Bella seorang gadis ceria yang masih duduk di bangku SMA. Sifatnya yang ramah, sopan, saling membantu dan humoris membuat warga di sekitar rumah dan semua teman sekolahnya selalu menyapa dan menegur. Bahkan setiap berangkat ke sekolah selalu diajak tetangga yang arah kantornya searah dengan sekolah bella.
Siang itu hujan masih saja turun dengan derasnya membuat smua siswa/i ga berkutik di teras sekolah menunggu reda. “Bella… lulus nanti lanjutkan kuliah ataukah melamar lamar kerjaan?” tanya seorang teman yang juga menunggu hujan reda. “Entahlah bingung nih. Aku ada tawaran di kantor tetangga sekomplek untuk magang di kantornya. kalau kamu lanjut kuliah atau kerja”. “Wah… asyik ya. ga perlu lamar lamar lagi”. “Ya…”. “Hujan sudah reda walau masih rintik kecil. pulang yu…” ajak teman lainnya… Mereka segera meninggalkan sekolah.
“Bella… kamu sakit ya. kok setiap hari nampak lesu saja” tanya Randi kekasihnya. Memang sejak beberapa bulan lalu Bella terlihat lesu dan mudah pingsan jika tak kuat menahan sakit. “Aku lemas banget hampir setiap hari kurang semangat” jawab Bella. “Wajahmu pucat banget belakangan ini. Besok kamu ke dokter izin saja ke guru bp” usul Randy. “Aku ga mau Ran… karna hampir tiap bulan aku izin. Lagipula jika ke dokter lagi disuruh istirahat 2-3 hari. Aku malu dinilai penyakitan sama guru dan teman-teman” jawab Bella gak semangat.
Randy sangat perhatian ke Bella. Ia selalu ingin mengantar Bella ke dokter karena khawatir dengan penyakitnya yang sudah menahun dideritanya tetapi selalu dilarang kekasihnya itu. Bella tidak mau jujur pada siapapun kecuali orangtuanya. Ternyata Bella mengalami kanker darah atau leukimia.
Tiga tahun sudah Bella menyelesaikan sekolahnya. Akhirnya terlepas pula beban selama sekolah. Sudah waktunya memikirkan masa depan. Seorang tetangga yang pernah menawarkan magang di kantornya menenpati janji. Mas Prabu panggilannya, mengajak Bella ke kantornya memperkenalkan pada semua rekan kerja. Bella yang sangat ceria menyapa semua rekan kerja di ruangan tersebut.
Masuk bulan ke dua Bella sudah mulai dikenal luas di lingkungan kantor bahkan sampai ke kantin kantin. Setiap jam istiraha mas Prabu sering mengajak Bella makan siang bersama rekan rekannya. Seperti biasa makan siang selalu diisi tawa canda dan obrolan obrolan semua rekan kerja. Hanya Bella kembali melamun.
Hujan kembali turun derasnya. Suasana kantin makin ramai. Suara mereka bersaing dengan derasnya hujan diluar kantor. “Bella kamu kok banyak melamun sih. capek atau ga suka magang di kantor saya?” tanya mas Prabu. “Gak kok mas. Lelah sangat ya bekerja. Saya kira kerja itu santai dan bebas. Ternyata tanggung jawabnya berat ya” jawab Bella sambil nyengir geli. “Ya seperti itulah. Kan kita digaji jadi tanggung jawab lebih besar” jelas mas Prabu.
Hari itu Bella izin tidak ke kantor. Mas Prabu menanyakan sakitnya hanya dijawab demam biasa. Ia disuruh istirahat total selama 3 hari karena penyakitnya makin hari makin parah.
Minggu berikutnya Bella mengundurkan diri dari magangnya. Tubuhnya makin lemah. Tengah malam ia dibawa ke Rumah Sakit oleh orangtuanya dan masuk ICU. Ia pingsan dengan tubuh lemah terkulai. Orangtuanya sudah pasrah melihat kondisi Bella. Tak ada seorangpun tetangga mengetahui Bella diopname.
“Bagaimana dokter dengan anak kami Bella. Apakah ada berangsur penyakitnya setelah tes lab?” tanya ibu Bella di ruang dokter. Wajah si dokter murung dan menggelengkan pelan kepalanya. “Maaf bu… justru tak ada kemajuan” jawab dokter Fadli, “Harus terus berdoa bu jangan putus asa”. Ibu Bella mulai mengalirkan air matanya. Kembali ke ruang ICU termenung melihat putri semata wayangnya belum sadarkan diri.
Cuaca hari itu masih hujan walau tidak sederas biasanya. Ibu masuk kamar Bella yang masih rapi bersih dan membuka jendela serta menyibakkan kain gorden. Kemudian keluar kamar putrinya.
