“Tidak terasa hampir 4 tahun lamanya kita menjalin asmara, saling melengkapi, saling mengerti, saling mengasihi, saling menyayangi, dan saling mencintai …” (21.09)
Hari ini tepat ditanggal terakhir pada bulan april tahun 2015 aku bangun dari ranjangku dan tersenyum kemudian menuju jendela untuk membukanya dan menarik nafas dalam-dalam untuk menghirup udara segar dan menghembuskanya secara perlahan. Aku sangat bahagia karena hari ini tepat 4 tahun lamanya kita menjalin asmara. Dalam hatiku penuh aku ucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena masih mengizinkan kita menjalin asmara ini dan selalu memberikan nikmat-nikmat yang indah di dalamnya. Sambil melihat pemandangan dari jendela aku mengucap do’a “Ya Tuhan semoga engkau selalu mengizinkan kami bersama hingga akhir hayat, hingga maut yang memisahkan kita, dan berilah kami karunia yang indah di dalamya. Amin…”
Setelah aku rasa cukup, aku menuju ke meja yang disitu ada kaca besar tempat untukku bercermin. Aku membuka ponsel dan ada satu pesan teks yang belum aku baca dari Tio, ya… ini yang kutunggu-tunggu yaitu pesan dari kekasih hatiku. Pesan itu bertuliskan “Selamat pagi Eci, semoga pagi ini kamu tidak lupa mengucap terimakasih pada Tuhan yang tidak henti-hentinya memberikan kita keindahan yang melimpah. Terimakasih sudah mau menjadi kekasih yang selalu mendukungku dalam kebaikan” Aku membalasnya dengan sangat bahagia “Selamat pagi Tio, Alhamdulillah sudah. Terimakasih kembali, semoga lebih baik dalam segala hal kedepanya. Amin…”
Namaku Eci Farida, aku dinas di Polda Metrojaya di Depok Jakarta Selatan. Aku adalah polisi wanita (polwan) dengan pangkat yang masih terhitung dibawah yaitu Briptu. Aku baru memasuki dunia kepolisian 5 tahun yang lalu tepatnya pada tahun 2010. Aku terhitung masih sangat muda, karena saat lulus SMA tepatnya pada usia 17 tahun aku mendaftar polwan tingkat bintara dan langsung diterima. Saat pangkatku masih bripda aku juga menyambi kuliah di salah satu fakultas dengan jurusan hukum, dan saat ini aku sudah lulus dengan gelar serta profesi yang pasti pada usia 22 tahun. Dan Tio, Tio adalah seorang pilot Angkatan Udara, setelah ia menyelesaikan pendidikan di SMA Tio melanjutkan pendidikanya di Sekolah Tinggi Penerbangan Angkatan Udara selama 18 bulan dan kemudian keluar dengan gelar Letda Cpn Tito dan dipercaya untuk mengendalikan Helikopter serta pesawat tempur lainya.
Hari ini aku sangat lelah, pukul 22.15 aku baru bisa tidur karena harus piket kemarin malam hingga hari ini. Sebelum tidur aku menyempatkan membuka ponsel untuk mengirimkan pesan teks “Istirahat yang cukup biar tetep sehat di udara ya Tio hahaha, ajakin aku terbang ya” Dan aku yakin Tio tidak akan membalas pesan teksku karena biasanya ia sudah tidur jam segini. Aku tidak menduga ternyata ponsel hpku bunyi dan tertera besar di layar “Tio is calling” Sejenak aku berfikir kenapa ia belum istirahat dan lain-lain tapi setelah agak lama berfikir aku harus angkat teleponya.
“Halo Tio kok belum tidur?” ”Halo Ci, katanya mau diajak terbang? Hehe” “Ihh aku kan Cuma bercanda. Kirain kamu udah tidur” “Belum kok, eh besok mau ikut gak?” “Ke mana?” “Besok aku lagi free tapi aku disuruh keliling wilayah Jakarta buat survey keamanan pakai helicopter baru sekalian disuruh nyobain. Kamu mau nemenin?” “Seriusan? Mau mau” “Ya udah sampai besok ya, bye”
Keesokan harinya aku mulai berdandan sebelum Tio menjemputku di rumah, kami sepakat jam 08.00 kami harus berangkat. Aku berangkat menggunakan baju dinas karena memang setelah itu aku harus langsung bekerja dan satu syarat lagi, memasuki kawasan TNI AU harus mengenakan baju yang rapih. Setelah Tio menyusulku rasanya ingin kupandangi terus wajahnya dari dalam mobil untuk melepas rasa rindu karena setelah sekian minggu kita berpisah karena sama-sama bertugas.
