Tepat berada di perpustakaan kampus, terlihat Raka masih dalam dunianya sendiri. Seakan tidak ada yang lebih penting selain menyelesaikan skripsiannya itu.
Seketika terdengar suara langkah kaki yang memecah keheningan ruangan tersebut. “Udah semester akhir gini enaknya dibawa enjoy aja.” “Hahaha… Nggak ke kantin lu?” Mendorong kursi roda Raka, “Let’s go Bro!!”
Setibanya di kantin, dari kejauhan Raka memandang Maha Karya Tuhan yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Melihat tingkah sahabatnya, Nugraha langsung mengajak perempuan itu berkenalan. “Hai, aku Nugraha Prasetya dari jurusan Arsitektur.” “Aku Indah Purnama dari jurusan Kedokteran.”
Setelah berkenalan, Nugraha memperkenalkan Raka kepadanya. “Kenalin ini sahabatku dari kecil. Raka Pranata. Kami satu jurusan!” “Hai Raka, aku Indah. Salam kenal ya!” Pertemuan singkat itu bisa berubah menjadi persahabatan abadi diantara ketiga insan tersebut. Seperti matahari, langit dan awan. Begitulah kira-kira skenario Tuhan mempersatukan mereka.
Bagi Raka dan Nugraha, rumah Indah sudah seperti rumah keduanya. Tak jarang saat hari libur mereka sering menghabiskan waktu bersama disana. Memandang Raka, “Lagi mikirin apa sih?” “Nggak kok, cuman suka aja melihat langit.” “Memangnya apa yang membuatnya begitu istimewa?” “Karena ketika melihat langit, aku seperti melihatmu.” “Melihatku? Memangnya kami memiliki kesamaan?” balasnya. “Iya, sama-sama Indah…” Nugraha hanya bisa tersenyum. Baginya, kebahagiaan Raka telah menjadi prioritasnya. Walau sebenarnya ia juga meyimpan rasa kepada Indah.
Dalam perjalanan pulang, seketika Nugraha kembali diingatkan lagi dengan peristiwa itu. “Gua nggak sempurna buat dia ya, Nu? Kehadiran gua aja pasti jadi beban buat lu, apalagi buat Indah nanti?” “Gua yang harusnya jadi beban buat lu, karena kecelakaan beruntun itu membuat kedua kaki lu lumpuh. Semua itu karena gua!”
Bagi Raka, kecelakaan tersebut bukanlah kesalahan sahabatnya. Mengingat peristiwa malam itu, mereka hendak membawa nenek Nugraha untuk check-up di rumah sakit. Namun, tiba-tiba datang sebuah truk melaju dengan kecepatan tinggi dari sisi kirinya. Alhasil membuat Nugraha tidak bisa menghindarinya. Selain membuat kedua kaki Raka lumpuh, Nugraha juga mengalami pendarahan hebat pada otaknya. Malam itu juga nenek Nugraha menghembuskan nafas terakhirnya.
Menyadari perkataan yang seharusnya tidak keluar dari mulutnya. Raka berusaha mengalihkan pembicaraannya. “Jika nanti waktunya sudah tepat… Lu mau nggak bantuin gua untuk mempersuntingnya?” Nugraha mengangguk, “Dengan sepenuh hati, Ka!”
Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu untuk melukiskan kisah persahabatan mereka. Mengingat masa perkuliahan mulai berakhir, kini saat yang tepat bagi Raka untuk menyatakan perasaannya. Malam itu juga Nugraha lekas menjemput Indah yang masih berada di kampus. “Tumben Raka ngajak ketemu di kafe, Nu?” “Pokoknya ini hari special kalian berdua!”