Seorang gadis duduk di kursi roda menghadap jendela kamar. Setiap tetangga tetangga yang lewat saat melihat jendela dan menyapanya. Si gadis hanya tersenyum tidak ada reaksi apapun. “Hao Bella apa kabar!” pekik serang pemuda yang melewati rumahnya. Bella hanya tersenyum dan melambaikan tangan.
“Itu si Bella kan. kasihan ya…” kata seorang ibu ke temannya yang juga melihat Bella di jendela kamarnya. Hampir semua tetangga setiap melewati rumah Bella selalu menyapanya. Setiap hari pagi, siang, sore, malam gadis itu hanya duduk di kursi roda duduk dekat jendela mengamati situasi luar rumah. Tatapannya kosong, lesu, senyumnya dikulum. Setiap orang yang menegur dan gadis itu hanya melambaikan tangan. Bulan pun berganti tahun. Namun gadis itu masih duduk terpaku depan jendela. Membuat yang melihatnya terasa aneh. Keceriaannya selama ini sudah pudar.
Terkadang air matanya masih mengalir dan menetes mengenai kedua telapak tangannya. Tak sorangpun yang diizinkan orangtua gadis itu untuk menjenguk putrinya. Setiap tetangga atau siapapun menanyakan kenapa Bella. Ibunya hanya tersenyum dan jawabannya tetap tidak apa apa sambil mengernyitkan kedua alisnya.
“Selamat pagi tante” sapa Randy. “Hai Randy apa kabar” sapa ibunda Bella. “Alhamdulillah … baik tante. Bellanya ada?” tanya pemuda itu. “Bella lagi di Sumatra tinggal dengan nenek dan kakeknya. Mau istirahat dulu ga mau diganggu” jawab ibunda. “Oww… kapan kembali tante. Pantas saja wa wa dan telepon saya tidak pernah dibalas. Sampai kapan tante di sumatra” tanya Randy. “Belom tahu, Ran. Terserah Bellanya saja”. “Baiklah tante. Terima kasih”. Randypun pamit.
Saat melangkah keluar pagar ia merasa seperti ada yang memperhatikannya. Ia pun langsung menengok ke belakang ke arah rumah Bella hingga tatapannya ke jendela kamar. Ada seorang gadis yang masih duduk depan jendela. Kemudian Randy bersiap meninggalkan rumah itu sambil berpikir… “Itu siapa ya… ga mungkin itu adiknya bukankah Bella anak tunggal” pikir Randy, “Tapi ga mungkin ibunya bohong mengatakan Bella di Sumatra”.
Seminggu kemudian Randy datang lagi saat ibunda Bella dan asisten rumah tangganya sibuk menanam bunga di kebun samping. Randy sempat melihat gadis itu lagi yang duduk dekat jendela kamar. Ia pun menanyakan Bella. Namun kedua wanita dewasa itu saling bertatapan beberapa detik. Kemudian mereka melempar pandangan ke jendela yang ditunjuk Randy. Yakni kamar Bella. Ibunda Bella mengajak Randy ke berandanya dan menyuruh asisten rumah tangga membuat minuman.
“Sudah setahun ini terlalu banyak yang menanyakan tentang Bella,” kata ibunda. “Ada apa tante…” tanya Randy melihat wajah ibunda itu sangat khawatir dan berubah pucat, “Memang kenapa tante. Apakah Bella punya masalah dengan warga disini?”. “Tidak nak. Hanya saja ibu berat menjelaskannya” jawab ibunda.
Suasana sunyi sepi mulai menyelimuti beranda itu. Sesekali Randy melirik kamar yang tidak jauh dari mereka duduk. “Sebenarnya…” jawab ibunda kemudian menghentikan ucapannya. “Bella… sudah lama meninggal” lanjut ibunda. Randy pun sangat terkejut dan kembali melihat jendela Bella. “Innallillahi wainaillahi rojiun. Kapan tante” tanya Randy. “Sudah setahun yang lalu. Tidak ada yang tahu tentang hal itu karena Bella langsung dibawa ke sumatra dimakamkan disana atas permintaannya sebelum meninggal” jawab ibunda lagi.
Setelah lama bercakap cakap akhirnya Randy pamit dengan wajah pucat dan lemas. Ia bersiap menaiki motornya sesaat kemudian ia melihat ke jendela dan gadis itu adalah Bella tersenyum padanya sambil melambaikan tangan. Randypun tersenyum sambil perlahan membalas lambaian Bella. Kemudian memacu motornya dengn kecepatan tinggi hingga tiba dipersimpangan jalan motornya menabrak sebuah truk dan akhirnya Randypun tewas ditempat…
Cerpen Karangan: Rina Avianthy Blog / Facebook: Aviarina
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 31 Agustus 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com