Aku sedang kebingungan di rumah seseorang, aku memutar kunci rumah itu dengan jari tanganku. Sedari tadi aku terus berdebat dengan isi otak dan hatiku, masuk ke rumah ini atau tidak?
Tapi ini adalah rumah sahabatku, sahabat yang paling baik, paling humoris, paling unik, jika boleh aku sangat berharap untuk selalu bisa ada di sampingnya. Walaupun terkadang aku harus bersabar mengurusi dia dengan kelakuannya yang sangat ‘childish’ itu, aku ingin masuk ke rumah ini dan melihat semua kenangan. Tapi di sisi lain, aku harus menghadapi emosi yang menyakitkan.
Rumah ini sudah dikosongkan 3 hari yang lalu, dan kunci rumah diberikan kepada aku. Entah apa alasannya itu diberikan kepadaku, dan sampai sekarang aku masih saja berpikir untuk masuk apa tidak. Entah kenapa aku sangat ragu untuk masuk ke rumah ini, padahal dulu aku sangat senang saat bermain di rumahnya sampai lupa untuk pulang.
Karena aku berpikir terlalu lama, dan aku juga sudah lelah berdebat dengan isi hati dan otak yang berbeda kemauan itu, aku memasukkan kunci pintu itu ke lubang dan membuka pintu rumah secara terburu-buru saking emosinya. Saat masuk, aku harus dihadapi hawa yang tak pernah bahkan benar-benar tak ingin untuk merasakannya.
Funitur barang di rumah ini masih ada dan menganggur setelah rumah ini tak ada pengurusnya, walaupun begitu, aku merasa rumah ini masih hidup dengannya. Dulu saat aku datang ke rumah ini, ia akan sangat senang seperti anak kecil yang dikasih kado ulang tahun oleh orangtuanya, dia akan membukakan pintu, menyambutku dan membawakan mochi dengan isian krim putih dan stroberi untukku, bisa dibilang itu makanan kesukaannya, dia sering memberikan itu padaku, padahal aku lebih suka mochi rasa matcha.
Sekarang tidak, aku tidak disambut dengan itu, tak ada lagi kelakuan konyolnya saat aku datang, tidak ada mochi stroberi yang selalu ia buat untukku, semuanya kosong.
Ingin rasanya aku menghidupkan kenangan di rumah ini tapi aku tak mampu, untuk masuk saja rasanya butuh mental yang kuat, sekarang hawa di rumah ini sangat berbeda, sangat sesak.
Aku masuk ke ruangan dapur, tak ada yang spesial, hanya saja semua peralatan dapur lebih rapi dari biasanya. Padahal dia sangat payah kalau urusan membersihkan barang-barang di dapur, akan sangat berantakan saat dia mengajakku untuk bikin kue bersama dan ujung-ujungnya aku lah yang membersihkan dapurnya itu setelah selesai membuat kue. Dan sekarang peralatan dapur itu akan tetap bersih selamanya, dia tak akan membuat mochi, kue, atau makanan apapun disitu lagi.
Aku menatap foto seorang cowok dengan senyuman manisnya di beberapa foto bingkai, ah aku rindu muka imutnya itu. Dan aku melihat sebuah foto kita berdua yang sedang memakai bando Mickey Mouse di DisneyLand. Lucu sekali foto itu dan di pinggir bingkai tertulis dua nama.
‘Aiko & Akiyama’
Namaku dan dia terpampang di pinggir bingkai itu, sebuah nama yang harusnya selalu bersama, selalu ada di sisiku. Dan harusnya sekarang ini dia tidak kesakitan dan pergi tetapi jalan-jalan bersamaku menikmati musim gugur dan mampir ke sebuah bukit yang telah kita sahkan menjadi tempat kita sebagai sahabat untuk bersenang-senang dan melihat pemandangan apapun musimnya. Takkan ada orang lain menginjakkan kakinya disitu, tak akan ada. Aku menatap semua foto-foto itu, dan hanya ada rasa sakit di tubuhku.
Aku menaiki tangga, satu tapakan yang kuhasilkan rasanya sesak, tak seperti dulu. Dia selalu menggenggam tanganku untuk naik ke lantai atas, lantai terfavorit aku dan dia, disana banyak hal yang terjadi, dulunya memang seperti itu.
Di lantai 2 hanya ada ruangan tv tanpa sofa, balkon kecil dan kamarnya, biasa saja tak ada yang spesial. Aku melihat suasana di lantai 2, yah sesuai tebakanku, sepi sekali, aku tak mendengar suara merengeknya yang memaksaku bermain game bersama, suara tertawanya disaat aku tak sengaja berperilaku aneh, suara kesalnya saat aku menasehatinya untuk tidak terlalu banyak tingkah karna umurnya yang tak kecil lagi, tidak, tidak ada lagi suara itu. Ya ampun, rasanya aku ingin berlutut dan menangis melihat semua kekosongan ini.
Perlahan kubuka pintu kamarnya, semuanya terlihat sama seperti sebelumnya, tapi tidak dengan suasananya. Hawa disini lebih sesak dari ruangan lainnya, tempatku bercurhat dengannya, tempat aku bercerita banyak dengannya, tempat aku mengajari dia yang kesulitan memahami materi kuliah, dan apapun itu yang terjadi di ruangan ini, dan aku yakin disinilah dia mengeluarkan air mata, rasa sakit, dan seluruh rahasianya itu.
Melihat beberapa barang yang berantakan, aku bergerak untuk membersihkan beberapa. Tak sengaja aku melihat sebuah toples dengan kertas warna warni yang diremuk menjadi bola kecil, isi kertas itu banyak hingga membuat toples terlihat penuh.
Aku tau barang ini sudah ada dari dulu, tapi tak pernah ku bertanya dengannya tentang barang ini. Aku selalu penasaran karna kertas itu semakin lama semakin banyak. Kupikir itu hanya bekas kertasnya yang dia buang ke toples itu, tapi tak mungkin, dia memang orang yang berantakan tapi tak pernah membuat sampah kertas sebanyak ini di dalam toples. Kubuka penutup toples itu dengan rasa penasaran yang tinggi
Tidak, ini tentu bukan sampah kertas, kertas ini diberi tulisan, dan stiker-stiker lucu. Dia benar-benar kekanak-kanakan, tapi aku suka itu.
Ah, ini sebuah tulisan surat yang diciptakan oleh pena dan suara hatinya. Tentang apa yang ingin dia katakan tanpa orang lain tau.
Kuambil satu bola kertas dan kubuka.
10 januari 2021 Tadi aku kesal sekali, ai-chan memarahiku karna aku tak kerjakan tugas kuliah, aku tau itu salahku tapi dia memarahiku terlalu keras, aku sangat takut ai-chan, jangan sering-sering marah ya? Ai-chan marahnya serem banget: