk boneka ini aja, Setiap kamu melihat boneka ini, maka kamu sudah melihatku juga karena ini pemberian dari aku. Kamu simpan dan jaga baik-baik boneka ini seperti kamu menjaga hubungan kita”. “Iya Pan, aku janji buat nyimpan dan menjaga boneka dari kamu seperti aku menjaga hubungan kita”. “Vhey, aku sayang kamu”. “Iya Pan, aku juga sayang kamu. Aku mungkin sering banget marahin kamu tapi tiap aku habis marahin kamu, aku tuh langsung nangis. Aku seperti nngak bisa marahin kamu Pan, aku benar-benar nggak bisa ngontrol emosi aku pada saat marah. Aku takut Pan, kamu akan ninggalin aku karena aku sering banget marahin kamu” (Mata Vhey pun mulai berkaa-kaca). “Vhey, sesering apapun kamu marahin aku, aku tetap terima kok karena aku tahu kamu nggak bisa ngontrol emosi kamu saat marah. Mending kamu lampiaskan kemarahanmu sama aku daripada sama orang lain karena orang lain belum tentu ngertiin kamu. Walaupun bukan aku yang buat kamu marah, aku selalu terima kok kalau kamu marahin aku. Aku tahu apa yang harus ku lakukan saat kamu marah tapi orang lain belum tentu bisa melakukan apa yang aku lakukan ke kamu saat kamu marah. Itu semua karena aku sayang kamu Vhey, aku hanya bisa bersabar dengan segala kemarahanmu. Aku selalu doain kamu agar kelak kamu bisa ngontrol emosimu ketika marah”. “Aku tahu Vhey, aku belum bisa memberikan yang terbaik untuk kamu tapi aku akan selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik untuk kamu”. “Pan, kamu selalu ada buat aku itu sudah cukup bagiku. Aku tidak butuh apa-apa kok dari kamu. Aku cuma mau kita selalu sama-sama melewati hari-hari bahagia dan tersulit dalam hidup kita. Cuma itu yang aku mau dari kamu Pan. “Iya Vhey, aku janji. Hari ini di tempat ini, aku nngak akan ninggalin kamu”. “Bagaimana kalau kita tidak ditakdirkan untuk bersama Pand?” Dengan nada serius “Kok kamu bilang gitu? Vhey, kalaupun kita tidak ditakdirkan untuk bersama, setidaknya kita pernah bersama. Berbagi kebahagian dan kesedihan. Jika nanti kamu merindukanku, kamu datang ke tempat ini. Ini adalah temapt favorit kita. Aku akan selalu merindukan tempat ini Vhey, bersamamu.” (Menatap Vhey penuh haru seakan-akan akan berpisah). “Pan, aku tidak tahu sejauh mana hubungan kita akan berlanjut karena aku sendiri bingung harus bagaimana Pan”. (Sambil nangis menatap Pandu). “Vhey, kamu percaya kan sama aku. Memang ini adalah situasi sulit untuk kita. Di sisi lain, kita harus berjuang untuk keluarga kita masing-masing dan di sisi lain kita juga takut jika salah satu diantara kita harus pergi demi ego keluarga. Tapi percayalah Vhey, dibalik semua ini, kita akan menemukan jalan yang terbaik. Berdoa saja”. “Iya Pan, semoga masalah ini cepat selesai”.
Senja sore itu menjadi saksi pertemuan dua insan. Hubungan mereka memang belum sepenuhnya mendapat restu dari kedua belah pihak namun mereka tetap bertahan pada pilihannya masing-masing karena mereka percaya bahwa hanya cinta sejatilah yang mampu menghubungkan kembali tembok-tembok pemisah yang telah runtuh.
Selang beberapa hari, Pandu tiba-tiba menghilang begitu saja. Vhey sudah berkali-kali menghubungi nomor Pandu tetapi tidak aktif. Dia akhirnya mengumpulkan seluruh keberaniannya untuk mendatangi rumah Pandu. Dengan ditemani sahabatnya, Vhey menemui Pandu di rumahnya. Namun apa yang terjadi? Setalah tiba di sana, Vhey memang bertemu Pandu tetapi sikap Pandu berubah 180 derajat. Bukannya menyambut hangat kedatangan Vhey dan sahabatnya, Pandu malah tiba-tiba bersikap dingin kepada Vhey. Tidak hanya itu, dia juga menyuruh Vhey dan sahabatnya pulang. Entah apa yang terjadi dengan Pandu. Sikapnya tiba-tiba berubah hanya dengan hitungan hari saja. Semakin Vhey berusaha meminta penjelasan ke Pandu, semakin Pandu juga bersih keras menyuruh Vhey pulang. Hingga akhirnya Vhey tidak tahu lagi apa yang harus dilakukannya.
“Baikah Pan, jika ini memang yang kamu mau, aku akan ikutin semuanya, jika itu yang bisa buat kamu senang”, sambil nangis ninggalin Pandu.
Sejak saat itu, Vhey selalu menyendiri dan murung terus. Sahabatnya tidak tahu lagi bagaimana cara menghibur Vhey agar segera bangkit dari kesedihannya. Vhey tidak menyangka Pandu berubah dalam hitungan hari saja. Cinta yang mereka bangun selama bertahun-tahun, berakhir hanya dalam hitungan hari saja dan tanpa mengetahui apa penyebabnya. Sejak saat itu pula, Pandu tak pernah lagi menghubungi Vhey meski Vhey selalu menghubungi Pandu namun nomornya tidak pernah aktif.
Vhey hanya bisa pasrah dengan takdirnya. Mungkin inilah takdir yang digariskan Tuhan untuknya. Setiap kali dia merindukan Pandu, dia hanya bisa melihat hadiah terakhir pemberian Pandu di saat ulang tahunnya. Dia juga sering mengunjungi tempat favorit mereka dulu. Di sana, dia hanya bisa mengenang masa lalunya. Kadang dia ditemani sahabatnya, kadang juga seorang diri. Vhey selalu berharap semoga Pandu tiba-tiba datang ke tempat tersebut setiap kali dia ke sana, namun nyatanya tidak. Tak pernah sekalipun dia bertemu dengan Pandu di sana. Ratusan bahkan mungkin ribuan orang di sana, namun dia tidak pernah melihat Pandu berkunjung ke tempat yang sama dengannya.
Terkadang Vhey merasa sedih ketika setiap pengharapannya tidak terwujud. Hanya iringan lagu pengamen pantai yang menghiburnya. Cinta memang datangnya tiba-tiba dan entah itu dengan siapa kita jatuh cinta, kita tidak pernah tahu. Yang kita tahu jika jatuh cinta itu sangat indah awalnya namun akhirnya menyakitkan karena kita telah jatuh kepada cinta yang belum pada waktunya sebelum Allah mencintakan kita kepada makhluk-Nya dalam sebuah ikatan yang diridhoi-Nya.
The End
Cerpen Karangan: St. Nur Aima Fatima Blog / Facebook: Nuraima Fatima