“Selamat hari jadi pernikahan kita yang pertama La!” Ucapku pada Naila, Naila berbalik sambari tersenyum dan memeluku dengan eratnya. “Terimakasih banyak Andy, kamu selalu ingat hari ini!” jawab Naila dengan bahagianya. “Tentu saja aku ingat La, aku takan pernah lupa akan hal itu! Aku juga masih ingat saat kita jadian 7 tahun lalu”. kataku pada Naila, saat itu kami kembali mengingat kenangan manis yang telah berlalu, kenangan yang takan pernah padam dan selalu melekat dalam memoriku.
Cintaku mungkin sekuat dan setulus Habibi pada Ainun, mungkin lebih bahagia dari pada Romeo dan Juliet karena aku tau kisah cinta mereka masih kalah dengan kisah cintaku pada Naila. Romeo tak pernah menikahi Juliet tapi aku berhasil menikah dengan Naila. “Andy! Aku bahagia bisa bersamamu! Aku merasa telah menjadi wanita terberuntung di dunia dapat memilikimu” kata Naila dengan nada lembut. “Aku juga La!” sahutku sambil ku cium keningnya.
Hari hari selalu kami lewati dengan penuh kebahagiaan, walaupun hidup di kota kecil dengan rumah yang bisa dibilang sangat sederhana. Tapi kami tak pernah mengeluh, kami selalu saling support dan menguatkan satu sama lain. Setiap pagi aku hampir selalu menemani Naila ke pasar sebelum berangkat kerja. Aku tak ingin dia terlalu capek, karena aku tahu jadi istri itu sulit dan melelahkan. Aku berusaha mengerti keadaannya. Aku juga sering membantunya menyuci dan memasak. Kadang kadang kami memasak bersama dan menghabiskan waktu luang untuk berlibur. Kebahagiaan serasa tak henti hentinya menghampiri pernikahan kami.
Hari itu disaat aku pulang dari bekerja aku mendapati Naila sedang duduk menatapku dan terlihat menyembunyikan sesuatu. “Andy! Aku punya sesuatu untukmu, tapi…!” “Tapi apa La? Ada apa emangnya?” ku bertanya dengan lembut pada Naila. “An, aku hamil! Kamu akan segera jadi bapak!” jawab Naila sambil memperlihatkanku hasil testnya sore itu, aku terpaku diam mendengarnya. Hari itu benar benar hari yang bahagia bagiku dangan Naila. Aku memeluknya dengan erat, dan berkata “makasih La, kamu akan jadi Ibu yang luar biasa”. “Kamu juga akan jadi Ayah yang hebat An!” Jawab Naila.
Pagi dan malam terus berlalu hingga tak terasa 8 bulan telah terlewati, pagi itu seperti biasa disaat off bekerja, aku menemani Naila memasak agar dia tidak terlalu lelah, aku juga membantunya membereskan pekerjaan rumah. Setelah itu kami berdua menikmati sarapan bersama.
“An! kita beli baju yuk untuk anak kita buat persiapan lahiran!”. “Ohhh… iya ya! Ayuk La nanti ya habis ini!” Jawabku pada Naila.
Hari itu aku dan Naila pergi bersama membeli perlengkapan untuk anak kami yang akan lahir. “La kamu kuat ga? Aku liat kamu capek!” Tanyaku pada Naila. “Aku kuat kok An, ga usah khawatir!” Jawabnya.
Sesampainya di rumah Naila merasakan sakit pada perutnya yang tak tertahankan, dengan segera aku menghubungi ambulan. Aku merasa cemas saat itu, aku tak bisa melihat Naila kesakitan, rasanya begitu sedih. Aku terus menemaninya dan memegang erat tanganya, hingga pada akhirnya aku harus berpasrah pada sang dokter.
Hampir 2 jam aku menunggu kabar dari sang dokter hingga pada akhirnya salah satu perawat keluar. “Suster bagaimana keadaan istri dan anak saya sus?” Dengan cemasnya aku bertanya pada suster yang tidak kukenal itu. “Maaf bapak istri anda sedang keritis dan tidak bisa melahirkan secara normal!” Jawabnya.
Aku berdoa pada Tuhan, dan 30 menit kemudian seorang dokter keluar. “Bapak! Anak bapak lahir dengan selamat! Tapi…” “Tapi apa dok? Apa yang terjadi pada istri saya? Bagaimana dia?” Tanyaku dengan tegasnya pada dokter itu. “Mohon maaf kami telah berusaha semaksimal mungkin, namun istri bapak telah kembali pada sang pencipta”. Aku terdiam, tak kuasa menahan kabar buruk itu hingga air mata kesedihanpun mengalir.
Hingga tiba hari pemakamanya, akupun tak sempat ingat pada anakku, beruntung dia masih punya nenek yang merawatnya saat aku terpukul kehilangan istri tercintaku. Aku tidak percaya hal itu akan terjadi pada aku dan Naila.
Selamat berpisah La, aku akan selalu merindukanmu, aku janji aku akan jadi ayah yang hebat untuk anak kita. Aku mencintaimu dan kamu harus tau bahwa bahagiaku itu adalah kamu. Selamat tinggal Nailaku sayang.
Cerpen Karangan: Agung Tirtayasa Blog / Facebook: Agunk Tritayasa Nama: Ida I Dewa Agung Tirtayasa Alamat: Bangli, Bali Umur: 20 th Lahir: 19 April 2000
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 9 Agustus 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com