“Han, emang kamu ga ada cita-cita yang pingin kamu capai gitu?” “Cita-citaku dari kecil cuma pengen sembuh, Ra.” “Ya maksudnya yang lain gitu.” Hansol mengulurkan tangannya untuk membersihkan sisa es krim di tangan Ara. “Guru, mungkin?. Aku pingin jadi kayak Mama.” “Gitu…, eh udah sore ke dalem yuk!” Ara membantu Hansol dengan mendorong kursi rodanya menuju ke dalam rumah sakit.
“Habis kemana lagi kamu?!, KAMU TUH LAGI SAKIT. SADAR DIKIT!” “Aku tadi Cuma jalan sebentar sama Ara, Pa.” “KAMU CUMA MAUNYA SAMA PEREMPUAN ITU SAJA, YANG PENTING ITU KESEMBUHANMU!” Amukan Papa sudah menjadi makanan Hansol sehari-hari. Sejak Mamanya meninggal, Papa menjadi seseorang yang tidak terkendali. Terlalu ambisius dan tidak ingin kekurangan, sifat itulah yang menimbulkan sakit di dalam diri Hansol. Hansol Kang. 18 tahun, kelas 2 SMA.
“Hansol mau jadi apa nanti kalo udah gede?” “Hansol mau jadi pilot, kayak Kakak.” DEG! “Udah Mas, kamu ga usah mikirin omongan Hansol tadi. Biasalah anak kecil kan suka mengandai-andai.” “Aku ga mau dia jadi kayak James, Ra.”
12 Maret 2020, 6 hari sebelum kejadian “Dimakan dong sayurnya, Han!. Udah berapa kali aku bilang?!” “Males, Ra. Ga enak tahu.” “Harus bawel dulu nih?” “Iya aja deh.” Ara tersenyum sambil terus membujuk Hansol untuk memakan sayur di kotak bekalnya. “Depan ada toko es krim, mau beli?” Hansol mengangguk “Nih punya kamu, Chocolate.”
“Ra, sebenernya ada yang pingin aku omongin.” “Ngomong aja.” “Aku udah lama suka sama kamu, apa kamu mau jadi pacarku?” Apa ini? Pacar?. Aku bahkan tidak pernah memikirkan hal itu, aku tahu Hansol suka padaku. Tapi aku menyukai orang lain, hatiku belum terbuka untuk Hansol. “Mm, Han. Maaf, aku cuma nganggep kamu temanku.” “Oh…, Okay.” “So, Friends?” “Yaudah gapapa, aku enggak bisa maksain perasaan orang lain.”
18 Maret 2020, hari kejadian “Ra, apa yang kamu lakukan kalo aku pergi?” “Apaan sih, kok nanyanya gitu.” “Jawab aja.” “Kamu pasti sembuh, Han. Aku yakin itu.” “Iya deh.”
“Apa aku boleh tanya sesuatu?” “Sure, what is it?” “Katanya kamu punya Kakak, apa dia kerja di luar kota?” “Kakakku meninggal waktu aku umur 3 tahun, dia meninggal waktu dia bertugas jadi pilot.” “Maaf, aku nggak bermaksud.” “It’s okay, makanya orangtuaku enggak bolehin aku jadi pilot.” Hansol mengeluarkan sesuatu dari totebagnya “Aku ada sesuatu, tapi kamu bukanya nanti di rumah ya.” Hansol memberi kotak berwarna merah dengan kertas origami berbentuk hati di tengahnya. Ara tertawa lepas, sementara Hansol diam tersipu malu.
19.00 WIB Ara berlari sekencang mungkin menuju rumah sakit, ia dikabari bahwa Hansol telah tiada. Ini tidak mungkin, baru tadi pagi ia bertemu Hansol. Di depan kamar, terlihat Pak Kang yang menundukkan kepalanya tanda sedih. Saat Hansol keluar, Ara menangis kencang. Ia terhenti saat melihat sesuatu. Di jari manis kiri Hansol, terpasang cincin cantik yang tidak pernah ia lihat. Lalu, perawat segera membawa Hansol ke ruang mayat.
6 bulan kemudian.. Ara baru tersadar kalau dia belum membuka kotak merah yang diberikan Hansol 6 bulan lalu. Ia belum siap untuk merasakan sesak ketika mengingat Hansol. Ia menangis lagi saat membuka kotak itu. Kotak itu berisi tape CD, sebuah album KPOP, dan sepucuk surat.
Tape CD diputarnya, dan… “Hai Ra, I have something for you.” Hansol terlihat kesusahan memangku gitar dengan muka pucat sambil mengambil napas untuk mulai bernyanyi
“Summer after high school when we first met….. Talk about our future like we had a clue Never planned that one day I’d be losing you In another life, I would be your boy We’d keep all our promises Be us against the world In another life I would make you stay So I don’t have to say you were The one that got away.”
Ara menghapus matanya dengan kasar, ia tetap harus melanjutkan Ia membuka album KPOP favoritnya, Seventeen. Hansol menghadiahkannya Album Hitori Janai dengan note dibelakangnya. “Nih buat Ara, biar ga sendirian lagi. Aku nyarinya susah loh, jadi dijaga ya!” Ada apa dengannya?. Ini kenangan indah namun rasanya sangat sakit.
Ia membuka surat dari Hansol. “Banyak orang yang bilang kalau sebelum maut menjemput, ia akan merasakan tanda-tandanya. Itu terjadi padaku, karena itu aku melakukan ini. Riana Arani, kamu adalah wanita kuat. Aku yakin akan hal itu. Kamu sudah bertahan dengan baik sampai titik ini. Terimakasih telah menemani 2 tahun lelaki penyakitan ini. Harusnya aku tidak menyatakan perasaanku saat itu, tapi pilhanmu bagus untuk menolakku. Kau pasti tidak ingin bersama dengan seseorang yang umurnya tidak lama seperti orang kebanyakan. Oh ya, jangan lupa dipakai cincinnya. Itu bentuk komitmen terakhirku padamu. Aku mencintaimu, Riana Arani.”
Tangisan Ara menjadi lebih sedih, bagaimana bisa dia tidak menyadari keberadaan laki-laki spesial dihidupnya. Ia membuka kotak kecil berisi cincin kecil yang mirip dengan milik Hansol. Ia akan memakainya sampai mereka bertemu di kehidupan selanjutnya.
EPILOG: “Kita kedatangan pegawai magang, silahkan perkenalkan diri.” “Nama saya Hansol Kang, mohon bantuannya.” DEG! Hansol Kang? “Oh, meja anda ada di sebelah Riana.” “Halo, Ara?”
Cerpen Karangan: Aprillia S. Blog / Facebook: Just a fangirl