Saat kenyataan perlahan memudar Saat air mata tak lagi mengalir Saat tawa tak lagi menggema dengan cinta..
Ini bukanlah hal yang menjadikan seseorang seperti Alex harus menelan rasa duka tak bernama, pria bersurai pirang dengan piyama berwarna biru malamnya telah berada cukup lama di sebuah ruangan yang dipenuhi dengan cat cat lukis, mengotori lantai kayu hingga ke seluruh dinding.
Begitu berantakan Namun indah disaat yang bersamaan.
Pria berkebangsaan Jerman tersebut hanya terduduk di sebuah kursi kayu lengkap dengan secangkir teh hangat di tangannya. Netra coklatnya tak berpindah dari sebuah lukisan yang menampilkan wajah seorang wanita cantik Dengan rambut coklat gelap yang bergelombang, kulit putih dengan wajah yang merona, bibir yang semerah kelopak mawar dan jangan lupakan kedua netra yang seterang langit biru. Begitu Indah, cantik dan luar biasa, hingga membuat banyak spekulasi bermunculan.
Siapakah wanita itu? Dimana ia? Apakah ia nyata?
Alex tersenyum samar ketika menyadari teh yang diminumnya telah habis, tangannya kemudian meletakan cangkir tehnya ke atas nakas terdekat, kemudian ia beranjak dari duduknya dan menuju lukisan yang berada enam langkah didepannya.
“Anna, kenapa kau tidak menemuiku? Aku terus mencari dan menunggumu”
Alex meracau seorang diri sembari membelai lembut lukisan wanita cantik di depannya, netra coklatnya perlahan mulai menjadi sayu dan sedikit merah. Wajah pria itu begitu menggambarkan rasa rindu yang tak terbendung, seolah olah telah mengalami perpisahan yang teramat panjang.
Disaat Alex tengah menyelami dunianya, sebuah ketukan pintu yang terdengar sedikit mengebu ngebu begitu memekan telinga, membuat Alex langsung menoleh kebelakang dan memandang tajam pada pintu ruangannya. Pria besar itu pun segera mengambil sebuah kain lalu menutupi lukisan wanitanya, kemudian berjalan cepat menuju pintu dan membukanya kasar, seolah bersiap akan menghabisi siapa saja yang berani mengganggunya.
Namun saat ia mendapati seorang lelaki yang memiliki perawakan sama sepertinya seketika amarah yang sebelumnya membara perlahan mulai surut, meski rasa kesal yang besar masihlah tertinggal pada Alex
“Hai kak!” Lelaki muda yang terlihat ceria serta memiliki paras yang hampir tidak jauh beda dengan Alex menyapa dengan wajah tanpa bersalahnya, membuat alex yang melihatnya hanya mendengus kesal. “Ada apa Robert? Kuharap ini bukan tentang James lagi” Alex menyilangkan kedua tangannya di dada sembari menatap tajam pada adiknya Sementara yang Robert lakukan hanya menunduk sembari memilin ujung bajunya karena merasa diinterogasi oleh kakaknya. “Sayangnya iya” jawab robert dengan sedikit cengiran
Alex memijat pangkal hidungnya sembari memejamkan matanya, lelaki itu menghela nafas lelah saat harus mendengar jawaban menyebalkan dari adiknya. “Apa yang Ayah kita katakan untuk memilih teman dari asal usul yang baik?” Alex bertanya dengan sengit membuat Robert yang sebelumnya takut kini mulai berani menatap tajam pada kakaknya “Apa maksudmu?” tanya Robert dengan mata yang memicing tajam “Kupikir kau tidak terlalu bodoh untuk memahaminya adikku sayang” Alex berucap dengan sinis tanpa memedulikan raut wajah adiknya yang terlihat merah karena menahan emosi
“Ada apa denganmu kak? James anak baik, keluarganya hanya butuh sedikit bantuan, maksudku jika hanya memberikan beberapa gepok uang tidak akan membuat keluarga kita bangkrut tujuh turunan kan?!” Robert membentak Alex, Ia bahkan berani mencengkeram piyama kakaknya dengan sebelah tangan. Grep Dengan sama emosinya, Alex pun mencengkeram pergelangan tangan adiknya. Dan Tanpa ekspresi apapun Alex memukul wajah adiknya hingga yang dipukul pun jatuh tersungkur di lantai.
