Apa pelampiasanmu jika sedang kalut? Pastilah melakukan hal yang membuatku lebih tenang mataku mengerjap menyentuh dua puntung rokok, di kawasan kaki lima. Mataku menatap dua orang gadis salah-satunya mirip Lucy akh… kenapa semua ini terasa kebetulan?
Aku tersenyum hingga dua batang puntung rokok kuhabiskan. Mendadak dia gadis itu pergi aku tercengang dan kemudian aku juga memutuskan pergi.
“Ini uangnya Pak makasih kopi sama rokoknya.” Bapak tua itu tersenyum. “Kapan-kapan mampir lagi…” Bapak pertengahan tujuh puluh itu memperlihatkan senyum sumringah.
Sebelum kepindahanku di apartemen baru aku mengepak-ngepak semua barang-barangnku hingga semuanya masuk ke dalam dus dan sebuah koper bewarna hitam.
Suasana di apartemen baru: Perjalanan menuju apartemen baru tidaklah memakan waktu yang cukup jauh. Akhirnya aku berhasil tiba di apartemen yang akan kutempati. Suasananya masih terlihat baru dan kosong. Aku menyukai apartemen seperti ini ukurannya tidak terlalu besar dan mewah, cocok sekali untuk kutempati.
Tiba-tiba ponselku berdering. Uhm… siapa sore-sore begini menelepon aku. Membuka ponsel kulihat nama seseorang yang sangat kukenal. Kuangkat ponselku.
“Fachry, ada apa kau meneleponku?” “Tidak cuma mau menanyakan kabarmu saja.” “Oh…” Aku menghela napas tersenyum lirih. “Sebenarnya bukan cuma itu yang ingin kutanyakan padamu.” “Apa? Jangan buatku bingung deh…” Aku mendedag secara perlahan sambil memikirkan omongan Fachry. “Kamu mau ngggak datang ke party sepupu aku namanya Windi dia cantik lho lulusan sarjana Oxford jurusan hukum.” Terdiam sejenak. Aku menyeringai “datang yang benar saja, aku nggak bakalan mau, mau dia lulusan Oxford apa pun itu.” Semenjak kepergian Lucy aku jadi menutup diri pada perempuan. Bagiku semuanya menambah luka.
Sore itu aku tidak langsung pulang. Memutuskan mampir ke tempat menikmati kopi dan sepuntung rokok. Aku melihatnya lagi jantungku seketika berdetak. Napas tersengal. Mataku mencoba menerawang mengingat kecelakaan dua tahun silam. Sekujur tubuhku mendadak lemas terkulai ketika sebuah motor sport menabrak wanita yang kucintai. Kala itu kami terpaksa jalan kaki dikarenakan motor yang aku kendarai mogok parah. Dan satu-satunya jalan hanya menyeberang menuju arah pom bensin sambil mendorong motor.
Sudah sekitar satu jam aku menenggak kopi di warung langganan. Melirik jam tanganku dia sudah pergi. Aku lalu beranjak, dan sesampainya di apartemen aku sudah melihat Fachry. Berdiri menunggu.
Langsung menatap Fachry dengan heran karena tidak biasanya menunggu di depan pintu selama berjam-jam “Ada apa?” tanya aku berusaha luwes. “Tidak, cuma memberi tau saja kalau besok kamu harus datang ke partynya sepupu aku jam 18.30 oke jangan telat ya,” Bergeming sejenak dan kepalaku kemudian mengangguk. Sebenarnya aku mulai ragu tapi rasanya tidak enak menolak ajakan seorang sahabat yang sudah baik kepada kita. Setelah itu Fachry memutuskan pamit.
Malam itu pun akhirnya tiba aku berbusana lebih rapi dari biasanya. Memakai celana kain berwarna hitam dan mengenakan kemeja putih ditambah jas berwarna hitam.
Memakan waktu yang cukup jauh aku harus melewati beberapa poros jalan di pinggir Jakarta.
Sementara Fachry celingak-celinguk tidak jelas di dalam rumah bernuansa Eropa miliknya. Ia berguman di mana dia Kenapa belum datang? Pekiknya dalam hati. Dengan merapikan kerah baju yang kugunakan saat ini aku melangkah masuk menuju pesta seorang diri. Pemandangan peta ini terlihat asing. Semuanya tampak berbeda dari pesta yang aku kunjungi. Karena tak ada satu yang kukenal kecuali Fachry.
“Fachry, hei…” Fachry sejak tadi gelisah langsung menoleh ke arahku. “Hei akhirnya datang juga lama amet sih pasti jalanan macet ya…” Tebak Fachry. “Tidak juga soalnya aku hampir tersesat, rumahmu terlalu berliku harus melewati beberapa arah.” “Iya juga ya tapi itu nggak jadi masalah, yuk aku kenalin sama Windi.”
Fachry membawaku bertemu Windi dia cantik, putih seperti porselin. Tapi mengapa aku tidak tertarik setelah bertemu dengannya mataku malah mengawang ke setiap pasang mata. Kini matamu tertuju pada sosok perempuan bermata below, berambut panjang.
Perempuan itu… Memandang yang aku kagumi dan kurindukan. Ia berada dekat dalam pandanganku. Berlalu meninggalkan Windi begitu saja. Sempat melongo heran.