“Tambah tinggi aja nih Eci..” (ejek Tio) “Ih apaan sih, orang tetep 170 cm kok. Kamu aja yang gapernah nemuin aku makanya keliatan beda” (kesal) “Eh, kan sama-sama punya tugas buat Negara, jangan ngambek dong” “Eh iya yah…, siapa juga yang ngambek”
Menurutku pengalaman naik helicopter bersama kekasihku adalah salah satu pengalaman yang sangat mengesankan, aku sangat bahagia, apalagi saat Tio bilang “Alhamdulillah ya bisa naik helicopter bareng kayak gini” disaat itu aku menyempatkan diri untuk mengabadikan sebuah foto sebelum helicopter meluncur. Dan saat kupandangi kembali aku merasa sangat bangga. Bahkan saat aku mengirimkan foto itu pada orangtuaku, orangtuaku juga ikut bangga. Hanya satu yang mereka pertanyakan “Nak kapan kamu menikah sama Tio? Sampai kapan mau begini terus? Orang udah cukup umur juga” Aku memutuskan untuk menikah ditahun depan karena pada tahun tahun ini kami berdua masih sama-sama sibuk dengan profesi masing-masing.
Hari terus berlalu, tapi tak mengubah Tio yang sangat baik, perhatian, dan membuatku jatuh cinta tentunya. Tak terasa sudah masuk awal tahun 2016, diawal tahun ini aku ingin berbicara dengan Tio mengenai foto prewedding.
“Tio kamu pengenya fotonya kapan? Tema nya gimana?” “Minggu depan aku free, kamu gimana?” “Iya minggu depan boleh, aku juga free” “Gini jadi aku punya temen fotografer jadi aku tinggal hubungi nanti gampang, temanya bebas rapi aja gimana? Atau pakai seragam profesi?” “Bebas rapi aja yaaa? Aku bosen pake baju dines mulu hehehe” “Siap deh bos jalan”
Akhirnya setelah beberapa minggu foto-foto itu pun jadi dan sudah tercetak besar di figora berukuran 10R rata-rata. Lalu mama menyuruhku untuk memajangnya di kamar dan di bagian ruang tamu.
Hari ini aku sedang tidak bersemangat karena aku sedang ada pertikaian kecil dengan Tio. Sebenarnya masalahnya sangatlah sepele. Ia pamit akan bertugas mengendarai pesawat tempur, namun entah kenapa hati ini terasa begitu tidak enak hingga aku sempat tidak mengizinkanya untuk berangkat bertugas. Tidak lama kemudian masuklah pesan whatsapp dari Tio, tidak biasanya ia berkata seperti ini. “Kenapa kamu khawatir sekali terhadapku? Aku hanya bertugas dan pasti akan kembali untukmu, percayalah padaku. Jaga selalu dirimu. Hidup sudah ada yang mengatur” Karena merasa sangat aneh dengan pesan ini aku pun sangat malas dan tidak ada niatan sedikitpun untuk membalas pesan ini. Dan akhirnya pesan ini hanya sekedar kubaca. Perasaan hati makin tidak enak dan rasanya ingin sekali keluar rumah untuk jalan-jalan dan membebaskan pikiran diluar rumah. Akhirnya pukul 08.00 pagi karena aku sedang lepas dinas aku hangout bersama teman-temanku untuk melepas penat. Namun di sana aku malah semakin kepikiran tentang Tio dan semakin rindu. Ditambah lagi temanku yang menanyakan keadaan Tio saat ini.
Saat aku menoleh ke arah Televisi di dinding cafe itu, aku semakin terkejut karena di berita itu dikabarkan bahwa pesawat tempur Angkatan Udara Nomor 999 telah jatuh karena rusaknya mesin yang dikendalikan secara tiba-tiba. Aku langsung sangat terpukul melihatnya karena Tio kekasihku ada di sana, dia sebagai Pengendara pesawat itu. Tidak lama kemudian aku langsung bergegas pamit dan menuju kerumah. Sesampainya di rumah aku langsung bilang pada papa dan mama, lalu kami berkemas untuk berangkat ke bandara untuk menuju tempat kejadian. Aku sudah berusaha menghubungi Tio lewat media apapun. Tapi apa hasilnya? Tidak ada jawaban sama sekali. Hatiku sangat khawatir dan selama perjalanan aku terus meneteskan air mata. Sementara mama yang dari tadi selalu menenangkan aku sambil menyuruhku untuk tetap tenang dan berdo’a.
