Pada waktu malam hari yang begitu sunyi, aku menyendiri di suatu tempat. Tempat yang menurutku yang bisa membuatku tenang. Sambil kumainkan piano. Entah bagaimanan isi hati dan perasaanku saat ini hancur berkeping-keping. Saat aku kehilangan perempuan yang sangat aku cintai dan aku sayangi. Terasa hampa hatiku saat ini. Bagaimana bisa selama ini yang menemaniku di setiap hari di setiap waktu telah meninggalkanku dan tak akan bisa kembali lagi selamanya. Di dalam jiwaku tak ada semangat hidup, yang ada hanya keputus asaan. Namun aku berfikir kalau aku putus asa kemungkinan besar aku orang yang paling bodoh di dunia ini, mengapa? Karena pasti orang yang aku sayangi, pasti tidak mau melihatku dengan keputus asaan begitu saja.
Aku awali di pagi hari ini dengan senyuman, meskipun senyuman itu terpaksa. Masih teringat betul kenangan-kenangan indah bersamanya. Sering kali aku masih melamun dan memikirkanya. Aku menjalani hari ini seperti biasanya, dengan bekerja sebagai fotografer. Di sepanjang jalan di dalam bus, aku melihat perempuan cantik, natural dan menawan di dalam bus tersebut. Aku pun bergegas untuk mengambil foto perempuan tersebut.
Di sore hari aku duduk terdiam dengan melihat histori foto yang tadi pagi aku abadikan. Aku melihat foto perempuan yang sebus dengan aku tadi. Aku terus memandangi fotonya. Entah kenapa hati ini ada yang berbeda, seakan aku merasakan jatuh cinta terhadapnya. Tanpa aku sadari sejenak aku melupakan akan masalah yang kemarin. Mungkin dibilang saat ini aku menemukan sosok perempuan yang bisa menggantikannya. Untuk saat ini aku sungguh menaruh haraapan kepadanya. Harapan untuk bisa mencintai dan menyayangi, begitupun sebaliknya dia pun bisa mencintai dan menyayangiku. Tapi saat ini aku menjadi bingung, bisakah aku melihatnya lagi?.
Keesokan harinya aku mencoba menunggu dia di halte, tak beberapa lama kemudian dia datang dari arah kananku. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Antara diam, cuek atau hanya menyapa saja. Aku pun mulai melihatnya dan menatap matanya. Tak ada yang terukir sebuah kalimat ungkapan hati di pikiranku ini, aku hanya bisa terdiam dan terpaku oleh kecantikannya. Sekian detik tanpa aku sadari, aku beranikan untuk mengajak kenalan. “Hay boleh aku kenalan denganmu, namaku Bagus?” sambil kuulurkan tanganku ke dia. “Hay, iya namaku Dya” Dia pun mengulurkan tangannya dan melempar senyuman manisnya. Begitu lembut saat tangan saat aku genggam, dengan menantap tajam mataku ke dia, seakan memberikan kode, bahwa aku sangat berharap kepadanya.
Hari demi hari kujalani bersamanya. Aku selalu mengabadikannya setiap momen-momen bersamanya. Kemudian hari aku tak habis pikir ternyata Dya bercita-cita untuk menjadi model. Namun masalahnya di sini Dya tidak terlalu percaya diri. Aku mencoba meyakinkannya. Menggenggam tangannya dan menantap matanya dan aku memberikan ekspresi dukungan. Namun tak semudah aku bayangkan. Dya begitu mengakhawatirkan, tidak percaya diri, apalagi melihat pesaing-pesaing yang lebih dari pada dia. Tapi aku yakin dia bisa dan dia akan menjadi model yang dia inginkan.
Selang kemudian aku hanya bisa menunggu hasil tes penampilannya. Sesi-sesi foto telah dia lewati, aku tak bisa berkata sedikitpun ketika aku melihatnya, ia begitu terlihat cantik sekali. Tak lama kemudian keluarlah hasil nilai-nilai yang membuatnya deg-degan. Ternyata alhasil sungguh-sungguh membahagiakan dengan tertulis menyatakan, sangat baik dan diterima di permodelan tersebut. Aku dan Dya sangat bahagia dan sangat senang bisa seperti ini, tidak terbayangkan sebelumnya kalau Dya bisa diterima.
Tetapi dengan diterimanya Dya sebagai model, hubungan aku dan dia semakin renggang bahkan aku tidak bisa menemuinya lagi. Sampai Dya berfikir kalau aku meninggalkan dirinya, hingga dia kecewa terhadapku. Padahal tak sedikit pun aku meninggalkannya. Bahkan aku selalu ingin bersamanya tapi kini aku sadar bahwa aku bukan siapa-siapanya. Pada akhirnya aku belajar melupakannya sedikit demi sedikit.
Namun aku tidak bisa melupakannya, karena dimana-mana melihat wajahnya yang terpampang di sebuah iklan. Semakin hari aku semakin merindu. Dan aku bertekad untuk menemuinya. Kali ini mungkin aku terlambat karena aku melihatnya dia bersama lelaki dan aku melihat dia dilamar oleh lelaki itu. Dan aku berbalik arah dan berjalan keluar. Aku berjalan yang tak tahu arah harus ke mana, dan aku mendengar terikan Dya memanggilku. Aku pun berbalik arah melihatnya, tetapi kini yang kulihat dia berlari menghampiriku, namun di tengah jalan dia tertabrak oleh mobil dan menyebabkan dia tidak bisa melihat.
Hatiku saat ini kacau, sangatlah menyesal, sangatlah merasa bersalah, aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri. Ketika dia sudah tersadar, aku ajak dia keluar dengan alat bantu kursi roda dan di luar ku dengan rintik rintik hujan. Aku mencoba mengulurkan tangan dia keluar dan merasakan jatuhnya air hujan dan suasananya dinginnya di luar itu.
Kemudian hari aku tak sanggup melihatnya seperti itu, dengan keadaan matanya yang tidak bisa melihat apapun. Hingga aku putuskan untuk meninggalkannya. Tetapi hatiku terasa tidak tenang, menjadi beban dalam kehidupanku, selalu ku memikirkan dia dan sampai-sampai aku dinyatakan gila.
Beberapa bulan kemudian Dya mendapatkan donor kornea mata yang membuatnya bisa melihat kembali, tetapi ia tidak bisa melihat kehadiran Bagus, yang sebenarnya sangat dicintainya.
Sekian terima kasih (Tamat)!
Cerpen Karangan: Riki Budi Ihwani Blog / Facebook: Riki Budi Ihwani