“Hei mau ke mana kamu?” “Bian, hei ada apa sih?” Fachry bingung tapi tak lantas berusaha mengejar. Sekali lagi terperangah melihat kedua bola matanya akh… aku benci ini. Dia sungguh mengingatkan pada senyum di masa lalu. Senyum keindahan yang terpancar dari perempuan aku temui di warung kopi langganan.
“Seandainya aku bisa bertatap muka langsung dengannya…” ucapku dalam hati. “Woy, ngelamun aja! Lagi mikirin cewek itu mari aku kenalin itu teman SMPnya Windi.” Tersenyum mata kamu bertemu. Rasa hangat muncul ketika kedua tubuh itu saling bertatap muka.
Aku merasakan tubuhku mendadak beku dan mata berbinar seperti melihat sosok makhluk yang tak kasat mata. Baru sekarang aku melihatnya. “Andien…” cukup panjang orbolan kami sampai ia bercerita tentang Ibu yang memaksanya menikah di tahun ini. Padahal Andien belum memiliki calon untuk segera ia nikahi.
“Kapan Ibu bisa meminang cucu darimu Nak?” Katanya panjang lebar.
Selesai acara aku memilih pulang. Ada semburat ragu di wajah ketika melepas Andien pergi dengan sedan viosnya. Sementara Windi terlihat kesal karena sejak tadi aku hanya fokus berbicara dengan Andien dibanding dengan dirinya.
Semenjak hari itu aku mulai menyandang status “sahabat.” selalu menemani curhat ke mana pun ia mau. Hingga suatu ketika ketika Andien menemukan dompetku tergelatak jatuh, saat aku tengah ke toilet. Mengambil dompet tersebut lalu membuka Andien melihat sebuah foto kecil tersimpan. Kemudian Andien menandingi foto dengan seksama. Semakin sulit bernapas jantung tiba-tiba perih.
Andien kesal ternyata ini alasan kesalahan penyebutan nama selama ini baru terkuak ketika kami sedang berbincang. Wajah kami sekilas mirip jika dilihat dari jauh tapi hanya sepintas tidak lebih.
Setelah beberapa menit… Aku datang dan menatap pancaran netra Andien. Dengan perasaan gugup aku ceritakan semuanya secara detail dari A sampai Z. Menyimak semua perkataan ada rasa takut, sedih, semua berbaur jadi satu.
Terdiam sejenak, “jadi kenapa harus aku?” “Mungkin ini sudah takdir karena Tuhan ingin agar aku tidak terus dibayangi oleh masa lalu walau pada akhirnya…” Aku tak sanggup melanjutkan kata-kataku. Andien, kecewa dengan sisa energi yang ia punya Andien perempuan itu keluar dari warung kopi. Kali ini sepertinya takdir menolak untuk berpulang. Ia malah memberi kekecewaan. Hatiku terasa pilu.
Ketika sedang sendiri aku selalu merokok. Mengambil korek dari saku celana. Asapnya mengepul ke mana-mana memenuhi seluruh ruas jalan tempatku berada di mobil.
Kini hidupku berantakan setelah Andien menjauh. Ada rasa sesak di dadaku.
Tiga tahun lamanya…. Aku terbaring kaku dengan selang infus di badanku terasa lemah untuk berdiri. Kanker paru-paru menjadi alasan. Tidak lama aku terkejut saat Andien kembali dari Indonesia. Ia memang sengaja pergi ke LA untuk melupakan semua kenangan indah kita.
Namun nyatanya takdir mempertemukan lagi dan Andien malah menemuiku. “Apa kabar gimana di sana?” Tanyaku. “Baik kamu sendiri gimana udah ada pacar?” “Ya gak ada, seperti kamu lihat sekarang aku terbaring lesu di sini, dan itu semua karena kamu.” Andien terdiam dan berusaha mengangkat kepalanya menatapku lekat-lekat. Sekarang Andien, kian merasa tolol mengapa ia pergi meninggalkan orang yang dicintainya.
“Maafkan aku tapi bolehkah aku mengatakan sesuatu…” “Apa itu?” Dada seakan berdegup kencang persis ketika pertama bertemu. “Hm… sebenarnya aku juga mencintaimu, bahkan aku tidak bisa melupakanmu walau sedetik saja.” “Aku juga.” Airmata mengalir napasku mulai lelah bereaksi mataku perlahan mulai terpejam menutup langit sore itu. Andien terpaku mulai menangis tak ada suara hening. Perawat dan Dokter datang memeriksa aku denyutku sudah mati rasa.
Andien berdoa kepada sang pencipta agar suatu saat dipertemukan kembali ke dalam takdir sesungguhnya ia senang bisa mengenal sosok bernama Abian walaupun cinta ini terlambat diungkapkanya.
Selesai
Cerpen Karangan: Hardianti Kahar Blog / Facebook: TitinKaharz Nama: Titin Usia: 27 Tahun (Udah tua tapi selalu kirim cerpen di sini, semua yang aku kirim rata 2 aku tulis tangan dulu maaf kalau berantakan pas jaman sekolah aku ketik ulang lagi) Akun Wattpad: @titinstory Akun NovelToon: TitinKahar Oke itu aja kunjungi keduanya kalau mau baca karyaku lainnya