Robert pun mengusap sudut bibirnya yang mengeluarkan darah, ia bahkan meludahkan darah yang sedikit tertelan ke lantai. Namun tanpa rasa takut ia berdiri lalu menatap kakaknya dengan pandangan mata yang semakin teramat tajam.
“Begini anak muda, biar kuklarifikasikan suatu hal padamu. Satu: kau sedang tersesat, Dua: temanmu itu adalah Iblis yang sedang menyamar, Tiga: memang benar jika memberi beberapa gepok uang tidak akan membuat keluarga kita yang terhormat menjadi bangkrut atau miskin tujuh turunan, 4: Temanmu itu tidak meminta bukan hanya kali ini, jika kuhitung ia hampir meminta uang pada kita sebanyak empat kali dan ini yang kelima, dan terakhir jika memang kau sayang kepada James, maka buatlah perjuanganmu menjadi berarti di matanya.” Alex menjelaskan panjang lebar kepada adiknya yang tengah dilahap oleh bara emosi.
“Apa maksudmu bahwa perjuanganku tidak berarti?” Robert bertanya dengan nada tersinggungnya membuat alex hanya tersenyum miring lalu memilih menyandarkan tubuh besarnya pada pintu ruangannya. “Menurutmu, apa yang membuat James berani meminta uang padamu? Hmm?” Alex menjawab pertanyaan adiknya dengan pertanyaan lagi, membuat robert seketika mengerjapkan matanya bingung. Entah sihir atau apapun itu, Alex dengan mudahnya melenyapkan emosi adiknya yang membumbung tinggi. “Tidak tahu?” Robert menggelang dan menatap kakaknya “Karena James hanya tau bahwa kau cuma meminta pada keluarga, dan ia menganggap bahwa itu adalah hal lumrah ketika anggota keluarga saling membutuhkan uang, jadi ia berfikir bahwa itu bukanlah menjadi masalah, meskipun pada kenyataannya kau cukup kesulitan untuk meminta uang pada Ayah, ibu atau pun aku, kemudian berkelit kesana kemari” Seakan mengerti, Robert pun hanya menunduk lesu, membuat Alex yang melihat sedikit kesal dan merotasikan bola matanya, saat menyadari bahwa betapa bodohnya adiknya.
“Singkatnya James tidak melihat perjuangan kerasmu, karena keluarganya tidak utuh, Aku tahu ia tidak berbohong mengenai kondisi keuangan keluarganya, tapi jika kau ingin membantu temanmu maka kau harus membuatnya bangkit dari keterpurukan. Ada pepatah dari orang yang bijak, janganlah engkau memberiku Ikan tapi berilah aku alat pancingnya. Dalam artian, selama ini kau terus memberi ikan pada James tanpa memberitahu bagaimana sulitnya memancing, apa kau paham?” Alex memegang kedua pundak adik tercintanya. Ia bahkan mengusap pelan pipi adiknya yang sedikit memar sehabis ia pukul tadi. “Maafkan aku karena memukulmu, tapi saat kau sedang marah kau itu cukup impulsif”
Robert hanya mengangguk dengan air mata yang berlinang, lelaki itu seolah menyadari bahwa selama ini membuat keluarganya sengsara karena ulahnya sendiri, kecintaannya pada sahabat karibnya membuat ia tanpa sadar menumbalkan keluarganya sendiri.
“Maafkan aku kak, aku adik yang bodoh” “Juga tersesat, kurang ajar, dan nakal” tambah Alex, membuat Robert meninju pelan perut kakaknya. Dan selanjutnya tawa keduanya menggema.
