“RAN! RANA!” Teriakan mas Pandu mengiringi langkahku yang kian cepat menghindarinya. Aku berlari mendengar derap langkah mendekat walau sendal yang kupakai bertapak tinggi. Taksi yang kupesan sudah menunggu di ujung komplek, ‘sedikit lagi Rana sedikit lagi’ ucapku bersemangat. Gagang pintu berhasil kugapai tapi kembali tertutup dengan keras. “Berhenti Ran mas mohon berhenti.” Tatapannya penuh keputusasaan ingin sekali memeluknya tapi saat aku memeluknya maka aku akan terluka oleh kenyataan. “Rana sudah memutuskan berhenti mas sejak mendengar perkataan ibu dan keraguan mas.” “Dengarkan dulu Ran mas mohon, mas mohon jangan berhenti dari hubungan ini.”
Aku menatap matanya tak sanggup melihat mata yang mulai berair disana. Aku bersembunyi di balik peluknya karena mungkin setelah ini aku akan menangis lebih deras. “Ini bukan pertemuan pertama aku dan ibu mas, ini ketiga kalinya pertemuam kami.” Tubuh mas Pandu menegang di pelukanku. Ini akan sangat mengejutkan tapi ia pantas untuk tau. “Pertemuan pertama ibu datang meminta secara baik untuk melepaskan anaknya, yang kutolak dengan tegas karena aku mencintaimu.” Aku tak henti mengelus punggung mas Pandu dengan lembut. Taksi tadi sudah kubayar tanpa aku ikut di dalamnya. “Pertemuan kedua ibu datang, Rana pikir ibu sudah mau menerima tapi ibu tak berhenti dari niatnya ibu tetap meminta Rana melepaskan mas dan kini berniat membayar tunggakan kuliah Santi yang belum sempat kubayar, ia meminta Santi untuk memaksa aku kakaknya menuruti permintaan ibu tapi aku menolak dan memutuskan menjual kalung pemberian bunda.”
“Maaf Rana, maaf…” kini aku rasa pundakku mulai basah dan aku pun sudah membanjiri baju mas pandu sedari tadi. “Rana tetap ingin berjuang mas ingin sekali tapi mendengar keraguan mas atas Rana maka rasanya sudah pantas Rana berhenti.” Aku mengingat setiap kata ibu dan mas pandu.
‘Ibu tau kamu sayang tapi Pandu kamu harus memikirkan masa depan, ibu tidak ingin mempunyai cucu yang memiliki keturunan penyakit gula.’ Aku melihat mas Pandu yang tidak membantah atau membela ia seperti memikirkan kembali. ‘Itu penyakit dari gusti Allah buk, orangtua Rana juga tidak mungkin mau.’ Aku sudah tersenyum dengan jawabannya. ‘Tapi kamu tau rasa sedih kehilangan bapakmu karena gula kan mas jadi ibu mohon tinggalkan Rana dan nikahi saja Anila.’ Setetes air mata turun, ibu dan perempuan kesayangannya. ‘Pandu juga sempat berpikir bu tapi bagaimana mengakhirinya.’
“Kalau mas bingung mengakhirinya maka biarkan saja Rana yang mengakhiri semua. Aku Rana Aniswari ingin berterimakasih kepada Pandu Admaja Putra karena telah mencintaiku 8 tahun lamanya, maaf karena pertunangan ini harus berakhir disini tidak seperti mimpi kita, maaf karena aku terlahir dari orangtua yang mengidap diabetes, maaf karena aku berhenti berjuang mendapatkan restu.”
Aku melangkah menjauh darinya tetap kudengar seruan maaf dari bibirnya. Aku sudah memaafkanmu mas maka hiduplah bahagia agar luka ini tak sia-sia.
Cerpen Karangan: Riska Yunita Sudah lama tidak menulis dan membaca cerpen. Semoga tulisan ini menemukan pembacanya. Instagram: @Rikaytaaa (ayok mutualan)
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 6 Agustus 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com