Dalam perjalanan itu, Aku mengingat kembali bagaimana dulu kami saat pertama bertemu, bagaimana sosok Tio yang sangat perhatian, baik, penyayang, senyumnya yang selalu membuat penatku hilang seketika saat lelah, Matanya yang tajam tapi mempesona, Dirinya yang selalu meyakinkanku untuk bisa, Dia yang telah membuat aku jatuh cinta. Lalu sekarang, apa aku harus mengikhlaskan dia tuhan? Aku sangat mencintainya, aku terus berharap bahwa Tio akan tetap bernafas untukku, meskipun harapan itu sangat sangat kecil karena kecelakaan ini sangat parah sekali. Tanpa sadar tangisku ini makin menjadi dan hati kecilku sempat berkata “Ikhlaskan”.
Sesampainya di sana aku langsung bertanya kepada tim evakuasi untuk menunjukan berapa jumlah korban yang identitasnya sudah diketahui. Dan saat aku bertanya nama Tio Pratama Putra, salah satu anggota dari tim evakuasi itu langsung membuka data dan segera mencari nama itu. Setelah kurang lebih 5 menit aku menunggu dengan penuh harapan, petugas itu mengatakan “Letda Tio Pratama Putra telah gugur, jenazahnya ada di ruang autopsi sebelah utara dari ruangan ini. Bisa dijenguk sekarang juga. Permisi” Aku hanya diam dan tidak pernah merasa sehancur ini. Ya aku hancur, aku sakit, aku kehilangan. Aku tidak akan percaya kalau semuanya akan berakhir secepat ini dan sesingkat ini. Aku tidak pernah membayangkan ini sebelumya.
Dengan rasa hancur yang sangat dalam, papa, mama, dan satu perawat itu mengantarkanku ke kamar autopsi itu untuk melihat jasad Tio. Saat aku buka kain putih itu, Nampak Tio sedang tidur dengan wajahnya yang sangat tampan, lalu aku bertanya, “Katanya kau akan kembali untukku? Namun kenapa sampai aku yang harus menjemputmu kemari sayang?”
Beberapa menit bertanya terus tetapi tidak ada jawaban dari Tio, ia hanya diam dan tidur dengan pulas, badanya pun tidak sedikit pun bergerak. Tapi aku tidak menyerah, aku masih ingin mengajukan beberapa pertanyaan lagi hingga ia aku harap ia bisa menjawabnya. “Hei sayang kenapa kau diam saja? jawablah” Aku tidak sadar bahwa air mataku ini telah menetes bercucuran, Aku lihat Tio sudah tidak lagi bernafas.
“Aku merindukanmu Tio”
Aku menjadi orang terakhir yang pulang dari makam Tio, sesampainya dikamar aku selalu memandangi handphoneku, biasanya pada waktu seperti ini Tio akan mengabariku atau meneleponku. Aku juga memandangi foto yang penuh didinding kamarku itu, ternyata sangat lucu, dan desain undangan yang hampir jadi itu sangat membekas. Aku menangis sejadi-jadinya karena aku sangat hancur
“Tio, dengarlah aku sangat merindukanmu, aku sangat mencintaimu, aku sangat menyayangimu, tetapi jika ini jalan yang terbaik maka izinkanlah aku untuk mengikhlaskanya Tuhan. Aku harap ia bisa mendapatkan tempat yang paling indah di sisi-Mu dan selalu bahagia di surga sana. Aminnn”
Setelah 5 bulan lamanya Tio meninggal, Atas izin tuhan aku mulai bisa mengikhlaskanya walaupun masih sangat sulit. Disaat aku merindukanya aku hanya bisa membaca surat Al-Fatihah dan menyebut namanya. “Sampai berjumpa di kehidupan yang lain sayang. Aku mencintaimu…”
Cerpen Karangan: Shofiana Rahmadhani Facebook: Shofiana Rahmadhani Hi!!! namaku Shofiana Rahmadhani, but you can call me Shofi hehe. Aku siswa kelas 12 di SMAN 2 JOMBANG.