Aku harap aku sedang tertidur saat ini. Aku harap semua yang aku rasakan ini hanya bagian dari mimpi dan bisa kapan saja aku lari dari sana. Tapi ternyata, semuanya sangat nyata untuk disebut sebagai sebuah bunga tidur. Hangatnya air dari mata ini terasa sangat nyata dan tentu saja basah. Tuhan, seandainya aku diberi satu permintaan untuk bisa segera dikabulkan, jadikan semua ini hanya mimpi saja. Cukup itu saja Tuhan, sisanya aku akan berusaha lebih keras.
Pikiranku melayang kepada masa-masa beberapa bulan lalu. Ironi, aku bisa tersenyum sebegitu lebarnya lalu terhempas jatuh hanya dalam hitungan bulan. Kenapa manusia begitu cepat berubah? Entahlah. Jujur aku bingung harus apa sekarang. Sekeras apapun aku mencoba membuat ‘ia’ yakin pun, tidak akan merubah apapun. Ia telah berubah, jadi terima saja. Tapi, bagaimana caranya aku menerima semua itu dengan mudah.
Tuhan, malam ini begitu terasa lebih sunyi. Bahkan jauh lebih dingin serta pekat dari malam-malam yang lalu. Aku ingin lepas. Aku ingin bangun dan mendapatkan bahwa semua ini hanya mimpi. Sekali lagi aku tidak sedang bermimpi. Jadi begini rasanya patah hati? Begini rasanya ketika tau bahwa sesuatu akan segera lenyap esok hari. Dan malam ini akan jadi malam terakhir dimana aku bisa merasakan hangatnya tangan itu.
Aku tidak ingin menangis di hadapannya. Demi Tuhan tidak. Tapi bagaimana jika aku tidak sanggup menahannya. Aku memang tidak sanggup. Mungkin benar ucapannya dulu bahwa aku ini cengeng. Selama ini aku selalu menuruti pintanya, tapi kali ini aku tidak bisa. Apa bisa aku menuruti kemauannya untuk meninggalkanku? Aku tidak bisa. Meski begitu aku pun tidak bisa membuatnya menarik kembali kata-katanya.
Mungkin memang ada yang tidak bisa dipaksakan. Tapi tidak bisakah hal itu diperbaiki lagi. Aku ingin memperbaiki semuanya, bukankah ini tidak semerta-merta salahku? Apa dirinya tidak pernah berpikir bahwa aku di sini mencoba menerima ia dengan segala ketidaksempurnaannya? Mungkin dia sudah berusaha tapi tetap tidak bisa. Aku mulai berpikir, seburuk itukah sifatku ini? Sudahlah.
Ia bilang masih menyayangiku, tapi ia tidak bisa lagi denganku. Bisa-bisanya ia menyebut bahwa ia menyayangiku tetapi tidak bisa menerima sifatku. Tidak, bukan begitu, aku ini egois, aku hanya tidak ingin dia pergi. Aku belum tau bahwa aku sangat-sangat menyayanginya. Hal yang harus aku lakukan jika aku benar menyayanginya adalah merelakan ia pergi. Aku belum sanggup, aku terlalu menginginkannya. Mungkin suatu saat aku akan merelakannya. Biarkan tangannya menggenggam tanganku lebih lama lagi sebelum esok semua akan hilang. Biarkan tanganku mengusap rambutnya seperti yang selalu kulakukan dulu. Biarkan aku menyentuh wajahnya sebelum esok hal itu akan menjadi tabu. Aku takut memikirkan tentang esok, lusa, dan hari seterusnya. Aku masih bisa melihatnya, tapi semuanya telah menjauh.
Berulang kali aku mengatakan padanya aku menyayanginya, sangat menyayanginya. Tapi percuma, ia bersikeras dengan apa yang telah menjadi keputusannya. Kau tau apa yang sangat aku takutkan? Melihatnya bersama orang lain akan menusukku jauh lebih tajam daripada saat ia menyakitiku.
Aku melihat tangan itu masih memegangiku. Aku tau tidak akan lama lagi waktunya. Tapi bisakah malam ini menjadi lebih panjang dari biasanya? Jawabannya tetap tidak. ia menyuruhku untuk tidak menangis. Maaf sayang, kali ini aku tidak bisa. Biarkan aku menunjukkan padamu bahwa aku ingin seperti dulu. seperti saat kau mengucapkan bahwa kau menyayangiku. Persis di tempat ini jugalah kau mengucapkan hal itu. sebentar lagi semua itu akan berakhir di sini pula.
Dan… aku mengerti ini saatnya untuk menerima bahwa semua ini harus hilang. apa dirinya tau bahwa bibirku sangat berat saat menyuruhnya pulang? Pasti, tapi ia tidak akan menolak. Sayang, kumohon tinggalah sebentar lagi, tolong bantah ucapanku barusan, dan katakan kau masih ingin bersamaku sebentar lagi, kumohon katakanlah. Ia berdiri dari duduknya dan sejenak aku sadar, ia tidak akan lagi tinggal. Tidak akan ada lagi ucapan selamat malam untukku. Tidak ada lagi kata-kata darinya yang membuatku tersenyum di hari-hari yang memberatkanku. Benar-benar akan hilang.
Aku mencoba menahan diriku untuk tetap diam di hadapannya. Sialnya, aku langsung memeluknya erat. Untuk terakhir kali aku dapat mencium bau parfumenya di sela-sela aku bernafas. Ia memelukku sebentar sebelum akhirnya ia melepaskanku. Dan kali ini ia benar-benar melepaskanku. Kenyataannya yang sangat terbalik dengan apa yang ia ucapkan dulu bahwa tidak akan ada saat dimana ia meninggalkanku. Faktanya aku berdiri di saat itu sekarang.Tuhan, yakinkan aku untuk merelakannya. Aku mengecup pipinya untuk menjadi penutup malam itu. Lalu ia pergi dari hadapanku dan juga duniaku.
-Sayang, pergilah kemanapun kau mau, aku tidak akan mengahalangimu lagi setelah ini. Tidak akan pernah. Aku tidak akan mencoba menarikmu ke dalam duniaku, tidak akan lagi. Aku terlalu menyayangimu dan menginginkan kau bebas seperti yang kau mau. Kumohon, jangan ada kata menyesal. Aku berjanji padamu bahwa aku akan bahagia untukmu. Sayang, katakanlah bahwa dulu kau benar-benar pernah mencintaku, itu saja sudah cukup. Setidaknya kita pernah benar-benar saling mencintai tanpa rekayasa dan paksaan. Pergilah, meski aku akan tetap merindukanmu. Sampai jumpa lagi ketika hatiku sudah sembuh.-
Cerpen Karangan: Lay Pratiwi