Senja yang selalu kau rindu, kini hanya bisa kunikmati seorang diri. “Dulu setiap senja memang milikmu, tidak dengan senja yang sekarang sebab senja ini milikku” ucapku pada diriku sendiri. “Aku merindukan senja dahulu berasamamu” tak terasa airmata yang berusaha kubendung, akhirnya jebol juga.
“Hati yang kosong, perasaan yang hampa, enyahlah jangan kau mengganggunya” terdengar ucapan seseorang di sampingku, yah suara itu, aku mengenalnya. “Ren, aku..” aku belum selesai berbicara, tapi rendi menempelkan jari telunjuknya di bibirku. “Sudah nikmati saja senjanya, karena ini senja milikmu” Ucap rendi yang kemudian tidur di sampingku. “Ren?” Tanyaku dengan tidak meiliriknya. “Hmmm” jawabnya. “Apa kamu merindukan menikmati senja milik kita bersama seperti dulu?” Tanyaku tetap dengan pandangan menatap langit. “Ya persis seperti pertanyaanmu” Ucapnya dengan tangan yang disimpan di belakang kepalanya. “Aku kira kamu sudah lupa tempat ini, ren” ucapku, namun tak ada respon dari rendi, aku melihat ke arahnya. “Aku rasa senjamu sudah pamit untuk pergi, mari kita pulang.” Rendi bangkit dari posisi tidurnya. Kemudian membantuku untuk berdiri. “Aku masih ingin tetap bersamamu” ucapku dengan sedikit manja. “maaf, kita hanya akan bersama sampai ujung jalan sana. Kamu datang saja ke rumahku, malam ini” ucap rendi dengan menggandeng tanganku.
Tibalah kami di ujung jalan, dan ini waktunya kami berpisah sebelum akhirnya bertemu lagi nanti jam 8 malam. Di sepanjang jalan aku merasa ada yang aneh dengan rendi, tapi sudahlah mungkin dia lelah karena baru pulang dari surabaya.
Tak terasa waktu begitu cepat, “Del, kita jadi kan ke rumah rendi?” ucap temanku dewi yang kedatangannya tidak aku sadari. “Jadi kok dew” jawabku. “Kalau begitu ayo kita pergi” ucapnya, kami pun pergi menuju rumah rendi. Aku merasa dewi kali ini besrsikap tidak seperti biasanya, dewi yang periang kenapa sekarang menjadi murung.
Kami hampir sampai di rumah pacarku rendi. “Delia aku minta maaf ya” ucapnya dengan wajah tidak seperti dewi yang aku kenal. “Loh kenapa kamu minta maaf dew, kamu kan tidak salah apa-apa” jawabku. “Nanti kamu tahu sendiri, aku cuma bisa nganter kamu sampai sini yah del, kamu gak papa kan ke sana sendirian.” Ucap dewi, dan aku merasa dewi sangat aneh hari ini. “Oh iya gak papa kok dew, makasih yah udah mau mengantarku” jawabku, dewi tidak menjawab, dewi pergi lalu menghilang.
Aku melanjutkan perjalanan yang sudah sangat dekat dengan rumah rendi, sampailah aku di rumah rendi, Kulihat banyak sekari orang berpakaian serba hitam di sana, yang menjadi pertanyaanku kenapa orangtua dewi juga ada di sini, dan menangis.
Saat aku masuk ke halaman rumah, orang tua rendi menenangkanku, ibunya melukku dengan sangat erat. “Kenapa ibu menangis?” Tanyaku kebingungan. “Adel rendi udah gak ada” jawab ayah rendi. Mereka membawaku masuk ke dalam rumah, menunggu jenazah rendi yang sedang dalam perjalanan.
“Kapan kejadian ini terjadi ayah?” Aku bertanya kepada ayah rendi. “Tadi sore, sekitar jam 4” jawab ayah rendi, dan aku tidak percaya. “Enggak yah, engga mungkin kejadiannya jam 4 sore, rendi menemuiku jam 5 dan kami berdua bersama sampai jam 6, rendi bilang dia baru saja pulang dari surabaya” aku menyangkal jawaban ayah rendi. Kulihat ayah rendi seperti kebingungan. Kemudian ayah rendi menjelaskan semuanya. “Tidak del, rendi sudah pulang dari surabaya kemarin, dan tadi sekitar jam 2 dia pamit untuk menemui pacarnya, ayah kira dia akan bertemu denganmu, jam 4 ayah menerima telepon dari rumah sakit, mereka menerima pasien yang meninggal akibat menerobos palang kereta api, korban itu adalah rendi dan dewi” ucap ayah rendi.
“Kalau mereka telah meninggal jam 4, terus rendi yang menemaniku menikmati senja, dan dewi yang mengantarku, mereka siapa?” tiba-tiba tubuhku menjadi lemas dan seketika itu pula aku tidak sadarkan diri.
Cerpen Karangan: Pandi Ig: Bontengpandi122