Setelah perdebatan kecil tadi, dengan diakhiri Alex yang tetap memberikan satu gepok uang pada Robert sembari berpesan “Meski harus berkeringat dibawah teriknya sinar mentari atau bergerumul dengan asap kendaraan, tapi saat kau menikmati uang hasil perjuanganmu, yakinlah itu akan terasa jauh lebih nikmat dari pada barbeque di tahun baru ” Singkatnya, Alex menyarankan adiknya untuk memulai usaha bersama James dengan segepok uang tadi.
Saat rumah Alex kembali sepi, lelaki itu memutuskan menuju ruang tidurnya untuk berisitrahat karena besok pagi ia harus bekerja.
—
Saat kupejamkan mataku, aku berharap keajaiban akan memeluk hatiku yang teramat kesepian. Setiap malam aku seperti serigala yang melolong pada bulan, seolah memaksa rembulan untuk mendengarkan lolongan kerinduanku pada Anna.
Ya benar, Anna Weber Gadis yang amat kucintai hingga keterdalam hatiku. Yang kurindukan Dan amat sangat kuinginkan…
Tapi seseorang memisahkan kami. Seseorang yang juga tidak kami ketahui.., Anna menghilang entah kemana. Aku terus meyakinkan diriku bahwa Anna masihlah hidup dan sedang berada dalam kesulitan. Disetiap mimpi dalam tidurku, kadang kala aku melihat Anna menangis di tengah jembatan Rendsburg atau tertawa di antara taman bunga di Gartenreich.
Aku menjambak rambutku di atas tempat tidur, seketika perasaan tidak tenang merayapiku, mataku bergulir kesana kemari dengan gelisah, aku berkeringat dan merasakan sebuah ketegangan. Dengan tergesa gesa, aku pun membuka laci laci pada nakas, mengacak ngacak barang barang didalamnya untuk mencari sesuatu. Rasanya seperti anjing yang tengah menggali tanah dengan brutal, aku terus mengacak acak isi nakasku, tak peduli seberapa berantakkannya kamarku saat ini. Namun seketika sebuah harapan datang seperti hujan di tengah gurun pasir. Tanganku menggenggam botol kaca yang berisikan beberapa pil putih, aku membukanya dengan cepat dan menjadi tidak teliti hingga beberapa butir pil jatuh ke lantai, tanpa memedulikan apakah bersih atau tidaknya pil pilku, aku pun mengambil dua butir pil yang terjatuh, memakannya dan menelannya sekaligus tanpa air. Dan setelahnya aku mencengkeram dadaku dengan keras sembari mengatur nafas secara perlahan.
Jika ditanya apakah hal ini menyakitkan, biar kujawab dengan jujur Tidak.. Ini tidaklah sakit.. Karena aku akan selalu mendapatkan obatku..
Tapi jika sakit karena rindu, Apakah obatnya? Tak peduli hingga ke ujung dunia sekalipun, aku tetap tidak akan mendapat penawar atas rasa rinduku ini, karena obatku hanya Anna. Annaku.. Milikku.. Kesayanganku…
Mungkin aku sudah gila, karena memuja Anna dengan seluruh jiwaku, bahkan jika Anna adalah iblis sekalipun yang sedang menyamar aku rela menjual jiwaku hanya untuknya, menjadi budak di neraka bersamanya..
Setelah merasa tenang, aku menatap pada jam dinding di kamarku yang telah menunjukkan pukul 5 pagi, terlalu dini untuk melakukan aktivitas. Tapi jika sudah terlanjur seperti ini, aku tidak akan bisa kembali tidur, maka dengan perlahan aku bangkit dari dudukku, membereskan obatku lalu mengambil mantel.
Setelah dipikir pikir, aku memutuskan untuk keluar sejenak untuk menikmati udara di pagi buta, Aku berjalan jalan di sekitar kompleks perumahanku, sembari memandang langit gelap yang menampakkan bintang bintang, membayangkan wajah Anna dengan menarik garis pada tiap tiap titik bintang diatas sana.
Gila rasanya, jika kemanapun aku pergi selalu saja Anna yang memenuhi pandanganku.
Cerpen Karangan: FoxyHeart
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 5 Agustus 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com