Setibanya di kafe, Nugraha mengatakan bahwa Raka sudah di dalam. Namun, suasana yang begitu gelap membuat Indah merinding. Saat Indah mulai mencari sahabatnya itu, tiba-tiba ada yang menarik tangannya dari belakang. “Astaga Raka! Kamu darimana saja sih? Kok…” Sebelum Indah menyelesaikan kalimatnya, seketika lampu menyala dan kafe tersebut berubah menjadi tempat yang begitu indahnya. “Sejak pertama Tuhan mempertemukan kita, aku merasakan sesuatu yang berbeda. Ketakutan akan kehilanganmu dan khawatir seperti apa sikapmu melihatku. Namun, kini rasa takut itu telah sirna. Kedua kakiku memang lumpuh. Tetapi, selama aku masih bernafas, akan kumanfaatkan semua anggota tubuhku untuk melindungimu. Meskipun nyawaku adalah taruhannya…” sambil membuka kotak cincin, “Karena itu, maukkah kamu menjadi pelengkap ketidaksempurnaanku?” sambung Raka. Tangis Indah pecah mendengar semua pernyataan dari sahabatnya itu. Dipeluknya erat tubuh Raka, “Terima kasih untuk semuanya…” “Aku minta maaf… tetapi aku tidak bisa menerima kamu.” Raka menunduk, “Apa karena…” “Aku sudah dilamar orang lain… Sebentar lagi kami juga akan menikah.” sambungnya.
Sudah hampir satu tahun Indah tidak lagi berada diantara mereka, semenjak Raka melamarnya. Bahkan Nugraha juga sudah tidak saling berkomunikasi lagi dengannya. Karena itu Raka mengajak Nugraha ke rumah Mama Indah untuk menyelesaikan semuanya.
“Assalamu’alaikum Tante…” “Wa’alaikumussalam… Raka, Nugraha?” “Maaf Tante, apabila kedatangan kami mengganggu. Kami hanya ingin bertemu dengan Indah sebentar saja.” jawab Raka. “Tenang saja Tante, aku tahu Indah sudah menikah. Saya hanya ingin memperbaiki hubungan Indah dengan Nugraha. Karena semenjak malam itu, hubungan mereka menjadi kurang baik.” Namun, Mama Indah hanya memberikan sebuah surat pemberian Indah dulu. “Loh, Indahnya kemana Tante?” sahut Nugraha. Mama Indah hanya tersenyum dan pergi meninggalkan mereka.
Teruntukmu Raka dan Nugraha Kalau boleh aku meminta kepada Tuhan sekali lagi, Ingin rasanya aku mengungkapkan pada dunia Betapa beruntungnya aku dipertemukan dengan kalian berdua Untuk lelaki yang sudah kuanggap sebagai kakakku sendiri Aku menyayangimu, Nugraha… Teruntukmu Raka, mungkin kata maaf tidak cukup untuk menyembuhkan lukamu Walaupun sebenarnya menjadi pendamping hidupmu adalah impian terbesarku Namun, aku sadar… Kondisi jantungku semakin melemah Kamu pantas mendapatkan yang lebih baik dariku Tapi, jika suatu saat nanti kita bertemu dan kamu kembali mempertanyakan hal itu… Tentu kamu sudah mengetahui jawabannya Indah Purnama
Matahari yang dulu selalu menjadi penerang bagi langit dan awan kini sudah tenggelam untuk selama-lamanya. Kepergian Indah telah menjadi luka yang membekas bagi keduanya. Jangan tanyakan kapan akan lekas memulih. Biarlah luka itu sembuh dengan sendirinya, walau mungkin sampai hembusan nafas terakhir mereka.
Cerpen Karangan: Cut Adila Hana Faiza Blog: dakwahseries.blogspot.com
Cut Adila Hana Faiza, Bekasi, 17 Mei 2003. Mahasiswi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Universitas Negeri Malang. Menulis adalah caranya untuk berkomunikasi dan bercerita. Selain menulis, ia juga memiliki Podcast dan YouTube. Pembaca bisa lebih dekat dengannya melalui Instagram dan Twitter @cutadilahf serta situs web miliknya, dakwahseries.blogspot.com.
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 18 Agustus 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com